Kamis, 27 Agustus 2009

Hukum Wanita Mencukur Rambut, Membentuk Rambut Dan Menyemirnya Meniru Model Di Majalah

HUKUM MENCUKUR RAMBUT BAGI WANITA


Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan



Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Tentang hukum memotong rambut ?

Jawaban
Jika menyerupai wanita kafir, maka hukumnya tidak boleh, berdasarkan hadits riwayat Ibnu Umar.

“Artinya : Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia bagian darinya”

Demikian pula apabila mecukurnya seperti lelaki, dengan mencukur pendek, atau hingga ke dua telinga –yang biasa disebut lammah- yaitu rambut yang melampui ujung daun telinga dan belum mencapai pundak. Tidak diragukan bahwa mencukur pendek lebih besar (dosanya) daripada mencukur sebatas bawah telinga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat wanita-wanita yang menyerupai lelaki, dan perbuatan tersebut merupakan dosa besar.

Apabila tidak dengan tujuan menyerupai, tetapi dengan tujuan lain yang bukan untuk berhias, seperti karena tidak mampu memelihara, atau karena terus memanjang hingga menyebabkan kesulitan baginya, maka para ulama memperbolehkan sebatas keperluan, berdasarkan pada hadits Abu Usamah bin Abdurrahman, ia berkata : “Saya menghadap ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, saya bersama saudara lelaki sesusuan. Ia bertanya kepada ‘Aisyah tentang cara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi janabat. Adalah para istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang rambut-rambut mereka yang seperti wafrah”. Wafrah adalah rambut yang memanjang melebihi kedua telinga.

[Zinatul Mar’ah, Syaikh Abdullah Al-Fauzan, hal. 97]

HUKUM MEMBENTUK RAMBUT DAN MENYEMIRNYA

Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : "Ada mode tertentu yang diminati pada saat-saat tertentu, khususnya yang berhubungan dengan mode rambut yang diikuti banyak wanita, hingga rambut mereka seperti laki-laki. Atau dengan menyemirnya dengan berbagai warna, atau menjadikannya tergerai, biasaya dilakukan di salon-salon. Untuk itu mereka harus membayar antara 100 sampai 100 rial, bahkan lebih".

Jawaban.
Rambut wanita adalah keindahannya, maka hendaknya diperhatikan pemeliharannya dalam batas-batas yang diperbolehkan. Dan diharuskan untuk menutupinya dari laki-laki yang bukan mahramnya dan ketika shalat, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Allah tidak menerima shalat seorang wanita yang haidh tanpa penutup kepala".

Yang dimaksud dengan haid di sini adalah wanita yang sudah mencapai umur haidh, Adapun mencukurnya dan menjadikannya seperti laki-laki, merusak bentuknya atau menyemirnya tanpa adanya suatu kebutuhan, semua itu tidak diperbolehkan, kecuali menyemir uban dengan warna selain hitam. Ini dianjurkan. Tidak boleh pula berlebih-lebihan dalam membayar mahal untuk mengaturnya dan pergi ke salon-salon yang kemungkinan pekerjanya adalah laki-laki atau wanita-wanita kafir. Hendaknya wanita memperindah rambutnya di rumah saja karena lebih tertutup dan lebih ringan biayanya"

[Al-Muntaqa min Fatawasy Syaikh Shalih Al-Fauzan, Juz 3 hal.137]

HUKUM MENCUKUR RAMBUT MENIRU MODE DI MAJALAH.

Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : "Apa hukum mencukur rambut dengan meniru model dari majalah-majalah barat, atau potongan-potongan yang mempunyai nama-nama khusus dan datangnya dari barat pula ? Bila mode ini telah menyebar luas di kalangan wanita muslimah, apakah masih termasuk meniru orang barat ? Apa standar untuk menentukan meniru atau bukan ? semoga Allah memberi anda berkah. Sebab ini adalah masalah kita semua.

Jawaban.
Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan rambut sebagai keindahan dan hiasan bagi wanita, diharamkan untuk dipotong habis kecuali karena ada kebutuhan yang mengaharuskan. Di dalam haji dan umrah mereka hanya disyari'atkan untuk memotong rambut sebatas ujung jari saja, sedangkan bagi pria disunnahkan untuk mencukur keseluruhan dalam dua ibadah ini. Ini menunjukkan bahwa wanita diharuskan memanjangkan rambutnya dan tidak memendekkannya kecuali ada kebutuhan untuk itu dan bukan untuk sekedar untuk berhias. Seperti karena ada penyakit yang mengharuskan ia memendekkan rambut, atau karena miskin dan tidak bisa mengurusi rambutnya maka ia boleh memendekkannya, sebagaimana dilakukan oleh sebagian istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam setelah kematian beliau.

Apabila memotongnya dengan meniru orang-orang kafir dan fasik maka tidak disangsikan keharamannya, meski mode tersebut banyak menyebar di kalangan wanita muslimat, apabila memang pada mulanya adalah 'tasyabuh' (meniru). Banyaknya mode yang menyebar tidak menjadikannya dibolehkan, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia merupakan bagian dari mereka"

"Artinya : Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai selain kami".

Batasannya, apabila perbuatan itu merupakan kebiasaan dan ciri khas orang-orang kafir maka tidak boleh bagi kita menirunya, karena meniru mereka berarti mencintai mereka secara tidak langsung. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim" [Al-Maidah : 51]

Menjadikan mereka pemimpin berarti mencintai mereka. Di antara tanda mencintai mereka adalah meniru mereka.

[Al-Muntaqa min Fatawasy Syaikh Al-Fauzan, Juz 3 hal.317]

HUKUM MEMENDEKKAN RAMBUT KARENA TERPAKSA

Pertanyaan
Lajnah Da’imah Lil Ifta ditanya : Apa hukum memendekkan rambut bagi wanita karena suatu sebab keterpaksaan, seperti di Inggris misalnya, para wanita merasa bahwa mencuci rambut yang lebat sangat menyusahkan bagi mereka di udara yang sangat dingin, karenanya mereka memendekkan rambutnya?

Jawaban
Jika memang kenyataannya sebagaimana yang anda sebutkan, maka boleh bagi mereka untuk memendekkan rambutnya sebatas kebutuhan. Namun apabila memendekkan sehingga menjadikanya menyerupai kaum wanita kafir, maka hal ini tidak diperbolehkan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia adalah sebagian dari mereka”

[Fatawa Lajnah Da’imah]

[Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Penerbit Darul Haq]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar