Senin, 31 Agustus 2009

SAYA DAN PEREMPUAN ANEH...

Saya pertama kali bertemu dengan perempuan itu kira-kira dua minggu yang
lalu. Hampir saya berteriak
kaget ketika masuk ke dalam angkutan KWK 02 dan bertubruk pandang
dengannya. Apalagi tak seorang pun
ada dalam angkutan jurusan Cililitan-Cilangkap itu.

Waktu menunjukkan pukul 22.00. Malam pekat. Saya pulang dari TIM, usai
rapat dengan teman-teman
Dewan Kesenian Jakarta. Saya memang sengaja tak naik taksi, agar bisa lebih
hemat. Ah, saya menarik napas tak
panjang. Perempuan itu tak berkedip menatap saya.Saya membuang wajah ke
jalan raya, tak mau balas
menatap. Ya Allah, siapa dia? Kapan ia turun? Di mana ia turun? Ada apa
dengannya? Pertanyaan-pertanyaan itu
berkecamuk di benak saya. Apakah ia gila? Mau menodong? Apa ia akan
membayar ongkos? Atau perlu saya bayari?

Akhirnya, setelah cukup lama berdua-dua di angkot,perempuan itu pun turun
di depan panti jompo,
Cipayung. Entah mengapa saya merasa lega sekali.

Setelah kejadian tersebut saya masih beberapa kali bertemu perempuan itu.
Sukar bagi saya
menggambarkan sosoknya. Ia legam dan sedikit bungkuk. Badan pendek, seolah
bersisik. Rambutnya pendek dan
acak-acakan, seperti tak pernah disisir.. Matanya bulat seolah mau keluar
dari kelopak. Bibir sumbing
sedang giginya panjang tak beraturan. Ia memakai baju kumal yang membuatnya
semakin kusam saja.
Pergelangan tangannya dipenuhi gelang karet berwarna-warni.

Dua kali saya bertemu dalam angkot. Pertama hanya berdua, dan berikutnya
beramai-ramai dengan 6-7 orang
lainnya. Semua tak ada yang 'berani' melihatnya.Ia seperti orang yang entah
datang dari mana dan
terus menatapi para penumpang satu persatu. Malah setelah ia turun dari
kendaraan, seorang lelaki berkata:
"Gila, saya kira penampakan! Serem banget tuh perempuan!"

Setelah pertemuan kedua, entah mengapa saya mulai berpikir bahwa ia
hanyalah perempuan biasa
seperti juga saya. Ia mungkin bekerja di suatu tempat sebagaimana saya.
Wajahnya memang seram, namun
bukankah ia tak pernah sekalipun mengganggu?

Hari berikutnya, KWK 02 yang saya naiki dari Cililitan, dipenuhi penumpang.
Saya melihat
perempuan itu naik dari Kramat Jati. Begitu ia hadir, hampir semua
penumpang buang muka atau menunduk.
Pokoknya tak mau melihat, dan kalau bisa tak dekat dengannya.

Ia masuk, mengangguk pada saya. Saya terpana dan membalas anggukannya. Tak
lama seorang ibu-yang
tampak terrpelajar-membagi-bagikan brosur dalam angkot.

"Ada lowongan kerja di perusahaan saya. Langsung daftar aja. Gajinya
lumayan loh," katanya.

Semua orang mendapat brosur, tapi tidak perempuan itu.

Tiba-tiba saya merasakan sesuatu di batin saya.Mengapa ibu itu tak mau
memperlakukan wanita
tersebut
sederajat dengan penumpang yang lain? Apa karena ia buruk rupa? Apa karena
ia dianggap tak pantas,
meski sekadar memegang brosur wangi itu? Lantas mengapa jadi saya yang
sedih?

Entah datang darimana, tiba-tiba saya sudah menyapa perempuan 'aneh'
itu."Kemana, mbak?
Kita sudah beberapa kali bertemu ya? Ingat nggak?" sapa saya.
Beberapa orang di dalam angkot nyaris terbelalak memandang saya seakan-akan
saya adalah orang aneh
lainnya di sana. Saya tersenyum saja.

"Iya mbak. Saya mengenali mbak," tuturnya sopan.

"Saya juga," saya tertawa.
"Mbak dari mana? Kerja atau...?"

Saya mencoba untuk tak mempersoalkan wajahnya. Ya Allah, hanya Engkau yang
sempurna. Kami hanya
sesama hambamu. Tak ada yang lebih di mataMU dari kami,selain taqwa kami.
Sungguh, siapa menjamin aku lebih baik dari perempuan ini.

Tak lama kami sudah mengobrol dengan asyik. Perempuan itu bercerita, ia
menjaga anak kakaknya
bila sang kakak pergi bekerja.

Kakak saya yang menggaji saya," katanya tertawa.Ia hampir setiap malam naik
angkutan 02.

Lalu kami ngobrol soal hujan, banjir, soal panti balita dan panti jompo di
dekat rumahnya, sampai
soal tsunami. Saya sampai kaget sendiri bisa sejauh itu.

Tak lama, perempuan tersebut bersiap turun. Namun apa yang ia katakan
sebelum sosoknya berlalu,
tak mungkin bisa saya lupakan.

"Semoga Allah menjaga Mbak. Saya senang akhirnya ada orang yang mau negur
saya, yang ngajak ngomong di
angkot. Terimakasih ya. Assalaamu'alaikum," suaranya bergetar seperti ingin
menangis.

Kata-kata perempuan itu berhamburan bersama angin. Namun saya sempat
menangkapnya dan sesuatu terasa
"nyes" di hati. Orang-orang dalam kendaraan itu tak
ambil pusing.

"Gila nggak sih cewek itu?" celutuk seorang pemuda pada saya.

Saya menggeleng. Benar-benar menggeleng untuk beberapa detik.

Pada akhirnya saya tahu betapa berarti, betapa mewah-nya sebuah sapa.
Bukankah sapa adalah salah satu bentuk penghargaan kita terhadap orang
lain? Maka apa
yang menghalangi kita untuk lebih sering menyapa? Bukan hanya pada mereka
yang kita kenal, yang
kebanyakan necis dan wangi. Namun juga menyapa mereka, yang tanpa sadar
telah kita sisihkan
dari jalan yang selama ini kita lalui.

Hari ini saya yakin, Mbak Sri, perempuan itu, bukan orang aneh. Ia hanya
perempuan yang
memendam rindu bertahun-tahun lamanya, hanya untuk sebuah sapa yang kau
ucapkan di malam dingin.***

TOMAT...(TOBAT MAKSIAT)

Dengarlah hai sobat saat kau maksiat
dan kau bayangkan Ajal mendekat
apa yg kan kau buat kau tak Kan selamat
bukan Aku sok taat
sebelum terlambat ayo sama" kita tobat
dunia sesaat awas kau tersesat
ingatlah masih ada akhirat
Astaqfirullah al'adzim
ingat mati ingat sakit ingatlah saat"sulit
ingat hidup Cuma sekali
berapa dosa yang kau buat
berapa kali maksiat
ingat cepat ucap
Astaqfirullah . . . . . . . . . .

Memelihara Pandangan | Ghudhul Bashar | Full Article |

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Mohon maaf sebelumnya kepada para anggota Uhibbuka Fillah, kit amengetahui bahwa beberapa waktu lalu, Uhibbuka Fillah meminjam Grup We Are Support to Against The Virtual Khalwat untuk menyebarkan pesan, maka kali ini grup tersebut meminjam Uhibbuka Fillah untuk menyebarkan pesannya.
Maka mohon maaf jika topik kali ini berbeda dari yang sebelumnya.
Dan untuk pemberitahuan sebelumnya, artikel ini dipecah menjadi 4 bagian, karena sistem tidak mampu mengirim artikel ini secara utuh)

Semoga bermanfaat :)

****
Segala puji bagi Allah Yang telah menyempatkanku untuk berbagi dalam tulisan ini. Salawat serta salam ku panjatkan kepada Baginda Rasulullah Shallallahu wa Salam yang telah mengajarkan kita tentang Hikmah serta Keindah Islam, Subhanallah. Tidak lupa aku panjatkan Salawat serta Salam kepada Keluarga dan Sahabat Beliau beserta kepada orang-orang yang senantiasa berhijerah ke arah yang dIrahmati oleh Allah Yang Maha Pemurah.

Bismillahirrahmanirrahiim…

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."
QS.An-Nur(24):30

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. …. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
QS.An-Nur(24):31

Saudaraku,
Allah Subhanna wa Ta’alaa telah Berfirman kepada laki-laki yang Beriman di dalam Surah An-Nur Ayat 30 atas sebuah Karunia kesucian ketika mereka mampu memelihara pandangan yang khianat(1) dan memelihara kemaluannya. Allah Subhana wa Ta’alaa pun Juga Berfirman kepada wanita-wanita beserta orang-orang yang Beriman di dalam Surah An-Nur Ayat 31 atas sebuah keberuntungan ketika wanita-wanita yang Beriman itu mampu memelihara pandangan mereka, mampu memelihara kemaluan mereka dari perbuatan-perbuatan keji, mampu menyembunyikan perhiasan-perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak(2) dari orang-orang yang tidak dijelaskan pada perintah didalam ayat tersebut. Bahkan ada pada suatu hadist dijelaskan bahwa dengan kita memelihara pandangan yang khianat maka kita akan mendapatkan manisnya iman(3). Allah Memberikan Karunia itu kepada mereka, karena mereka lebih cenderung kepada Keimanan daripada kemaksiatan sehingga hal ini dapat menjadikan hatinya diliputi oleh selaput-selaput kemaksiatan. Dan, Ketika mereka telah merasakan manisnya iman, maka merekapun akan enggan untuk bermaksiat, bahkan terfikirpun tidak. Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata : “Sesungguhnya apabila hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya maka tidak ada yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik darinya.”(4) Sehingga ketika kita telah menjauhkan diri kita dari segala maksiat, maka hal ini akan membuat kita semakin dekat kepada Allah dan cahaya-cahaya Hidayah akan mudah masuk ke dalam nurani kita sebagai penentram hati. Subhanallah, sungguh Karunia yang besar bagi orang-orang yang senantiasa memelihara pandangannya. Hati telah menjadi tenteram lantaran dapat mengingat Allah(5), apalagi mengingati Allah ini dapat dengan mudah didapati lantaran tidak adanya selaput penghalang yang berupa selaput kemaksiatan dalam menghalangi masuknya Cahaya Hidayah kedalam hati.

Ketika kita telah merasakan manisnya iman maka Allah akan memberikan ketenteraman pada hati kita. Sehingga dengan karunia ini kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan mudah walaupun masalah tersebut sebesar gunung sekalipun. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orang yang senantiasa mememelihara pandangannya dengan rasa malu (6) Kepada Allah, lantaran rasa malu itu dapat mencegah dirinya dari hal-hal yang membuat Allah Cemburu kepadanya.
Subhanallah, sebegitu indahnya pemeliharaan pandangan sehingga Allah menjamin manisnya keimanan kepada mereka. Namun, jika kita tidak mampu menundukkan/memeliharanya, justru hal itu akan membawa kita kepada Kemurkaan Allah.
(Bersambung ke Part 2)

Catatan kaki:
(1) Yang dimaksud dengan pandangan mata yang khianat adalah pandangan yang dilarang, seperti memandang kepada wanita yang bukan muhrimnya.(Kutipan dari Al-Qur'an Digital pada Surah Al-Mu'min:19)

(2) Tafsir Jalalain yg dikutip dari Al-Qur'an Online : ...(dan janganlah mereka menampakkan) memperlihatkan (perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya) yaitu wajah dan dua telapak tangannya, maka kedua perhiasannya itu boleh dilihat oleh lelaki lain, jika tidak dikhawatirkan adanya fitnah. Demikianlah menurut pendapat yang membolehkannya. Akan tetapi menurut pendapat yang lain hal itu diharamkan secara mutlak, sebab merupakan sumber terjadinya fitnah.

(3) Rasulullah saw bersabda : Pandangan adalah salah satu anak panah beracun, diantara anak panah iblis. Semoga Allah melaknatinya. Barang siapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah maka ia telah diberi Allah keimanan yang mendapatkan kelezatannya didalam hatinya. (Al Hadits riwayat Imam Al Hakim) (15)

(4) Saya mengutip perkataan ini dari: Ukhti Hafidz Blog

(5) (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar-Rad:28)
Ketika kita telah merasakan manisnya iman maka Allah akan memberikan ketenteraman pada hati kita. Sehingga dengan karunia ini kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan mudah walaupun masalah tersebut sebesar gunung sekalipun. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orang yang senantiasa mememelihara pandangannya dengan rasa malu (6) Kepada Allah, lantaran rasa malu itu dapat mencegah dirinya dari hal-hal yang membuat Allah Cemburu kepadanya.
Subhanallah, sebegitu indahnya pemeliharaan pandangan sehingga Allah menjamin manisnya keimanan kepada mereka. Namun, jika kita tidak mampu menundukkan/memeliharanya, justru hal itu akan membawa kita kepada Kemurkaan Allah.

Beberapa dari sekian banyak alasan yang mengharuskan seorang muslim untuk memelihara pandangannya lantaran dengan memelihara pandangan, seseorang dapat terhindar dari rasa kegelisahan. Kegelisahan ini terjadi lantaran Hidayah dari Allah yang turun ke hati terhalang oleh selaput yang terbuat dari “bahan” hasil kemaksiatan, yang dimana salah satu contoh dari “bahan” hasil dari kemaksiatan ini berupa pandangan-pandangan yang khianat. Selaput tersebut menutupi hati lantaran sang hati mungkin sudah tidak menghiraukan Keimanan yang masih tersimpan pada relung-relungnya sehingga sang hati terbawa untuk terus memberikan perintah kepada mata agar terus memandang santapannya supaya kebutuhan sang hati menjadi terpenuhi, hingga tanpa sadar sang hati itu menjadi gelap karena diselimuti selaput-selaput hitam yang terpancar dari pandangan yang khianat itu. Dan sang hatipun menjadi keras seperti batu. Akibatnya relung-relung pada hati menjadi hampa terhadap hidayah, lantaran Pancaran Hidayah tidak dapat masuk ke dalam relung-relung yang telah diselimuti oleh selaput hitam tadi, Dan akhirnya, hal ini dapat menyebabkan menumpulnya firasat apalagi jika hatipun telah benar-benar terbius oleh indahnya memori-memori dari “bahan” hasil kemaksiatan tadi, maka orang itu bisa dipastikan akan terlupa tentang pesona manisnya hidayah, selain manisnya kemaksiatan yang melenakan dan pada akhirnya diapun akan semakin sulit terlepas dari masa kegelapan itu karena semakin lama masa itu maka akan menyebabkannya makin terlena dan terlupa.
Jika telah sampai pada kondisi ini, dirinya akan merasa menderita lantaran keinginan dirinya yang selalu terpenuhi oleh sang hati yang telah terbius oleh kegelapan selaput maksiat tadi menyebabkan gelapnya fungsi dari seluruh organ tubuh lainnya terhadap jiwa-jiwa Rabbani, karena jika hati itu telah rusak maka rusak pulalah anggota tubuh lainnya(7).

Keinginan dirinya terhadap maksiat itu terpenuhi namun sayangnya, kebutuhannya terhadap peyalurkannya tidak terpenuhi, sehingga menyebabkan dirinya menderita dan untuk mengurangi rasa deritanya ini, bisa dipastikan dia akan terus bermaksiat hingga dia bisa menyelaraskan keinginan penyalurannya, justru hal itu malah membuat hatinya makin mengeras dan membuat dirinya makin menggebu-gebu terhadap keinginan itu, sehingga dapat menyebabkan hidayah yang masih tersisa di dalam relung-relung sang hati tidak mampu lagi untuk menasehati dirinya sendiri untuk tidak melakukan maksiat maka Cahaya Iman yang tersisa di hati itu akan makin habis terkikis oleh rivalnya -kemaksiatan-, sehingga pada akhirnya akan membawanya kepada kemaksiatan yg sebenarnya, yang dimana hal itu membawanya menjadi hina dan pada akhirnya dia harus terlempar ke pada api yang langit dan bumi saja tidak sanggup menahan panasnya, Selama dirinya tidak pernah Bertaubat(8) kepada Allah atas perbuatannya. Naudzubillahimidzalik.
(Bersambung ke Part 3)

Catatan Kaki:
(6) Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa ia berkata : Rasulullah bersabda, "Malulah kepada Allah dengan sebenar benarnya." kami berkata, "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kami benar benar merasa malu, alhamdulillah. " Beliau bersabda, 'Bukan itu yang dimaksudkan. Akan tetapi yang disebut dengan malu kepada Allah dengan sebenar benarnya adalah engkau menjaga kepada (mata) dan segala apa yang disaksikannya; menjaga perut dan segala apa yang masuk kedalamnya; dan mengingat kematian beserta siksaan yang akan menimpanya. Barangsiapa yang menginginkan (kehidupan) akhirat, maka tinggalkanlah perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang melakukan semua itu berarti ia telah merasa malu.

(7) “…Ingatlah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah, ia adalah hati(13)” (HR. Bukhori dan Muslim).

(8) Taubat Nasuha, Taubat yang sebenar-benarnya/ taubat yang sungguh-sungguh. Masalah taubat sungguh-sungguh dimuat pada ayat QS.At-Tahrim(66):8
Itulah dampak fatal dari pandangan yang tidak terpelihara, oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut Islam telah mengajarkan kepada ummatnya untuk memelihara pandangan.

Hati yang telah terbius oleh apa yang dilihat oleh mata mungkin akan sulit untuk disadarkan oleh keimanan yang terdapat pada dirinya karena hati telah asik menikmati kesibukannya itu. Oleh karenanya kita yang sadar betul bahwa hal itu salah, maka segeralah katakan(menasehati) kepada mereka untuk memelihara pandangannya agar dirinya terjaga dari hal-hal yang justru akan makin membuat dirinya menderita(tentunya menasehatinya dengan cara yang baik(9). Dan jika kita bertekat untuk mensehatinya dalam mencegah mereka untuk melakukan hal itu, maka jangan pula kita menyebabkan mereka cenderung untuk tidak memelihara pandangan mereka. Dimana kita dapat membuat mereka tidak terpelihara pandangannya secara langsung maupun tidak langsung. Lantaran, terkadang syaitan mampu menjadikan sesuatu menjadi terasa indah agar seseorang dapat melakukan kemaksiatan. Maka sebelum kemaksiatan menguasai hati suci orang-orang muslim, maka berusahalah untuk mencegah langkah-langkah syaitan dalam tujuannya menjerumuskan orang muslim kepada hal-hal yang maksiat.
Apalagi jika kita sengaja menjadikan sesuatu hal yang dapat membuat seseorang dapat berbuat dosa, bisa jadi kitapun akan menanggung dosa-dosa orang yang melakukannya itu(10). Dan jika seandainya kita sadar bahwa yang telah kita lakukan dapat menyebabkan seseorang melakukan maksiat kepada kita ataupun orang lain maka kita sebagai umat muslim yang merupakan satu tubuh agar berusaha untuk saling memelihara diri kita yang satu tubuh ini sejak dini agar Allah menjauhkan kita semua dari azab yang dikarenakan perbuatan-perbuatan lalai kita. Karena setiap yang kita lakukan, kita lihat, kita dengar, dan hati nurani semuanya memiliki pertanggung jawaban(11) di hari hisab. Dan sesungguhnya segala sesuatu keburukan yang terjadi kepada diri kita bisa jadi merupakan akibat dari perilaku zalim kita di masa lalu(12). Astaghfirullah.

Bisa jadi karena “bius” sebuah pandangan khianat terhadap hati sangat melenakan, oleh karenanya kita sebagai umat Islam, dianjurkan untuk mengatakan kepada mereka lelaki maupun perempuan yang Beriman untuk menundukkan/memelihara pandangannya sesuai dengan petunjuk ayat tersebut. Dan karena perintah mengatakan kepada mereka dalam pemeliharaan pandangan itu termuat di dalam Al-Qur’an maka perintah ini adalah suatu kewajibann untuk kita laksanan. Maka dengan dari itu, sudah sepatutnya kita berusaha untuk memperingatkan diri kita sendiri maupun seluruh orang mu’min dan mu’minat agar menundukkan/memelihara pandangan mereka. Kenapa? Karena semakin lama seseorang asik memandang dengan khianat maka akan semakin membuat dirinya sulit untuk melepas pandangan itu. Oleh karenanya sebelum dia makin terlena maka naihatilah mereka, tentunya dengan cara yang baik. Ingatlah sekali lagi bahwa pandangan merupakan awal mula dari kemaksiatan yang sebenarnya. Oleh sebab itu katakanlah kepada mereka dan hindarilah segala hal yang menyebabkan mereka tidak memelihara pandangannya, karena pandangan yang tidak terpelihara dapat membawa kehancuran bagi dirinya sendiri bahkan kepada orang-orang disekitarnya, dan bisa jadi kitapun akan terkena dampak dari pandangan yang khianat itu walaupun pandangan kita telah kita pelihara. Naudzubillahimindzalik.

Catatan Kaki:

(9) Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah(14) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Nahl:125) dan “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Fushshilaat:34)

(10) Saya dapat menyimpulkan bahwa, ketika seseorg menyebabkan orang lain berbuat dosa maka diapun juga menanggung dosa orang tersebut, masalah ini tersirat pada ayat yang berbunyi:
(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu. An-Nahl:25
Berbeda dengan permasalah dosa yang diakibatkan oleh tangan sendiri, sehingga yang menanggung dosanya adalah hanya orang tersebut.

(11) Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Al-Isra’:36

(12) Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Ar-Rum:41

(13) Saya mengambil kutipan ini dari: Hadits Web bahwa pengutip mengatakan:
“Saya (Sofyan Efendi) mengambil hadits ke-6 ini langsung dari kitab Ringkasan Shahih Bukhari karya Al-Albani, karena saya melihat arti (terjemahan) yang disampaikan kurang tepat. Tulisan aslinya adalah sebagai berikut:
Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Sesungguhnya sesuatu yang halal telah jelas serta yang haram juga telah jelas dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (yang masih samar/tidak jelas); yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)nya. Barangsiapa yang berhati-hati terhadap perkara syubhat, maka sesungguhnya dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus kepada perkara syubhat, pasti akan terjerumus kepada yang haram. Seperti halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan, sehingga dikhawatirkan hampir-hampir (menggembala) di dalamnya. Ingatlah bahwa tiap-tiap raja mempunyai larangan. Ingatlah bahwa larangan Alloh adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah, ia adalah "jantung."” (HR. Bukhori dan Muslim). Padahal kalimat yang tepat bukan menyatakan "pasti", tapi "hampir-hampir" serta segumpal daging tersebut adalah "hati", bukan "jantung". Wallaahu'alam. Saya memohon ampun kepada Allah jika seandainya saya yang salah.” Allahuma Amiin

(14) Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

(15) Suatu ketika saya pernah membaca suatu buku yang disunting dari karya Al-Albani, jika tidak salah judul bukunya "Hadist Dhaif ... yang Ada di Indonesia", beliau menyatakan bahwa hadist ini bermasalah, entah karena lemah atau karena cacat sanadnya, namun sebagian besar ulama, menggunakan dalil ini dalam ruang lingkup memelihara pandangan, seperti buku Ghudhul Bashar karya: Syaikh 'Abdul 'Aziz Ghazuli. Wallahu Alam Bisyawab, Semoga Allah Senantiasa memaafkan segala kesalahan kami. Allahuma Amiin



Sumber-sumber Referensi Pendamping Artikel ini:
Al-Qur'anul Kariim
Al-Qur'an Online(http://alqur’anonline.co.cc)
Ghudhul Bashar karya: Syaikh 'Abdul 'Aziz Ghazuli
As Sunnah(Yahoo Grups) (http://groups.yahoo.com/group/assunnah/message/45823)
Hadits Web (http://opi.110mb.com/haditsweb/arbain/hadits6.htm#[1])
Ukhti Hafidz Blog (http://ukhtihafidz.blogspot.com/2009/02/ghadzul-bashor.html)
Dll

Segala Puji Bagi Allah
Semoga Allah memaafkan aku jika aku bersalah
Allahuma Amiin

Wallahu 'Alam Bisyawab
(CMIIW | Koreksi aku jika aku melakukan kesalahan)

***
Ruang Diskusi untuk Artikel ini: AIFA (http://www.facebook.com/note.php?saved&&suggest¬e_id=132006400876&id=110495747345)

***
First level Distribution: We Are Support to Against The Virtual Khalwat(http://www.facebook.com/note.php?saved&&suggest¬e_id=124645088119&id=106995336674)

Mungkin ada dari kita yang pernah bertanya-tanya dalam hati, mengapa doa yang kita panjatkan belum juga dikabulkan Allah? Atau mengapa pertolongan All

Nama Kartika Sari Dewi Shukarnor tiba-tiba sahaja meletup, bukan sahaja di Malaysia malah di seluruh dunia. Dunia Barat khususnya memang tidak mahu lengah sedikit pun untuk membicarakan kes Kartika ini. Apakah istimewanya isu ini? Kartika, 32, seorang model yang berasal dari Sungai Siput, Perak telah dituduh meminum arak berjenama ‘Tiger Beer’ di Cherating Bay Lounge, Hotel Legend, Cherating Pahang 11 Julai tahun lalu. Dia mengaku bersalah dan dijatuhi hukuman denda oleh Mahkamah Tinggi Syariah Kuantan sebanyak RM5,000 dan sebatan 6 kali. Kartika telah pun membayar denda dan bersedia untuk menghadapi sebatan. Namun, setelah dia dibawa di dalam perjalanan untuk menuju penjara Kajang di mana dia sepatutnya disebat, tiba-tiba hukuman terhadapnya diisytihar tangguh. Persoalan hukuman (sebatan) dan penangguhan inilah yang telah mencetuskan kekecohan di Malaysia khasnya dan di seluruh dunia amnya. Antara ‘wayang kulit’ awal yang berlaku dalam kes ini adalah alasan penangguhan yang dikatakan bagi menghormati bulan Ramadhan.
altKetua Pendakwa Syarie Jabatan Agama Islam Pahang (JAIP), Datuk Abdul Rahim Jaafar melahirkan rasa terkejutnya atas perkara ini [UM 25/08/09] kerana tegasnya Hakim Datuk Abdul Rahman Yunus yang memutuskan tarikh tersebut sememangnya tahu bahawa ia (tarikh pelaksanaan hukuman) adalah di bulan puasa, tetapi kenapa tiba-tiba ditangguhkan kerana menghormati bulan Ramadhan? Abdul Rahim juga yakin bahawa terdapat pihak-pihak yang menekan Jabatan Penjara sehingga hukuman tersebut ditangguhkan dan beliau begitu kecewa kerana penghakiman syariah terpaksa tunduk kepada undang-undang sivil kerana penjara adalah milik mahkamah sivil [UM 26/08/09]. Fakta akhirnya terdedah di mana disahkan bahawa Pejabat Peguam Negara telah mengeluarkan surat arahan kepada Pengarah Penjara Kajang supaya menangguhkan hukuman sebat ke atas model berkenaan. Penangguhan hukuman sebat ke atas Kartika dibuat selepas Abdul Rahman memberi jaminan kepada Peguam Negara untuk menyemak semula keputusan mahkamah terhadap model itu [UM 26/08/09].
Belum pun sempat isu ini habis dibincangkan, Hishamuddin, selaku Menteri Keselamatan Dalam Negeri telah menamatkan episod awal ini dengan mengeluarkan ‘alasan rasmi’ (yang berlainan dengan alasan di atas) bahawa hukuman sebat ditangguhkan kerana pihak penjara tidak mempunyai kepakaran dan pengalaman melaksanakan sebatan ke atas pesalah syariah. Persoalannya, kenapa berlaku dolak-dalik dalam isu ‘sebab’ penangguhan ini? Mereka kononnya menghormati bulan Ramadhan, namun mereka langsung tidak tunduk hormat kepada undang-undang Allah? Undang-undang Allah menyatakan peminum khamar wajib disebat sama ada 40 atau 80 kali sebatan, namun peraturan Allah ini langsung tidak mereka hormati, malah diubah oleh mereka kepada 6 sebatan? Ini dari satu sudut. Dari sudut yang lain, kerajaan terpaksa mengaku yang hukuman ditangguhkan kerana penjara tidak ada kepakaran. Ah! Sebuah negara yang dijaja selama ini sebagai ‘Negara Islam contoh’ justeru tidak ada kepakaran untuk menjalankan hukuman sebat secara syariah? Aneh sungguh hakikat ini! Setelah lebih 52 tahun memerintah negara, baru kini kerajaan sedar bahawa mereka tidak ada kepakaran untuk sebat secara syariah? Ini jelas bermakna bahawa sebatan yang dilaksanakan selama ini adalah ‘sebatan kufur’ (tidak mengikut Islam).
altHukuman sebat yang dijatuhkan oleh Mahkamah Tinggi Syariah Kuantan juga telah mendapat respon awal dari menteri feminis Shahrizat Jalil. Beliau yang tidak berpuas hati dengan keputusan tersebut meminta agar hukuman sebat dikaji semula. Pandangannya selaras dengan pandangan Majlis Peguam yang menyatakan bahawa hukuman sebat perlulah dihapuskan di Malaysia kerana tidak sesuai dengan sikap masyarakat Malaysia yang penuh dengan perasaan belas kasihan. Malah, hak asasi manusia antarabangsa juga mengutuk hukuman sebat dan apa jua hukuman dera kerana dianggap sebagai zalim, tidak berperikemanusiaan dan kerajaan digesa untuk menghapuskan hukuman sebat ini [UM 25/08/09]. Hakikatnya, hukuman sebat telah wujud lama dalam enakmen jenayah syariah di negara ini tetapi jarang sekali ia dipersoal. Namun, apabila ia dikaitkan dengan ‘hukuman Islam’, meskipun langsung tidak menepati hudud Allah, maka ia ditentang habis-habisan. Inilah golongan yang selalu mempertikaikan segala hukuman yang terkait dengan Islam kerana mereka merasakan akal mereka lebih hebat dari ketentuan Allah. Mereka cuba menundukkan Islam dengan akal mereka, bukannya akal mereka ditundukkan kepada Islam!
Antara Propaganda Kafir & Sikap Apologetik Pemimpin
altKes Kartika telah menjadi laporan penting media antarabangsa di Amerika, Jerman, Britain dan lain-lain. CNN, BBC dan banyak stesen TV utama telah menaikkan isu ini sebagai tajuk besar mereka [rujuk The Star 25/08/2009]. Kenapakah Barat begitu berminat dengan isu ini? Jika kita perhatikan, Barat tidak berminat untuk mengulas kes-kes umat Islam yang tidak solat atau tidak berpuasa, termasuk kes orang Islam yang meminum arak, berita sebegini tidak pernah menarik perhatian Barat. Namun, jika ada orang Islam yang ‘dihukum’ atau ‘mahu dihukum’ mengikut undang-undang Islam, maka hal ini menjadi satu isu yang besar bagi Barat. Kenapa? Apa kena mengena dengan mereka? Bukan rakyat mereka dan bukan orang dari agama mereka pun yang dihukum? Masihkah kalian leka atau tidakkah kalian mahu berfikir wahai kaum Muslimin, bahawa Barat akan terus masuk campur dan akan terus melemparkan proganda negatif secara besar-besaran apabila satu hudud Allah ingin ditegakkan, walaupun dengan cara yang salah. Sesungguhnya mereka pasti tidak akan berdiam diri menyaksikan hudud Allah ditegakkan. Kita mestilah sedar akan hakikat ini.
Dari sisi yang lain, kita dapat saksikan betapa jeleknya pemimpin dan sesetengah ‘ulama’ serta beberapa pertubuhan di Malaysia yang terus bersikap apologetik (meletakkan Islam di kandang salah) dan terus berusaha memutar belitkan Islam, kerana khuatir dicop oleh Barat sebagai zalim. Inilah sikap pemimpin Islam sekarang beserta ulama su’ dalam menjawab tuduhan atau propaganda jahat Barat terhadap Islam. Mereka mengambil Islam dalam versi untuk memuaskan kehendak Barat, bukannya kehendak Allah. Kerana itulah, mereka begitu khuatir jika Barat melakukan ‘komplen’ terhadap Islam yang mereka amalkan. Bagi mereka, Islam mestilah dilaksanakan dalam ‘versi’ yang tidak dikomplen oleh Barat. Jika sesuatu hukuman Islam itu (hudud contohnya) dikomplen oleh Barat, maka hukuman ini tidak boleh dilaksanakan atau perlu disemak semula. Tetapi jika sesuatu hukuman itu tidak dipertikai oleh Barat, maka ia boleh dilaksanakan tanpa ragu-ragu. Justeru, jika merotan si peminum arak akan dipertikai oleh Barat, maka hukuman ini tidak boleh dijalankan. Tetapi jika hukuman ‘denda’ (RM5,000) dikenakan terhadap peminum arak, ini tidak mengapa dan tidak perlu diperdebatkan, kerana hukuman ini tidak di‘komplen’ oleh Barat. Inilah bukti ketundukan pemimpin dan ulama su’ sekarang kepada Barat yang senantiasa menjadikan ‘keredhaan’ Barat sebagai kayu ukur mereka dalam melaksanakan Islam.
Perdana Menteri Malaysia pula mengemukakan teori tarbiahnya semasa menanggapi isu ini, dan beliau berharap Kartika akan membuat rayuan agar akhirnya hukuman ini diringankan atau dilepaskan sebagaimana kehendak ahli politik yang merasa bahawa sebat itu kejam. ‘Fatwa’ Perdana Menteri Malaysia berbunyi, “Hukuman secara fizikal merupakan langkah terakhir dalam melaksanakan undang-undang jenayah syariah terhadap pesalah terutama wanita. Islam lebih mengutamakan tarbiah secara berhemah terhadap pesalah terbabit supaya mereka lebih sedar dengan kesalahan dilakukan. Rasa simpati, belas kasihan serta tarbiah merupakan intipati di dalam Islam dan itu yang diamalkan oleh junjungan besar Nabi Muhammad SAW” [UM 25/08/09]. Jika kita mengikut ‘fatwa tarbiah’ Najib ini, maka Anwar Ibrahim juga sepatutnya tidak perlu didakwa atau dihukum kerana kesalahan liwat, Anwar sepatutnya ditarbiah terlebih dahulu. Najib juga sepatutnya turun padang ke pub-pub, pusat-pusat disko, kelab-kelab malam dan banyak lagi tempat yang menghidangkan arak secara terbuka, untuk mentarbiah semua Muslim yang sedang meminum minuman syaitan itu. Jabatan Agama juga sepatutnya mentarbiah orang yang berkhalwat atau berzina, bukannya terus menangkap mereka dan mengheret mereka ke mahkamah. Undang-undang syariah justeru perlu dipinda semuanya agar memasukkan elemen tarbiah, jika telah gagal ditarbiah, maka barulah hukuman fizikal dijalankan sebagai langkah akhir!!!
Inilah padah apabila pemimpin sekular bercakap tentang Islam. Pokok pangkalnya, undang-undang Islam itu mestilah ‘dielak’ dari dilaksanakan, undang-undang kufur tidak mengapa untuk terus dilaksanakan. Najib langsung tidak faham bahawa kedudukan beliau sebagai pemerintah yang sifatnya adalah qiyan tanfizi (badan pelaksana). Proses pentarbiahan memanglah tidak dapat dipisahkan dari Islam, namun ia dilakukan sebagai sebahagian dari aspek pencegahan. Maksudnya, jika Kartika atau masyarakat ingin ditarbiahkan, hal ini perlu dilakukan sebelum terjadinya sesuatu kesalahan. Sekiranya kesalahan telah berlaku, maka aspek ‘hukuman’ (bukan lagi tarbiah) yang mesti dilaksanakan. Memang benar kita perlu mentarbiah masyarakat agar tidak berjudi, tidak mencuri, tidak minum arak dan sebagainya, namun setelah berlakunya kecurian, maka ‘jawapannya’ (hukumannya) adalah potong tangan, bukan lagi tarbiah. Kalau Najib tetap mahu tarbiah Kartika, maka tarbiahlah dia agar berhenti segera dan bertaubat dari kerjaya haramnya sebagai seorang model.
Kata-kata Najib “...rasa simpati, belas kasihan serta tarbiah merupakan intipati di dalam Islam dan itu yang diamalkan oleh junjungan besar Nabi Muhammad SAW” langsung berlawanan dengan Al-Quran dan Sunnah. Di dalam hal pelaksanaan hududullah, Allah SWT berfirman, “Dan janganlah belas kasihan (ra’fah) kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah” [TMQ an-Nur (24):2]. Hudud adalah termasuk di dalam kategori hukuman yang tidak boleh ditarik balik atau diberi pengampunan. Jika kesalahannya telah terbukti atau adanya pengakuan, maka had hendaklah dijatuhkan. Rasulullah SAW sungguh marah atas tuntutan pengampunan yang diajukan oleh Usamah terhadap seorang wanita Makhzumiyah yang mencuri, dengan sabdanya
“Sesungguhnya kehancuran umat sebelum kalian disebabkan apabila ada orang terhormat mereka mencuri, dibiarkan, akan tetapi apabila pihak yang lemah mencuri, dipotong tangannya. Demi Zat yang jiwaku berada di tanganNya, seandainya Fatimah Binti Muhammad mencuri, nescaya akan aku potong tangannya”.
Hadis ini menunjukkan bahawa langsung tiada kompromi dalam soal pelaksanaan hudud, malah Rasulullah dengan begitu tegas bersabda bahawa jika anak baginda sendiri mencuri, maka tangannya tetap akan dipotong. Justeru, apakah hak Najib menyarankan agar Kartika merayu dan menyarankan Kartika ditarbiah (bukannya dihukum)? Dari Abu Hurairah bahawa Rasulullah SAW bersabda,
“Had yang ditegakkan di muka bumi lebih baik bagi penduduk bumi daripada turunnya hujan selama 40 hari”.
Hadis yang lebih tegas diriwayatkan oleh Ibnu Umar bahawa Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa memberikan pengampunan dengan tidak melaksanakan had dari hududullah maka ia telah menjadi pembangkang perintah Allah”.
Kesalahan Meminum Arak adalah Kesalahan Had
Kesalahan meminum arak adalah termasuk dalam bab hudud. Kalimah had atau hudud ini bermakna hukuman kepada pelaku maksiat yang melanggar hak Allah. Dalam hudud, tidak ada pemaafan, baik dari hakim mahupun si pendakwa. Malah tidak ada sesiapapun boleh mengampunkannya walau pemerintah sekalipun. Ini kerana hudud merupakan hak Allah secara mutlak. Oleh itu, siapa pun tidak boleh menguggurkannya dalam apa jua bentuk dan keadaannya [Nizhamul Uqubat, Abdul Rahman Al-Maliki, hal 12]. Arak diharamkan berasaskan dalil yang qathi’e di dalam Al-Quran, As-Sunnah dan juga Ijmak Sahabat. Firman Allah,
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan...” [TMQ Al-Maidah (5):90].
Adapun uqubat (hukuman) untuk peminum arak juga telah dinyatakan dengan jelas oleh hadis Nabi SAW dan juga Ijmak Sahabat iaitu peminum arak wajib disebat sama ada 40 atau 80 kali sebatan. Imam Tarmizi mengeluarkan dari Abi Said,
“Bahawa Rasulullah SAW memukul (para peminum khamar) sebanyak 40 kali dengan pelepah kurma”.
Dalam hadis lain dari Abi Said,
“Pada masa Rasulullah SAW (peminum) khamar disebat 40 kali dengan pelepah kurma, ketika masa Umar, pelepah kurma diganti dengan cambuk”.
Dari al-Husain bin al-Mundzir bahawa Ali ra pernah mencambuk Walid bin Uqbah 40 kali kerana telah minum khamar. Kemudian ia berkata,
“Nabi SAW pernah memukul (peminum khamar) 40 kali, Abu Bakar 40 kali, Umar 80 kali, dan kesemuanya itu adalah Sunnah, namun ini (40 kali) yang paling aku sukai.” [Sahih Muslim].
Manakala bagi seorang peminum arak tegar dan telah dikenakan had (disebat) pada setiap kali minum, kemudian masih mengulanginya lagi, sekiranya pihak penguasa memandang perlu bahawa ia dibunuh, maka hal itu boleh dilaksanakannya. Dari Abu Hurairah ra, bahawa Rasulullah SAW bersabda,
“Jika ada seseorang mabuk (kerana minum arak), maka deralah ia, jika ia mengulangi, maka deralah (lagi) ia, jika mengulangi (lagi), maka deralah (lagi) ia’. Kemudian pada kali keempat, baginda bersabda, ‘Jika ia (masih) mengulangi (lagi), maka hendaklah kalian tebas batang lehernya” [Hasan Sahih: Ibnu Majah & Nasa’i].
Sesungguhnya masih banyak hadis-hadis senada lainnya yang menjelaskan jumlah sebatan sebanyak 40 atau pun 80 kali. Perlu diingat bahawa tidak boleh melakukan sebatan dengan jumlah di antara keduanya (41-79), kerana tidak ada nas yang menjelaskan atau membolehkannya.
Justeru, hukuman terhadap peminum arak adalah terlalu jelas iaitu sama ada 40 kali atau 80 kali sebatan. Tidak boleh 6 kali dan tidak ada hukuman denda. Malangnya pemimpin, ulama dan sebahagian besar dari umat Islam kini terperangkap dengan isu 6 kali sebatan dan isu penangguhan. Walhal sesungguhnya hukuman 6 kali sebatan dan denda RM5,000 yang dijatuhkan oleh Mahkamah Syariah adalah langsung tidak syari’e. Inilah isu sebenar yang patut dibincangkan oleh umat Islam (yakni) sama ada hukuman tersebut benar-benar bertepatan dengan hudud atau tidak. Dalam kes ini, jelas bahawa Mahkamah Syariah telah menjatuhkan hukuman buatan manusia (bukannya hukuman Islam) ke atas Kartika. Sebatan 6 kali adalah undang-undang ciptaan manusia, bukannya undang-undang ciptaan Allah. Jika hukuman sebatan adalah sebanyak 39 kali sekalipun, ini tetap undang-undang kufur dan ia amat jauh sekali dari Islam, kerana tidak ada nas yang menetapkannya sebanyak 39 kali. Kita tidak boleh berhujah bahawa ia menghampiri hudud kerana ia langsung bukan hududullah. Sama dengan kes zina di mana jika penzina dijatuhkan hukuman sebat 99 kali, maka ini sesungguhnya bukan hukuman Allah dan langsung jauh dari hukuman Allah, malah adalah satu bid’ah jika ia dikatakan dari Islam. Begitu juga dengan denda RM5,000. Ini adalah undang-undang ciptaan akal manusia, bukannya undang-undang yang datang dari wahyu! Sayang sekali tidak ada seorang pun yang mempertikaikan hukuman denda ini walhal ia sama sahaja statusnya dengan hukuman 6 kali sebatan, kedua-duanya adalah batil kerana bertentangan dengan nas-nas yang qath’ie.
Adapun dari aspek kaifiyat (cara) bagaimana hukuman dijalankan, hudud itu tidak dijatuhkan kecuali bagi orang yang sudah baligh dan berakal, baik lelaki atau wanita, baik muslim mahupun zimmi. Orang yang dikenakan hudud tidak ditelentang atau ditelanjangkan ketika hukuman dijatuhkan. Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Mas’ud,
“Dalam agama kami tidak ada penelentangan, pengikatan, juga tidak ada penelanjangan”.
Tidak diperkeras pukulannya, yakni tidak memperkeras sebatan, sebab yang dimaksud di sini adalah mencegah untuk mencederakannya. Pemukul juga tidak boleh mengangkat tangannya hingga terlihat ketiaknya. Hendaknya berusaha untuk memukul badan. Wajib menjaga kepala, wajah, kemaluan serta anggota badan yang boleh mematikan (bila dipukul) seperti jantung dan testis. Pemukulan terhadap organ tersebut kadang-kadang boleh mengakibatkan kematian atau melenyapkan fungsi organ tersebut. Kaum wanita diperlakukan sebagaimana lelaki akan tetapi dipukul dengan posisi duduk. Ali ra berkata,
“Perempuan dipukul dengan (posisi) duduk, (sedangkan) lelaki dengan berdiri” [Nizhamul Uqubat, Abdul Rahman Al-Maliki].
Demikianlah serba sedikit kaifiyat hukuman yang dapat diterangkan di dalam ruang yang serba terbatas ini.
Khatimah
Wahai kaum Muslimin! Tidak menjalankan hududullah merupakan satu kemaksiatan besar kepada Allah, apatah lagi jika menolak penerapannya. Celakalah bagi orang yang mempertikaikan atau menolak hudud Allah dan mereka pasti tidak akan selamat di padang Mahsyar nanti. Kes Kartika ini menjadi salah satu dari ribuan bukti bagaimana hukum Allah dicampakkan sewenang-wenangnya oleh pemimpin sekular dan menjadi bukti betapa tidak syariahnya Mahkamah Syariah. Apakah kita masih mahu membiarkan pemimpin yang rosak dan sistem yang rosak ini terus menaungi kita? Apakah kita masih tetap mahu berpeluk tubuh melihat agama Allah diperkotak-katikkan oleh golongan sekular? Bangun dan berjuanglah wahai mereka yang masih ada keimanan dan sayangkan Islam. Ayuhlah kita sama-sama berusaha mengembalikan sistem pemerintahan Islam (yakni) Sistem Khilafah, yang akan menerapkan hukum dari Kitab Allah dan Sunnah RasulNya secara kaffah.
Hizbut Tahrir Malaysia

MENGAPA DOAKU BELUM DIKABULKAN ?

Mungkin ada dari kita yang pernah bertanya-tanya dalam hati, mengapa doa yang kita panjatkan belum juga dikabulkan Allah? Atau mengapa pertolongan Allah belum datang juga, untuk mengatasi kesulitan yang sedang kita alami? Padahal kita telah sungguh-sungguh berdoa.



Ada beberapa sebab mengapa doa tidak segera dikabulkan dan ada hikmah yang terkandung didalamnya:

1. Allah SWT berfirman: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah [2] : 186). Dalam firman Allah SWT diatas, jelas sekali disebutkan, bahwa Aku mengabulkan permohonan oran gyang berdoa kepada-Ku, maka hendaklah ia memenuhi (segala perintah-Ku)….. Perhatikan ayat ini dengan seksama, dan tanyakan dengan jujur pada diri kita sendiri, sudahkan kita memenuhi segala perintah-Nya? Atau kita hanya berdoa dan mendatanginya saat kita sedang mengalami kesusahan saja? Tanyakan juga dengan jujur pada diri sendiri, kapankah kita terakhir kali berdoa dengan penuh kekhusu’ an dan benar-benar mendekatkan diri pada-Nya? Tanyakan dengan jujur pada diri sendiri, apakah saat kita dalam keadaan senang dan saat kita tidak ada masalah/kesulitan, kita berdoa dan menghadap pada-Nya, sebaik dan sesering saat kita ditimpa kesulitan? Tanyakan dengan jujur pada diri kita, seberapa banyak kita mengingat-Nya disaat kita berada dalam kelapangan/kemudahan? Sudahkah kita mengutamakan-Nya, diatas urusan dunia kita, baikd alam keadaan kita lapang atau sempit?
2. Sebab tertundanya pengabulan doa kita adalah karena kita belum memenuhi syarat-syarat diterimanya doa. Mungkin kurang khusyu’ dalam berdoa, atau dalam berdoa, kita kurang merendahkan diri dan sikap pasrah secara total kepada Allah dan mungkin waktu kita berdoa bukan waktu dikabulkannya doa atau kita
3. Mungkin karena kita belum bertobat, bertobat yang sungguh-sungguh tobat (nasuha). Atau mungkin ada makanan kita mengandung syubhat atau ada hak milik orang lain pada diri kita dan kita belum mengembalikannya. Karena itu, kita harus bertobat dengan taubat nasuha, dengan melengkapi syrat-syaratnya dan mengembalikan hak orang lain yang mungkin masih ada pada kita. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut ini: ”Hai Saad (Ibn Abi Waqash), makanlah makanan yang baik-baik niscaya engkau akan menjadi orang yang doanya dikabulkan. Dalam hadits sahih lainnya disebutkan: ”Lalu Rasulullah mengisahkan seseorang yang rambutnya acak-acakan dan berdebu, sementara tangannya menengadahkan ke langit untuk berdoa, ”Ya Allah, ya Allah”. Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram. Diberi makan dari sumber yang haram. Bagaimana doanya dikabulkan? (HR. Muslim, Tirmizi dan Ahmad)
4. Penyebab lainnya, mungkin Allah SWT sengaja menyimpan pahala dan balasan doa kita di akhirat kelak atau Allah menghilangkan keburukan dari kita. Diriwayatkan dari Ubadah bin Shamit ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda: ”Tidaklah seorang Muslim yang ada di atas bumi berdoa kepada Allah dengan suatu doa kecuali Dia pasti mengabulkan doa itu atau menghilangkan keburukan darinya selama ia tidak berdoa untuk keburukan atau memutuskan hubungan silaturahim.”. Seseorang berkata ,”Bagaimana jika kita memperbanyak doa?”. Rasulullah Saw bersabda: ”Allah lebih banyak lagi mengabulkan doanya atau menghilangkan keburukan darinya.” (HR. Tirmizi, Ahmad, Ibn Hibban)
5. Allah SWT tidak segera mengabulkan doa kita, untuk kebaikan kita sendiri. Adakalanya jika seseorang dikabulkan doanya dengan segera, mungkin dia akan lupa diri sehingga Allah menunda terkabulnya doa. Tidak sedikit orang yang di saat miskin ia seorang hamba yang takwa kepada Allah, rajin ibadahnya, namun setelah kaya ia lupa Allah dan jauh dari Allah. Ingatlah, Allah Maha mengetahui, sedangkan kita tidak. Dan Pilihan Allah untuk kita adalah pilihan yang terbaik

Berikut beberapa firman Allah SWT yang terdapat dalam Al Quran tentang doa :

1. Allah swt. berfirman: “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf [7] :55)
2. “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al Mu’min [40] : 60)
3. “Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al-Asmaaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu (doamu) dan janganlah pula merendahkannya. Dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (QS.Al-Isra’ [17] :110)
4. “Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya [21] :90)

Berikut beberapa Hadits Rasulullah saw tentang doa :

1. Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Berdoalah kepada Allah, sedangkan kalian yakin akan dikabulkan doa kalian. Ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Imam Ahmad)
2. Rasulullah saw. mengajarkan dan mengingatkan orang-orang beriman, apa-apa yang mesti mereka perhatikan dalam pelaksanaan ibadah, baik berupa ketaatan maupun sikap ikhlas, juga bersimpuh hanya kepada-Nya dengan doa, doa yang mengantarkan mereka pada petunjuk dan jalan kebaikan. Ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah doa. Bahkan ada tiga kelompok yang doanya tidak akan tertolak: “Tiga kelompok yang tidak akan ditolak do’anya: Orang yang berpuasa sampai ia berbuka. Pemimpin yang adil. Dan do’a orang yang teraniaya. Allah menyibak awan dan membuka pintu-pintu langit seraya berfirman: “Demi kemulian-Ku dan keagungan-Ku, pasti Aku tolong kamu, walau setelah beberapa waktu.” (Ahmad dan At Tirmidzi)
3. Dari Jabir ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian berdoa untuk kemadharatan diri kalian, dan jangan berdoa untuk keburukan anak-anak kalian. Jangan berdoa bagi keburukan harta-harta kalian. Janganlah kalian meminta kepada Allah di satu waktu yang diijabah Allah, padahal doa kalian membawa keburukan bagi kalian.” (HR. Imam Muslim)
4. “Doa salah seorang di antara kalian pasti dikabulkan selama tidak terburu-buru agar doanya segera dikabulkan hingga ia berkata, “Aku telah berdoa kepada Tuhanku, tetapi doaku tidak dikabulkan.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad) Di dalam hadits riwayat Muslim disebutkan: Ditanyakan,”Wahai Rasulullah, apa yang disebut dengan terburu-buru?” Rasulullah Saw bersabda,”Hamba itu berkata,”Aku berdoa dan terus berdoa, tetapi doaku tidak dikabulkan.” (HR. Muslim

Jangan berputus asa, apabila kita telah sungguh-sungguh berdoa namun belum dikabulkan juga, karena Allah telah menjamin menerima dan mengabulkan doa yang kita mohonkan sesuai dengan pilihan-Nya, bukan menurut keinginan/pilihan kita, dan mengabulkan doa pada saat/waktu yang Dia kehendaki/ tentukan, bukan pada waktu/saat yang kita kehendaki/tentukan. (Al Hikam, Ibn Athaillah)



Setelah memperhatikan semua firman Allah SWT dan hadits Rasulullah SAW diatas, mudah-mudahan sekarang ini kita bisa mengetahui dan memperkirakan apa penyebab doa kita tidak segera dikabulkan oleh Allah SWT. Cari tahu penyebabnya, dan apabila ada yang salah, segera perbaiki disertai dengan keyakinan, tetap baiksangka kepada Allah SWT dan tawakal.

Dewi Yana

http://jalandakwahbersama.wordpress.com

Hadiah Perkawinan Untuk Sahabatku

Hadiah Perkawinan Untuk Sahabatku
oleh : al-Ustadz Abu Abdirrahman bin Thayib, Lc.
Kepada Seseorang Yang Memimpikan …. ….
Kepada Seseorang Yang Merindukan …. ….
Inilah Untaian Kata-Kata Indah …. ….
Sebagai Hadiah Saudaraku Yang Kan Menikah
Nikah, sebuah kata indah nan mempesona. Dialah harapan setiap insan manusia terutama kawula muda. Dengan menikah hidupkan semakin indah dan berharga, dan terjalin cinta kasih diatas ikatan suci. Alangkah indahnya pernikahan, alangkah bahagianya mereka yang menikah, hingga pena ini rasanya tak sanggup untuk mengungkapkan dan mengukir keindahan itu diatas kertas. Tidak ada yang lebih bisa menggambarkan keindahan pernikahan ini selain Yang Maha Pencipta lagi Maha Kuasa
yang telah berfirman :
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS.Ar-Ruum : 21).
Nikah bukan hanya sekedar mewujudkan fitroh manusia yang selalu mendambakan pendamping dalam hidup ini, tapi lebih dari itu nikah adalah ibadah yang diperintahkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya :
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.” (QS.An-Nisaa’ : 3)
dan dalam firman-Nya :
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS.An-Nuur : 32).
Nikah juga merupakan perwujudan dari sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa salam :
يَا مَعشَرَ الشَبَابِ مَن استَطاعَ مِنكُم البَاءَة فَليَتَزَوَّج فَإِنَّه أَغَضُّ لَلبَصَرِ وأَحصَنُ لِلفَرجِ وَمَن لَم يَستَطِع فَعَلَيهِ بِالصَومِ فَإِنَّه لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian telah mampu untuk menikah maka menikahlah, karena dengan menikah (engkau) lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu maka hendaklah dia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya” (HR.Bukhori dan Muslim).
Menikah dapat bernilai ibadah jika diniatkan ikhlas karena Allah dan untuk menjaga diri dari fitnah syahwat, khususnya dizaman sekarang ini, dimana pornografi dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang memenuhi setiap sudut jalanan, menggoda dan membangkitkan nafsu syahwat anak adam. Terkadang ada sebagian yang sudah berjilbab (memakai kerudung) tapi masih memakai pakaian dan celana jeans yang ketat yang menggoda para pemuda, maka takutlah wahai kaum muslimah dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam :
صِنفَانِ مِن أَهلِ النَارِ لَم أَرَهُمَا , قَومٌ مَعَهُم سِيَاطٌ كَأَذنَابِ البَقَر يَضرِبُون بِهَا النَاسَ , وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ , مُمِيلاتُ مائِلاتُ , رُؤُوسُهُنَّ كَأَسنِمَةِ البُختِ المَائِلَة , لا يَدخُلنَ الجَنّة , وَلا يَجِدنَ رِيحَها , وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِن مَسِيرَةِ كَذَا و َكَذَا
“Dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihat keduanya, 1. Sekelompok orang yang memegang cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya 2. Perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang, berjalan berlenggak lenggok menjerumuskan (manusia kejurang kenistaan-pent), rambutnya seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal bau surga tercium pada jarak demikian dan demikian” (HR.Muslim).
Imam Nawawi rahimahullahu menjelaskan arti ‘berpakaian tapi telanjang’ dengan ucapan beliau : (Mereka menutup sebagian badannya dan membuka sebagian yang lainnya dalam rangka memamerkan (keindahan) tubuhnya. Bisa juga maknanya adalah dia memakai pakaian yang tipis dan menerawang hingga terlihat warna kulit tubuhnya) (Syarah Shohih Muslim 14/336).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda :
َاتَّقُوا الدُنيَا واتَّقُوا النِسَاءَ فَإِنَّ فِتنَةَ بَنِي إِسرَائيل كانت في النساء
“Berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan berhati-hatilah kalian terhadap wanita, karena fitnah pertama kali yang menimpa Bani israil adalah wanita“ (HR.Muslim)
Dan bagi mereka yang ingin menikah, hendaknya memilih calon istri yang sholehah, yang mengerti ilmu agama dan taat menjalankan ibadah, agar dia dapat hidup berbahagia didunia dan diakherat bersamanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
تُنكَحُ المَرأَةُ لأَربَعٍ لِمَالِهَا وَحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَدِينِهَا فَاظفَر بِذَات الدِينِ تَرِبَت يَدَاكَ
“Perempuan itu dinikahi karena 4 hal : karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka carilah yang agamanya baik maka engkau akan beruntung “ (HR.Bukhori dan Muslim).
Beliau juga bersabda :
الدُنيَا كُلُّهَا مَتَاعٌ وَخَيرُ مَتَاعِ الدُنيَا المَرأَةُ الصَالِحَةُ
“Dunia ini semuanya adalah perhiasan dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita sholehah“ (HR.Muslim).
Terlebih lagi istri adalah pendidik anak-anak kita, kalau dia baik agamanya maka –insya Allah- akan baik generasi islam ini, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair :
الأُمُّ مَدرَسَة إِذَا أَعدَدتَهَا أَعدَدتَ شَعبًا طَيبَ الأَعرَاق
Ibu adalah sekolah, jika engkau menyiapkannya
Berarti engkau telah menyiapkan generasi yang baik dan tangguh
Dan islam memberikan kesempatan bagi siapa saja yang ingin menikahi seorang perempuan untuk melihatnya terlebih dahulu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “Apabila seseorang sudah ada keinginan untuk melamar seorang perempuan maka dibolehkan baginya untuk melihatnya“ (Ash-Shohihah 98).
Tapi islam melarang kaum muslimin dari jalan-jalan syaitan dan dari jembatan menuju perzinaan yang diistilahkan dengan pacaran sebelum pernikahan. Allah ta’ala berfirman :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS.Al-Isro’ : 32).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “Tidaklah seorang lelaki bersepi-sepian (berduaan) dengan seorang perempuan melainkan setan yang ketiganya“ (HSR.Tirmidzi).
Kemudian bagi mereka yang telah mengikrarkan akad nikah untuk membangun sebuah rumah tangga, hendaknya mengokohkan bangunan rumah tangganya tersebut dengan hal-hal berikut ini :
1- Iman dan taqwa kepada Allah ta’ala
Allahlah dzat yang mengikatkan tali cinta kasih antara dua sejoli. Allah ta’ala berfirman :
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.Al-Anfal : 62).
Hati terkadang cinta dan terkadang benci, karena memang hati manusia ada diantara dua jemari Allah ta’ala, Dialah yang membolak-balik kan hati ini. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
إِنَّّ قُلُوبَ بَنِي آدَم كُلُّهَا بَينَ أُصبُعَينِ مِن أَصَابِعِ الرَحمَنِ كَقَلبٍ وَاحِدٍ يَصرِفُهُ حَيثُ شَاءَ
“Sesungguhnya hati anak Adam semuanya ada diantara dua jemari dari jemari-jemari Allah seperti satu hati, Dialah yang mengaturnya sesuai dengan kehendak-Nya” (HR.Muslim)
Oleh karena itu, hendaknya suami-istri mempererat hubungannya dengan Allah ta’ala dengan memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada-Nya dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Terlebih lagi, bahtera rumah tangga tidak semulus yang dikira, badai dan gelombang, duri dan kerikil-kerikil tajam kan selalu menghadang. Selama manusia hidup didunia ini tak ada yang kekal abadi, semuanya kan silih berganti bak malam dan siang hari. Kebahagiaan dan kesengsaran, kesenangan dan kesedihan, suka dan duka, menangis dan tertawa bak dua sejoli yang tak kan terpisah selama manusia hidup di dunia ini. Allah ta’ala berfirman :
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
” Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia“ (QS.Ali Imron :140).
Seorang penyair berkata :
لِكُلِّ شَىءٍ إذَا مَاتَمَّ نُقصَانُ فَلا يُغَرَّ بِطِيبِ العَيشِ إِنسَانُ
هِيَ الأُمُورُ كَمَا شَاهَدَتهَا دُوَلٌ مَن سَرَّهُ زَمَنٌ سَاءَتهُ أَزمَانُ
وَهَذِهِ الدَارُ لا تَبقَى عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَدُومُ عَلَى حَالٍ لَها شَانُ
Segala sesuatu apabila telah sampai kepada puncaknya dia akan turun
Oleh karena itu, janganlah manusia ini tertipu dengan keindahan dunia
Hal ini sebagaimana yang telah disaksikan oleh setiap bangsa
Barangsiapa yang hari ini senang, hari-hari berikutnya dia akan susah
Dunia ini tidak pernah kekal abadi bagi semua orang
Dan tidak akan tetap manusia ini pada satu keadaan
Maka dari itu, bagaimanapun tingginya martabat seseorang pasti dia membutuhkan pertolongan Dzat Yang Maha Kuasa lagi Maha Mulia untuk menghilangkan musibah atau duka yang dialaminya. Dialah (Allah) satu-satunya yang dapat mendatangkan manfaat dan madhorot, yang dapat mengabulkan permohonan hamba-Nya jika dia memohon kepada-Nya, dan yang dapat menghilangkan kesulitan dan kesempitan hidup hamba-hamba-Nya. Allah ta’ala berfirman :
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (do`a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo`a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya).” (QS.An-Naml : 62).
Tidak ada satu makhluk pun yang bisa menghilangkan kesusahan atau madhorot yang menimpa manusia, baik dia itu seorang wali, sunan, tuan guru maupun seorang Nabi atau malaikat. Allah ta’ala berfirman :
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS.Al-A’roof : 188)
Maka bertaqwalah -wahai manusia- kepada Allah pasti Dia akan selalu menolongmu. Allah ta’ala berfirman :
ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا(2)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.” (QS.Ath-Tholaq : 2-3)
Diantara bentuk ketakwaan suami istri dalam mempererat serta mengokohkan rumah tangga adalah dengan saling nasehat menasehati untuk menjalankan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam. Lihat dan renungkanlah betapa indah dan harmonisnya rumah tangga yang dibangun diatas Al-Qur’an dan sunnah serta metode para sahabat –rodhiyallahu anhum- yang telah digambarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dalam haditsnya : “Allah merahmati seorang suami yang bangun pada malam hari untuk melaksanakan shalat (malam/tahajjud) lalu dia juga membangunkan istrinya hingga shalat. Jika istrinya enggan untuk bangun dia percikan air kewajahnya. Dan Allah merahmati seorang istri yang bangun dimalam hari untuk melaksanakan shalat (malam/tahajjud) lalu dia membangunkan suaminya hingga shalat. Jika suaminya enggan untuk bangun dia percikan air kewajahnya“ (HR.Ahmad, Nasai, dan Ibnu Majah dan derajatnya hasan shohih).
Sesungguhnya ikatan dan hubungan suami istri bukan hanya hubungan nafsu syahwat yang berakhir didunia ini. Tapi lebih dari itu, hubungan suami istri adalah hubungan ruh yang masih akan berlanjut sampai disurga kelak (jika memang keduanya beriman dan bertakwa kepada Allah). Allah ta’ala berfirman :
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ ءَابَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ
“(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya” (QS.Ar-Ro’du : 23)
2- Muamalah yang baik antara suami istri
Sesungguhnya diantara hal-hal yang bisa menjaga kerukunan dan keharmonisan rumah tangga adalah muamalah yang baik antara suami istri. Dan hal tersebut tidak bisa terwujud melainkan dengan keduanya mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Dan yang perlu diketahui oleh suami dan istri bahwa tidak ada yang sempurna didunia ini, setiap mereka punya kelebihan dan kekurangan. Adapun mencari pasangan yang sempurna maka ini hanya khayalan yang mustahil untuk digapai dan didapatkan.
A- Tugas suami dalam menjaga keutuhan rumah tangga
Seorang suami yang memiliki akal pikiran cemerlang dan baik akan selalu menerima kekurangan istrinya dengan lapang dada. Suami adalah pemimpin rumah tangga, dia hendaknya memiliki kesabaran yang lebih dibandingkan seorang istri. Dan hendaknya seorang suami mengetahui bahwa wanita itu lemah akal dan agamanya. Jika seorang istri selalu diminta untuk sempurna dalam segala hal, tidaklah mungkin dia bisa memenuhinya.
Berlebihan dalam mendidik dan meminta kepada istri akan mengakibatkan kerentakan dalam rumah tangga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “Nasehatilah kaum wanita (para istri) dengan baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk dan sebengkok-bengkoknya tulang rusuk adalah yang diatas. Jika engkau ingin meluruskannya maka bisa jadi engkau akan mematahkannya dan jika engkau biarkan mereka, mereka akan senantiasa dalam keadaan bengkok. Nasehatilah kaum wanita dengan baik“ (HR.Bukhori dan Muslim) Kebengkokan (banyaknya kelemahan dan kekurangan) seorang istri termasuk tabiat mereka, maka mereka harus diperlakukan dengan penuh kesabaran.
Seorang suami tidak selayaknya untuk terus mengungkit-ungkit perasaan kesal dan sedih dalam rumah tangganya (istrinya). Tapi hendaknya dia memalingkan wajahnya dari aib-aib yang ada dalam diri istrinya dan mengingat kelebihan-kelebihan yang ada padanya. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
لاَ يَفرَك مُؤمِنٌ مُؤمِنَةً إِن كَرِه مِنهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنهَا آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin (suami) membenci mukminah (istri). Jika dia membenci sebagian perangainya hendaklah dia ridho (ingat) kebaikan-kebaikannya yang lain” (HR.Muslim)
Hendaknya seorang suami menasehati sang istri dengan penuh kelemah lembutan, dan tidak diperbolehkan untuk membiarkan istri dengan kelemahannya tersebut masuk kejurang kemaksiatan. Allah Ta’ala berfirman :
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Dan bergaullah dengan mereka secara baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS.An-Nisa’ : 19)
Bagaimana mungkin akan terwujud keluarga sakinah (tentram), mawaddah (kasih) dan rohmah (sayang) ? jika kepala rumah tangga berperangai kasar dan keras serta selalu sempit hati dan pandangannya, selalu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, mudah marah dan sulit memaafkan, jika masuk rumah selalu berlagak sombong dan jika keluar rumah selalu berburuk sangka kepada istrinya.
Kebahagiaan dan muamalah yang baik tidak bisa diwujudkan melainkan dengan sikap lemah lembut dan jauh dari prasangka-prasangka buruk yang tidak ada buktinya. Kecemburuan terkadang membawa seorang suami kepada buruk sangka dan mencari-cari kesalahan, sehingga bisa merusak kehidupan rumah tangganya. Allah ta’ala berfirman :
وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ
“Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka” (QS.Ath-Tholaq : 6).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda :
خَيرُكم خَيرُكم لأَهلِهِ وأَنَا خَيرُكم لأَهلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya (istrinya) dan aku adalah sebaik-baik kalian bagi keluargaku”(HSR.Tirmidzi dan Ibnu Majah)
B- Tugas seorang istri dalam menjaga keutuhan rumah tangga
Seorang istri (sholehah) hendaklah mengetahui bahwa kebahagiaan, mawaddah dan rohmah tidak akan bisa digapai (dalam rumah tangga) melainkan ketika dirinya menjaga kesucian diri dan agamanya, dia mengetahui hak dan kewajibannya serta tidak melampaui batasannya, dan dia selalu mentaati suaminya yang merupakan pemimpin, pemberi nafkah dan pelindung dalam rumah tangganya. Taat kepada suami (dalam hal yang tidak menyelisihi syariat) adalah kewajiban bagi seorang istri, demikian juga dengan menjaga amanah dan harta sang suami.
Seorang istri yang sholehah adalah yang menekuni pekerjaan rumahnya, menjadi seorang istri yang baik bagi suaminya dan ibu yang baik bagi anak-anaknya. Dia mensyukuri segala kebaikan suaminya dan tidak mengingkarinya, karena nabi telah bersabda : “Aku diperlihatkan neraka, dan aku lihat kebanyakan penghuninya adalah wanita, (karena) mereka banyak kufur (mengingkari)”. Lalu beliau ditanya : “apakah mereka kufur kepada Allah?” Nabi menjawab : “tidak, tapi mereka mengingkari (kebaikan) suaminya. Seandainya engkau berbuat baik kepadanya seumur hidupmu kemudian dia melihat sedikit saja dari kesalahanmu maka dia akan berkata : “Aku tidak pernah sedikitpun melihat kebaikanmu“ (HR.Bukhori)
Maka haruslah ada saling pengertian dan saling memaafkan, dan tidak boleh bagi seorang istri untuk menyakiti hati suaminya dikala ada dihadapannya dan tidak boleh mengkhianatinya dikala dia sedang berpergian. Dengan inilah akan tercipta saling merindukan dan meridhoi, serta terwujud rumah tangga sakinah mawaddah dan rohmah. Dari sinilah akan muncul generasi muslim yang istiqomah dijalan Allah yang tidak pernah mendengar persengketaan antara orang tua atau keretakan dalam keluarga.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS.Al-Furqon : 74).
Seorang penyair mengatakan :
لَيسَ الفَتَاةُ بِمَالِهَا وَجَمَالِهَ ا كَلا وَلا بِمفَاخر الآبَاء
لكِنَّهَا بِعَفَافِها وَبِطهرِها وَصَلاحِها للزَوجِ والأَبنَاء
وَقِيَامِها بِشُؤُونِ مَنزِلِها وَاَن تَرعَاك في السَرَّاءِ والضَرَّاء
Perempuan itu bukanlah dilihat dari harta dan kecantikannya
Sekali-kali bukan itu, begitu juga tidak dilihat dari silsilah nenek moyangnya
Tapi perempuan itu dilihat dari kesucian dan agamanya
Dan (dilihat) dari kebaikannya kepada suami dan anak-anaknya
Serta (dilihat) dari ketekunanya dalam menjalankan tugas rumahnya
Dan dia selalu menemanimu dikala suka dan duka
INILAH KADO DAN HADIAH UNTUK PERNIKAHANMU… WAHAI SOBATKU
SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU…
Barangsiapa yang telah menikah berarti dia telah menjalankan separoh agamanya, maka bertaqwalah kepada Allah untuk mencapai separohnya lagi
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيكَ وَجَمَعَ بَينَكُما في خَيرٍ
sumber; http://abumuadz.wordpress.com.../
www.abusalma.wordpress.com...

kumpulan nasehat bagi wanita muslimah

kumpulan nasehat bagi wanita muslimah - nasihat bagi perempuan islam - renungan bagi akhwat -
-----------
Jangan Menyerah Saudariku!
Sumber artikel:http://www.muslimah.or.id...
Penulis: Ummu Hafidz
Muroja’ah: Ustadz Subhan Khadafi, Lc.
Pusing! itulah yang ada di kepala Ida (bukan nama sebenarnya). Sepertinya ‘tuntutan hidup’ mengharuskan dia bekerja, yang itu berarti dia harus bercampur baur dengan para pria. Ya Allah, kuatkanlah imannya dan berikan sifat istiqomah dalam menjalankan ketaatan kepada-Mu. Aamiin.
Sebuah tuntutan dari orang yang telah membiayai pendidikan (kuliah), baik itu orang tua, kakak, paman, bibi, atau yang lainnya adalah sebuah kewajaran ketika mereka merasa bahwa ‘tugas’ mereka menyekolahkan seorang anak telah selesai. Lalu, apakah setiap tuntutan itu harus dipenuhi? Lalu kemudian teringat sebuah hadits dari Rasulullah sholallahu’alaihiwassalam yang maknanya adalah sebuah kebaikan dibalas dengan kebaikan yang serupa, dan bila tidak mampu maka dengan mendoakannya (HR. Baihaqi). Berbagai pikiran mungkin berkecamuk di benak, “Entah telah berapa puluh juta yang mereka telah keluarkan untuk membiayai kuliahku, tapi entah berapa yang bisa kubalas, atau entah apakah sebanding yang kudapat sekarang dengan yang mereka korbankan”. Di samping tuntutan dari orang-orang di belakang layar selama proses menempuh perkuliahan, masih pula dikejar-kejar oleh kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi. Dan biaya-biaya tak terduga yang pada intinya akan mengurangi ‘bekal’ yang masih tersisa. Seakan-akan semua keadaan itu berteriak bersama-sama, “Kerja! kerja! kerja!”, “Cari yang bergaji wah!”, “Pendekkan saja jilbabmu, tidak apa-apa, biar cepat mendapatkan kerja!”, “Lepas cadarmu, tidak ada yang mau menerima wanita seperti dirimu”, “Jangan cuma kerja yang begitu!”. Dan bisikan-bisikan hawa nafsu yang setiap orang pasti memilikinya, dan tidaklah hawa nafsu itu melainkan mengajak pada keburukan.
Saudariku, kuatkan imanmu!
Dimana pelajaran tauhid yang selama ini telah engkau pelajari? Dan kemanakah perginya konsekuensi dari pengenalan nama dan sifat Allah Ta’ala yang telah engkau ketahui? Engkau mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa dan Maha Kaya. Engkau telah mengetahui bahwa Allah Ta’ala telah mengatur seluruhnya dan tertulis dalam kitab Lauh Mahfuz. Jauh, jauh sebelum engkau diciptakan. Segala ketentuannya tak dapat dirubah. Namun, engkau adalah manusia yang menjalankan dengan berbagai pilihan. Dan engkau akan dimudahkan pada setiap takdir yang telah ditentukan. Dari pengenalanmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, engkau mengetahui, bahwa rezeki, kehidupan yang baik dan buruk, seluruhnya telah ditentukan. Maka, berdoalah! Dan bersabarlah! Serta bersyukurlah dengan keadaanmu sekarang.
…Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Al Imraan [3]: 145)
Engkau tidak dapat mengejar tujuan hidup berupa kekayaan. Dan engkau -seharusnya- tidak menanggalkan pakaian ketakwaan. Kekayaan telah ditentukan. Nikmat Islam telah diberikan. Keadaan yang diberikan kepadamu sekarang, insya Allah adalah lebih baik dari yang lain atau yang sebelumnya. Jika engkau masih memikirkan, antara keinginan yang kuat untuk tetap bertahan dalam ketaatan menjalankan syari’at, maka bersyukurlah! Karena itu adalah keadaan yang lebih baik untuk dirimu. Bandingkanlah dengan keadaan mereka yang tidak perlu bersusah payah mempertimbangkan itu semua. Dan dengan mudahnya mereka jatuh dalam gelimang dosa. Dan salah satu cara untuk mewujudkan rasa syukurmu adalah dengan lebih menjalankan ketaatan kepada-Nya. Perhatikanlah firman Allah ta’ala kepada orang-orang yang telah diberikan nikmat.
…Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Al A’raaf [7]: 69)
Nikmat yang engkau rasakan dalam menjalankan ketaatan dalam agama Islam adalah jauh lebih baik dari dunia dan segala isinya. Tidak semua orang Islam dapat merasakan ini. Karena terdapat dua nikmat dalam Islam. Nikmat karena telah beragama Islam (ni’mat lil islam) dan nikmat dalam Islam itu sendiri (ni’mat fil islam). Tidak semua orang Islam mendapatkan nikmat untuk menjalankan ketundukan pada syari’at yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan telah dijelaskan oleh Nabi kita Muhammad sholallahu ‘alaihi wa sallam.
Ya! Baiklah! Masih berkutat di pikiranmu. Bagaimana dengan kebutuhan hidupku?! Bagaimana dengan balas jasaku? Allahumma… semoga Allah memudahkan jalanmu saudariku. Tidakkah engkau ingat bahwa masing-masing telah ditentukan rezekinya. Bahkan sampai binatang yang cacat sekalipun, yang ia tidak dapat mencari makanan sendiri atau mangsa sendiri. Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji pada hamba-hamba-Nya lewat firman-Nya (dan sungguh janji Allah Ta’ala adalah benar adanya)
…Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. At Thalaq [65]: 2)
Dan ayat ini sejalan dengan sabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam ketika memberikan jalan bagi seorang muslim dalam menghadapi kehidupan di dunia dimana seorang makhluk memiliki berbagai kebutuhan,
Sekiranya kalian bertawwakal kepada Allah secara benar maka Dia akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberi rezeki pada burung. Mereka berangkat pada waktu pagi dalam keadaan sangat lapar dan pulang dalam keadaan sangat kenyang. (Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi, Nasai, Ibn Majah, Ibn Hibban, dan Hakim. Tirmidzi berkata, hadist ini hasan shohih)
Saudariku… burung tersebut tentu tidak memastikan bahwa setiap bulannya harus mendapatkan makanan sekian dan sekian. Namun ia berusaha untuk mendapatkan apa yang dia butuhkan dan mendapatkan rezeki dari Allah Subhanhu wa Ta’ala. Maka bersyukur adalah yang lebih layak engkau lakukan dan dengan demikian maka akan terwujud sikap qona’ah dalam hatimu.
Syaitan menjanjikan kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan, sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengatahui. (Al-Baqoroh [2]: 268)
Lalu, bagaimana dengan balas jasaku? Maka dengan menjalankan keta’atan kepada Allah, engkau memberikan balasan yang insya Allah jauh lebih besar manfaatnya untuk mereka di akherat nanti. Mengapa? Perhatikan hadits dari Rasulullah sholAllahu’alaihiwassalam berikut ini (yang secara makna artinya) “Tidak ada ketaatan pada makhluk dalam hal kemaksiatan pada Allah.”
Dan dari Abu Huroiroh rodhiallahu’anhu Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia menanggung dosanya dan juga menanggung dosa orang-orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka. (HR. Muslim)
Maka jika engkau mengikuti mereka dalam sebuah hal yang dapat menjerumuskanmu dalam kemaksiatan, maka ketahuilah saudariku, engkau juga telah memberikan dosa-dosa yang semisal kepada mereka. Wal’iyyadzubillah. Dan berpuluh-puluh juta yang telah mereka korbankan untukmu agar engkau pada akhirnya menjalankan sebuah kemaksiatan tidak akan memberi manfaat sedikitpun di akherat nanti dan justru yang terjadi adalah sebaliknya, mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas segala amal perbuatannya. Maka, janganlah ukur segala sesuatu dengan materi keduniaan. Karena ada kehidupan yang jauh lebih patut untuk dipikirkan dan dipersiapkan.
Pesan terakhir yang paling baik adalah kalimat dari manusia terbaik yaitu Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam, dari Abu Sa’id Al-Khudry rodhiallahu’anhu, dia berkata. ‘Aku memasuki tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku merasakan panas di tanganku di atas selimut. Lalu aku berkata. ‘Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada dirimu’. Beliau berkata: ‘Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami’. Aku bertanya. ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya ? Beliau menjawab: ‘Para nabi. Aku bertanya. ‘Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi? Beliau menjawab: ‘Kemudian orang-orang shalih. Sungguh salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang diantara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang dia himpun. Dan, sungguh salah seorang diantara mereka merasa senang karena cobaan, sebagaimana salah seorang diantara kamu yang senang karena kemewahan’. (HR. Ibnu Majah, Al-Hakim, di shahihkan Adz-Dzahaby)
Jangan menyerah saudariku!
Rezeki yang kau butuhkan,
tidak hanya bertumpuk pada hiruk pikuk perkantoran.
Tidak hanya terkumpul pada tempat yang memudahkanmu menjalankan kemaksiatan.
Balas jasamu tidak sekedar materi keduniaan.
Sebuah do’a dan amal sholeh lebih dapat menghindarkan mereka dari kehinaan.
Insya Allah.
Semoga Allah memudahkanmu dalam ketaatan.
Dan memberikan yang lebih baik, yaitu manisnya iman.
Sebuah nasihat bagi diriku dan ukhtifillah…
www.muslim.or.id...
=
kumpulan nasehat bagi wanita muslimah - nasihat bagi perempuan islam - renungan bagi akhwat -

Manakah yang lebih utama, menekuni ilmu ataukah terjun ke medan jihad di jalan Allah?

Nasihat Syaikh Utsaimin: Manakah yang Lebih Utama?
Penyusun/penerjemah: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Para pembaca yang budiman semoga Allah merahmati saya dan anda semua. Dalam menghadapi realita yang ada terkadang kita dihadapkan kepada dua pilihan yang terasa sulit untuk ditentukan. Melakukan ini ataukah yang itu. Apabila pilihan yang satu diambil maka ada perkara penting dan maslahat yang luput dari kita. Namun sebaliknya, apabila kita meninggalkannya kita juga akan kehilangan sesuatu yang tidak kalah pentingnya dan bahkan mungkin bisa jadi lebih banyak mengundang pahala. Nah, diantara segepok persoalan yang dihadapi oleh umat ini kami ingin mengangkat dua permasalahan yang akhir-akhir ini mulai banyak diabaikan oleh orang. Masalah pertama terkait dengan jihad di medan perang membela agama Allah. Sedangkan masalah kedua terkait dengan keberadaan orang-orang yang shalih di daerah yang subur dengan kemaksiatan dan kejahatan. Disamping itu ada sebuah pelajaran dakwah yang sangat berharga yang disampaikan Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin untuk kita semua. Sudah seyogyanya kita merenungkan dan mengambil pelajaran dari nasihat beliau rahimahullahu wa askanahu fil jannah (semoga Allah merahmatinya dan menempatkannya di dalam surga). Selamat menyimak.
MASALAH PERTAMA:
Manakah yang lebih utama, menekuni ilmu ataukah terjun ke medan jihad di jalan Allah?
Ketika menjawab pertanyaan ini Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Adapun ilmu karena keberadaannya sebagai ilmu maka dia itu lebih utama daripada berjihad di jalan Allah. Karena seluruh umat manusia senantiasa memerlukan ilmu. Sehingga Imam Ahmad pun mengatakan, “Ilmu itu tidak akan bisa ditandingi oleh apapun, yaitu bagi orang yang niatnya benar.” Selain itu hukum jihad tidaklah mungkin menjadi sesuatu yang wajib ‘ain secara terus menerus. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan tidak selayaknya orang-orang yang beriman itu pergi berjihad semuanya.” (QS. At Taubah: 22). Seandainya hukumnya adalah fardhu ‘ain maka niscaya dia akan menjadi kewajiban yang ditanggung oleh setiap komponen umat Islam. “Karena seharusnya ada sekelompok orang dari setiap kaum.” (QS. At Taubah: 122) artinya hendaknya ada sebagian orang yang tetap tinggal, “Dalam rangka mendalami ilmu agama, dan juga agar mereka bisa memberikan peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali (dari berjihad), supaya mereka berhati-hati.” (QS. At Taubah: 122)”
“Meskipun demikian hukum ini berbeda-beda penerapannya tergantung dengan individu pelakunya dan keadaan waktu yang dialami. Sehingga bisa jadi kepada seseorang kita katakan bahwa yang lebih utama bagi anda adalah berjihad. Dan kepada orang lain kita katakan bahwa yang lebih utama bagi anda adalah menekuni ilmu. Apabila dia tergolong orang yang gagah berani dan kuat serta penuh semangat dan kurang begitu cerdas maka maka amal yang lebih utama baginya adalah berjihad karena itulah yang lebih cocok baginya. Sedangkan apabila ternyata dia adalah seseorang yang cerdas dan kuat hafalannya serta memiliki kekuatan dalam berargumentasi maka amal yang lebih utama baginya adalah menekuni ilmu. Hal ini apabila ditinjau dari sisi pelakunya. Adapun apabila dilihat dari sisi waktu, maka apabila kita berada pada masa dimana para ulama saat itu jumlahnya sudah banyak sementara kawasan perbatasan sangat membutuhkan para penjaga garis perbatasan maka ketika itu yang lebih utama adalah terjun ke medan jihad. Adapun apabila kita berada pada suatu masa dimana saat itu begitu banyak kebodohan dan kebid’ahan yang banyak bertebaran dan mencuat ke permukaan di tengah-tengah masyarakat maka ketika itu yang lebih utama adalah menekuni ilmu. Dengan demikian di sana terdapat tiga perkara yang harus diperhatikan baik-baik oleh para penuntut ilmu, yaitu:
Pertama, berbagai kebid’ahan yang sudah mulai menampakkan kejelekan-kejelekannya.
Kedua, fatwa yang dikeluarkan tanpa ilmu.
Ketiga, terjadinya perdebatan dalam banyak masalah yang tidak berlandaskan ilmu.
Dan apabila ternyata tidak bisa ditemukan alasan lain yang bisa menguatkan mana yang lebih baik maka menekuni ilmu itulah yang lebih utama.” (Syarah Arba’in, hal. 16)
MASALAH KEDUA:
Manakah yang lebih utama, berhijrah ataukah tinggal di negeri fasik?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah ketika menanggapi pertanyaan tentang hukum hijrah wajib ataukah sunnah maka beliau mengatakan, “Dalam hal ini ada perincian. Apabila seseorang sanggup menampakkan agamanya dan memperlihatkannya secara terang-terangan serta tidak ada penghalang yang menghambatnya untuk itu, maka dalam kondisi ini hijrah hukumnya sunnah baginya. Adapun apabila ternyata dia tidak sanggup (menampakkan agamanya) maka berhijrah hukumnya wajib, dan inilah batasan untuk membedakan antara yang sunnah dengan yang wajib. Hukum tersebut berlaku apabila negeri tersebut adalah negeri kafir. Adapun di negeri fasik yaitu suatu negeri yang kefasikan dilakukan secara terang-terangan dan dipertontonkan, maka kami katakan kepadanya; apabila seseorang merasa khawatir terhadap keselamatan dirinya dari ikut terjerumus dalam kemaksiatan yang banyak dilakukan oleh penduduk negeri tersebut maka dalam kondisi ini hukum hijrah adalah wajib baginya. Apabila dia tidak khawatir atas hal itu maka hukum hijrah tidak sampai derajat wajib baginya.”
“Bahkan bisa saja kami katakan bahwa apabila dengan keberadaannya di sana memberikan maslahat dan upaya perbaikan maka hukum tinggal di sana baginya adalah wajib karena kebutuhan penduduk negeri tersebut kepadanya dalam rangka menegakkan perbaikan, menggalakkan amar ma’ruf dan nahi munkar. Dan sungguh aneh ada sebagian orang yang sengaja meninggalkan negeri Islam (mungkin maksud beliau negeri Islam yang kefasikan banyak bertebaran, pent) dan justru berpindah ke negeri kafir. Sebab apabila orang-orang yang mampu melakukan perbaikan pergi dari sana lalu siapakah yang akan tetap tinggal untuk mendakwahi orang-orang yang gemar berbuat kerusakan dan kemaksiatan itu. Bahkan terkadang kondisi negeri itu akan lebih bertambah parah gara-gara sedikitnya jumlah orang yang melakukan perbaikan dan banyaknya jumlah orang yang melakukan kerusakan dan kemaksiatan. Namun apabila dia masih mau tinggal dan menjalankan dakwah ilallah sesuai dengan keadaannya maka tentunya kelak dia akan sanggup memperbaiki orang-orang lain. Dan orang yang diajaknya itu juga akan mengajak orang lainnya lagi kepada kebaikan sampai pada suatu saat orang-orang yang tinggal di situ akan menjadi baik berkat dakwah mereka.”
“Apabila mayoritas orang sudah baik maka secara umum orang-orang yang menduduki tampuk pemerintahan pun akan ikut menjadi baik meskipun hal itu terjadi dengan jalan tekanan atau keterpaksaan. Akan tetapi ada satu permasalahan yang justru memperburuk keadaan ini. Dan sungguh menyedihkan, ternyata sumbernya adalah orang-orang shalih itu sendiri. Kalian dapatkan orang-orang shalih itu justru bergolong-golongan, berpecah belah serta tercerai berai kesatuan mereka hanya karena perselisihan dalam beberapa persoalan hukum agama yang perbedaan pendapat masih dimaafkan di dalamnya, inilah yang terjadi sebenarnya. Terlebih lagi di negeri-negeri yang ajaran Islam belum bisa diterapkan secara sempurna dan menyeluruh. Sehingga terkadang mereka terjerumus dalam sikap saling memusuhi, saling membenci dan saling memboikot hanya gara-gara permasalahan mengangkat tangan ketika shalat (i’tidal). Saya akan menceritakan kepada kalian sebuah kisah nyata yang saya alami sendiri ketika berada di Mina. Pada suatu hari, seorang direktur bimbingan haji datang menemui saya bersama dengan dua rombongan jama’ah haji berkebangsaan Afrika dimana salah satu dari mereka mengkafirkan yang lainnya. Lalu apakah yang menjadi alasannya?? Maka sang direktur menceritakan; salah satu diantara keduanya mengatakan bahwa amal yang sunnah dilakukan oleh orang yang sedang shalat ketika berdiri (i’tidal) adalah meletakkan kedua tangannya di atas dada. Sedangkan orang yang satunya mengatakan yang sunnah itu adalah membiarkan kedua tangan terjulur ke bawah. Padahal permasalahan ini adalah perkara hukum cabang yang mudah dan bukan tergolong masalah fundamental dan furu’ (saya tidak paham apa maksud penambahan kata furu’ oleh Syaikh di sini, pent). Mereka (rombongan yang satunya) membantah orang itu seraya mengatakan; ‘Ah, bukan demikian. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Barangsiapa yang membenci sunnahku maka dia bukan termasuk golonganku.” Dan ini merupakan kekafiran yang Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai berlepas diri darinya.’ Maka berdasarkan pemahaman yang keliru inilah rombongan yang satu mengkafirkan rombongan yang lainnya.”
“Namun catatan terpenting (dari kisah ini) adalah sebagian penyeru kebaikan di negeri-negeri yang ajaran Islamnya belum kokoh terpatri di masyarakat justru terjatuh dalam tindakan saling mencap ahli bid’ah dan tukang maksiat kepada sesama saudaranya. Kalau saja mereka mau bersatu padu dan kalaupun tetap berbeda pendapat namun dada mereka tetap merasa lapang terhadap adanya perselisihan yang memang masih diperkenankan dan mereka itu tetap berada dalam sebuah kesatuan maka niscaya kondisi umat pun akan semakin bertambah baik. Akan tetapi bagaimana apabila ternyata ummat justru melihat orang-orang yang berupaya memperbaiki keadaan dan berjalan di atas garis istiqamah ini malah menyuburkan rasa dengki dan perselisihan dalam berbagai persoalan agama di antara sesama mereka, maka niscaya umat akan berbalik meninggalkan mereka beserta kebaikan dan petunjuk yang mereka bawa. Bahkan bisa jadi hal itu menyebabkan mereka berbalik kepada keburukan lagi (alias futur, pent), dan inilah kenyataan yang terjadi, wal ‘iyaadzu billaah. Sehingga andapun bisa melihat, ada seorang pemuda yang baru saja menempuh jalan keistiqamahan dengan anggapan di dalam dirinya bahwa ajaran agama itu penuh dengan kebaikan, petunjuk, kelapangan dada dan membuahkan ketenangan hati kemudian dia melihat realita perselisihan, pertentangan, kebencian dan permusuhan yang terjadi diantara orang-orang yang istiqamah maka akhirnya diapun memilih untuk meninggalkan jalur keistiqamahan gara-gara dia tidak berhasil menemukan apa yang dia cari. Kesimpulannya, hukum hijrah dari negeri kafir tidaklah sama dengan hukum hijrah dari negeri fasik. Sehingga terkadang bisa dikatakan kepada seseorang; bersabarlah dan harapkanlah pahala (tidak usah pergi) apalagi jika ternyata anda adalah orang yang sanggup melakukan upaya perbaikan. Dan bahkan bisa jadi dikatakan kepadanya bahwa sebenarnya hukum berhijrah bagimu adalah haram.” (Syarah Arba’in, hal. 17-18)
PELAJARAN BERHARGA DARI SYAIKH UTSAIMIN:
Salafi di Satu Sisi Tapi Mubtadi’ di Sisi yang Lain?
Istilah salafi atau pengikut generasi salaf yaitu para sahabat adalah istilah yang besar dan penuh dengan makna. Demikian juga istilah mubtadi’ atau ahli bid’ah, ia bukan istilah yang bisa diobral ke sembarang orang hanya gara-gara tidak satu kelompok pengajian atau tidak satu ustadz atau bahkan gara-gara tidak satu organisasi. Sebagian orang begitu mudah mengatakan secara mutlak bahwa si fulan adalah mubtadi’ atau si fulan bukan salafi hanya gara-gara dia melihatnya tidak ikut bersama pengajian yang dia ikuti, atau hanya gara-gara kesalahan fikih yang tidak sampai mengeluarkan dari manhaj salaf. Namun di sisi lain ada juga orang yang terlalu mudah mengatakan bahwa si fulan itu salafi hanya gara-gara pernah ikut satu organisasi dakwah dengannya. Oleh sebab itu dalam masalah ini kita patut berhati-hati. Apalagi gara-gara mengobral istilah-istilah ini tidak pada tempatnya akhirnya membuahkan kekacauan di tengah kaum muslimin terutama di kalangan sesama da’i dan penuntut ilmu. Untuk lebih jelasnya silakan renungkan ucapan Syaikh Utsaimin ketika menjelaskan keadaan orang yang menyimpang dalam hal asma’ wa shifat berikut ini.
Beliau rahimahullah mengatakan, “Dengan demikian maka (kita katakan bahwasanya) seluruh ahli bid’ah dalam perkara asma’ wa shifat yang menyimpang dari pemahaman salafush shalih sebenarnya mereka itu belum merealisasikan keimanan mereka kepada Allah dengan baik. Satu hal diantara empat hal tadi (empat kandungan iman kepada Allah yaitu; iman kepada wujud-Nya, uluhiyah-Nya, rububiyah-Nya dan asma’ wa shifat-Nya, pent) yang tidak mereka punyai adalah bagian keempat; yaitu beriman dengan benar terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah, karena mereka itu tidak merealisasikan keimanan kepada-Nya dalam hal ini. Mereka itu bersalah dan menyelisihi jalan kaum salaf. Jalan yang mereka tempuh itu tidak syak lagi memang sesat. Akan tetapi tidak secara langsung orang yang meyakininya bisa dicap sebagai orang sesat sampai hujjah ditegakkan kepadanya, dan ternyata dia masih bersikeras mempertahankan kesalahan dan kesesatannya maka dia adalah seorang mubtadi’ (ahli bid’ah) dalam masalah yang bertentangan dengan kebenaran itu meskipun dia adalah seorang salafi dalam masalah yang lain. Oleh sebab itu tidak boleh dia digelari sebagai mubtadi’ secara mutlak, dan juga tidak boleh dia digelari sebagai seorang salafi secara mutlak. Akan tetapi boleh dikatakan bahwasanya dia itu salafi dalam masalah-masalah yang dia bersesuaian dengan salaf dan dia juga seorang mubtadi’ dalam masalah-masalah yang dia selisihi dari kaum salaf.” (Syarah Arba’in, hal. 36)
Nah, dari sepenggal pemaparan dari beliau ini maka sudah semestinya para penuntut ilmu atau bahkan para da’i menjaga lisan mereka untuk tidak mudah-mudah mencap kelompok ini atau orang itu bukan salafi atau bahkan berani menyatakan dia sebagai ahli bid’ah sementara hujjah belum ditegakkan kepadanya. Sekali lagi perlu kita ingatkan perkara yang sangat penting ini karena pada asalnya hukum seorang muslim itu adalah selamat aqidah dan manhajnya sampai tampak ada indikasi jelas penyimpangannya dari manhaj salaf (silakan baca Mujmal Ushul Ahlis Sunnah karya Syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al ‘Aql) Dan sebagaimana kita ketahui bersama berdasarkan dalil-dalil yang ada bahwa kebanyakan orang itu dihinggapi penyakit tidak tahu alias jahil. Lalu apakah yang sudah kita lakukan untuk mengikis kejahilan diri kita dan juga mereka? Cobalah kita bandingkan dengan gelar-gelar mengerikan yang mungkin pernah kita sematkan pada wajah-wajah saudara kita sesama ahlus sunnah? Atau barangkali kita lah yang salah paham sedangkan saudara kita lah yang benar. Duhai adakah orang yang mau mengambil pelajaran!? Wallahul muwaffiq.
---------------------------------------------------- ----------------------------
sumber; http://muslim.or.id/?p=601...
-

WASIAT-WASIAT GENERASI SALAF

kumpulan wasiat spiritual dari para ulama salaf - salafi - salafy
diambil dari mailing list assunnah@yahoogroups.com
=======================================
Message: 14
Date: Wed, 2 Feb 2005 07:12:17 -0800 (PST)
From: La Adri <>
Subject: mereka...generasi...salaf
WASIAT-WASIAT GENERASI SALAF
Allah Ta`ala berfirman dalam kitab-Nya:
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga,
di bawahnya banyak sungai mengalir; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-taubah : 100)
Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta`ala memberi pujian kepada para
sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan. Merekalah
generasi terbaik yang dipilih oleh Allah sebagai pendamping nabi-Nya dalam
mengemban risalah ilahi.
Pujian Allah tersebut, sudah cukup sebagai bukti keutamaan atau kelebihan
mereka. Merekalah generasi salaf yang disebut sebagai generasi Rabbani yang
selalu mengikuti jejak langkah Rasulullah Shallallahu `alaihiwa sallam.
Dengan menapak tilasi jejak merekalah, generasi akhir umat ini akan bisa
meraih kembali masa keemasannya. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Malik
rahimahullah, Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang
membuat generasi awalnya menjadi baik. Sungguh sebuah ucapan yang pantas
ditulis dengan tinta emas. Jikalau umat ini mengambil generasi terbaik itu
sebagai teladan dalam segala aspek kehidupan niscaya kebahagiaan akan
menyongsong mereka.
Dalam kesempatan kali ini, kami akan mengupas bagaimana para salaf menyucikan
jiwa mereka, yang kami nukil dari petikan kata-kata mutiara dan hikmah yang
sangat berguna bagi kita.
Salaf dan Tazkiyatun Nufus
Salah satu sisi ajaran agama yang tidak boleh terlupakan adalah tazkiyatun
nufus (penyucian jiwa). Allah selalu menyebutan tazkiyatun nufus bersama
dengan ilmu. Allah berfirman:
Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan
ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-
Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
(QS. Al-Baqarah : 151)
Artinya, ilmu itu bisa jadi bumerang bila tidak disertai dengan tazkiyatun
nufus. Oleh sebab itu dapat kita temui dalam biografi ulama salaf tentang
kezuhudan, keikhlasan, ketawadhu`an dan kebersihan jiwa mereka. Begitulah,
mereka selalu saling mengingatkan tentang urgensi tazkiyatun nufus ini. Dari
situ kita dapati ucapan-ucapan ulama salaf sangat menghunjam ke dalam hati dan
penuh dengan hikmah. Hamdun bin Ahmad pernah ditanya: Mengapa ucapan-ucapan
para salaf lebih bermanfaat daripada ucapan-ucapan kita? beliau menjawab:
Karena mereka berbicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa dan mencari
ridha Ar-Rahman, sementara kita berbicara untuk kemuliaan diri, mengejar dunia
dan mencari ridha manusia!
Salaf dan Kegigihan Dalam Menuntut Ilmu
Imam Adz-Dzahabi berkata: Ya`qub bin Ishaq Al-Harawi menceritakan dari Shalih
bin Muhammad Al-Hafizh, bahwa ia mendengar Hisyam bin Ammar berkata: Saya
datang menemui Imam Malik, lalu saya katakan kepadanya: Sampaikanlah kepadaku
beberapa hadits! Beliau berkata: Bacalah!
Tidak, namun tuanlah yang membacakannya kepadaku! jawabku.
Bacalah! kata Imam Malik lagi. Namun aku terus menyanggah beliau. Akhirnya ia
berkata: Hai pelayan, kemarilah! Bawalah orang ini dan pukul dia lima belas
kali! Lalu pelayan itu membawaku dan memukulku lima belas cambukan. Kemudian
ia membawaku kembali kepada beliau. Pelayan itu berkata: Saya telah
mencambuknya! Maka aku berkata kepada beliau: Mengapa tuan menzhalimi diriku?
tuan telah mencambukku lima belas kali tanpa ada kesalahan yang kuperbuat? Aku
tidak sudi memaafkan tuan!
Apa tebusannya? tanya beliau.
Tebusannya adalah tuan harus membacakan untukku sebanyak lima belas hadits!
jawabku. Maka beliaupun membacakan lima belas hadits untukku. Lalu kukatakan
kepada beliau: Tuan boleh memukul saya lagi, asalkan tuan menambah hadits
untukku! Imam Malik hanya tertawa dan berkata: Pergilah!
Salaf dan Keikhlasan
Generasi salaf adalah generasi yang sangat menjaga aktifitas hati. Seorang
lelaki pernah bertanya kepada Tamim Ad-Daari tentang shalat malam beliau.
Dengan marah ia berkata: Demi Allah satu rakaat yang kukerjakan di tengah
malam secara tersembunyi, lebih kusukai daripada shalat semalam suntuk
kemudian pagi harinya kuceritakan kepada orang-orang!
Ar-Rabi` bin Khaitsam berkata: Seluruh perbuatan yang tidak diniatkan mencari
ridha Allah, maka perbuatan itu akan rusak!
Mereka tahu bahwa hanya dengan keikhlasan, manusia akan mengikuti,
mendengarkan dan mencintai mereka. Imam Mujahid pernah berkata: Apabila
seorang hamba menghadapkan hatinya kepada Allah, maka Allah akan menghadapkan
hati manusia kepadanya.
Memang diakui, menjaga amalan hati sangat berat karena diri seakan-akan tidak
mendapat bagian apapun darinya. Sahal bin Abdullah berkata: Tidak ada satu
perkara yang lebih berat atas jiwa daripada niat ikhlas, karena ia (seakan-
akan -red.) tidak mendapat bagian apapun darinya.
Sehingga Abu Sulaiman Ad-darani berkata: Beruntunglah bagi orang yang
mengayunkan kaki selangkah, dia tidak mengharapkan kecuali mengharap ridha
Allah!
Mereka juga sangat menjauhkan diri dari sifat-sifat yang dapat merusak
keikhlasan, seperti gila popularitas, gila kedudukan, suka dipuji dan diangkat-
angkat.
Ayyub As-Sikhtiyaani berkata: Seorang hamba tidak dikatakan berlaku jujur jika
ia masih suka popularitas. Yahya bin Muadz berkata: Tidak akan beruntung orang
yang memiliki sifat gila kedudukan. Abu Utsman Sa`id bin Al-Haddad berkata:
Tidak ada perkara yang memalingkan seseorang dari Allah melebihi gila pujian
dan gila sanjungan.
Oleh karena itulah ulama salaf sangat mewasiatkan keikhlasan niat kepada murid-
muridnya. Ar-Rabi` bin Shabih menuturkan: Suatu ketika, kami hadir dalam
majelis Al-Hasan Al-Bashri, kala itu beliau tengah memberi wejangan. Tiba-tiba
salah seorang hadirin menangis tersedu-sedu. Al-Hasan berkata kepadanya: Demi
Allah, pada Hari Kiamat Allah akan menanyakan apa tujuan anda menangis pada
saat ini!
Salaf dan Taubat
Setiap Bani Adam pasti bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah
yang segera bertaubat kepada Allah. Demikianlah yang disebutkan Rasulullah n
dalam sebuah hadits shahih. Generasi salaf adalah orang yang terdepan dalam
masalah ini!
`Aisyah berkata: Beruntunglah bagi orang yang buku catatan amalnya banyak
diisi dengan istighfar. Al-Hasan Al-Bashri pernah berpesan: Perbanyaklah
istighfar di rumah kalian, di depan hidangan kalian, di jalan, di pasar dan
dalam majelis-majelis kalian dan dimana saja kalian berada! Karena kalian
tidak tahu kapan turunnya ampunan!
Tangis Generasi Salaf
Generasi salaf adalah generasi yang memiliki hati yang amat lembut. Sehingga
hati mereka mudah tergugah dan menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa
Ta`ala. Terlebih tatkala membaca ayat-ayat suci Al-Qur`an.
Ketika membaca firman Allah: Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu (QS. Al-
Ahzab : 33) `Aisyah menangis tersedu-sedu hingga basahlah pakaiannya.
Demikian pula Ibnu Umar , ketika membaca ayat yang artinya: Belumkah datang
waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat
Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). (QS. Al-Hadid :
16) Beliau menangis hingga tiada kuasa menahan tangisnya.
Ketika beliau membaca surat Al-Muthaffifin setelah sampai pada ayat yang
artinya: Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri
menghadap Rabb semesta alam. (QS. Al-Muthaffifiin : 5-6) Beliau menangis dan
bertambah keras tangis beliau sehingga tidak mampu meneruskan bacaannya.
Salaf dan Tawadhu`
Pernah disebut-sebut tentang tawadhu` di hadapan Al-Hasan Al-Bashri, namun
beliau diam saja. Ketika orang-orang mendesaknya berbicara ia berkata kepada
mereka: saya lihat kalian banyak bercerita tentang tawadhu`! Mereka berkata:
Apa itu tawadhu` wahai Abu Sa`id? Beliau menjawab: Yaitu setiap kali ia keluar
rumah dan bertemu seorang muslim ia selalu menyangka bahwa orang itu lebih
baik daripada dirinya.
Ibnul Mubarak pernah ditanya tentang sebuah masalah di hadapan Sufyan bin
Uyainah, ia berkata: Kami dilarang berbicara di hadapan orang-orang yang lebih
senior dari kami.
Al-Fudhail bin Iyadh pernah ditanya: Apa itu tawadhu`? Ia menjawab: Yaitu
engkau tunduk kepada kebenaran!
Mutharrif bin Abdillah berkata: Tidak ada seorangpun yang memujiku kecuali
diriku merasa semakin kecil.
Salaf dan Sifat Santun
Pada suatu malam yang gelap Umar bin Abdul Aziz memasuki masjid. Ia melewati
seorang lelaki yang tengah tidur nyenyak. Lelaki itu terbangun dan berkata:
Apakah engkau gila! Umar menjawab: Tidak Namun para pengawal berusaha
meringkus lelaki itu. Namun Umar bin Abdul Aziz mencegah mereka seraya
berkata: Dia hanya bertanya: Apakah engkau gila! dan saya jawab: Tidak.
Seorang lelaki melapor kepada Wahab bin Munabbih: Sesungguhnya Fulan telah
mencaci engkau! Ia menjawab: Kelihatannya setan tidak menemukan kurir selain
engkau!
Salaf dan Sifat Zuhud
Yusuf bin Asbath pernah mendengar Sufyan Ats-Tsauri berkata: Aku tidak pernah
melihat kezuhudan yang lebih sulit daripada kezuhudan terhadap kekuasaan. Kita
banyak menemui orang-orang yang zuhud dalam masalah makanan, minuman, harta
dan pakaian. Namun ketika diberikan kekuasaan kepadanya maka iapun akan
mempertahankan dan berani bermusuhan demi membelanya.
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang lelaki yang memiliki seribu dinar
apakah termasuk zuhud? Beliau menjawab: Bisa saja, asalkan ia tidak terlalu
gembira bila bertambah dan tidak terlalu bersedih jika berkurang.
Demikianlah beberapa petikan mutiara salaf yang insya Allah berguna bagi kita
dalam menuju proses penyucian jiwa. Semoga Allah senantiasa memberi kita
kekuatan dalam meniti jejak generasi salaf dalam setiap aspek kehidupan.
(oleh Ust. Abu Ihsan Al Atsari, ditulis ulang dari Majalah As Sunnah Edisi
04/VI/1423H)
MENEBAR ILMU
dan tegakkan sunnah
kumpulan wasiat spiritual dari para ulama salaf - salafi - salafy