Senin, 21 September 2009

Sangat Bahagia, Justru Karena Dimadu...nyam...nyam

Membayangkan laki-laki beristri dua kehidupan keluarganya akan penuh
konflik dan iri dengki, antara istri pertama dan kedua. Ustadz Ahmad
Adi Andi, seorang ahli pengobatan akupunktur 'Sooji chim' dari Korea
dan Cina ini, justru sebaliknya. Tampak harmonis dan mesra. Bahkan
saat Andi menikah yang kedua kalinya dengan Nurul Maghfiroh (28),
istri pertamanyalah, Sri Purwaningsih (34), yang memilihkan dan
mengantarkannya. Bagaimana perasaannya setelah dimadu? Berikut ini
pengakuan Sri kepada Sahid:

Mengapa Anda mau dimadu?

Saya mengkaji masalah poligami sejak lama, apa hakikatnya dan hikmah-
hikmahnya. Ketika di Pakistan saya bergaul dengan orang-orang yang
poligami. Dalam ajaran Islam, seseorang belum beriman kalau tidak
mencintai saudaranya yang lain. Maka dari itu saya ingin membuktikan
cinta dan menguji keimanan saya dengan cara poligami.

Sebagai ibu dari banyak anak (7), tentunya saya semakin sibuk
mengurusnya, belum lagi melayani pasien yang mau berobat. Kalau saya
sakit, suami tidak ada yang ngurus. Jadi dengan poligami banyak
masalah yang dapat diselesaikan.

Bagaimana perasaan setelah dimadu, bahagiakah?

Sangat bahagia. Kalau suami tidak bisa mengantar ke pasar atau ke
salon, saya bisa pergi bersama-sama. Ketika ada masalah dengan suami,
saya diskusikan dengan umi (panggilan kepada istri kedua). Jadi tidak
bocor ke luar. Saya bisa ngrumpi lewat telepon atau datang langsung
ke rumah. Dengan poligami, tidak ada pikiran yang negatif ketika
suami terlambat pulang, atau tidak tentu pulangnya, karena suami
tidak akan ke mana-mana, pasti ke umi, tidak mungkin `jajan' di luar.
Jadi, saya bisa istirahat, hati bisa tenang dan banyak kesempatan
untuk beribadah. Yang saya rasakan begitu bahagia dan begitu indahnya
ajaran Islam.

Bagaimana menyikapi tanggapan keluarga dan masyarakat yang cenderung
negatif?

Tingkatkan terus ibadah kita, di samping terus memberi penjelasan
bahwa poligami itu positif. Poligami itu rahmat bagi wanita. Itu kan
masalah duniawi. Insya Allah, Allah akan turun tangan. Himbauan saya
kepada para wanita, supaya lebih mengkaji lagi tentang poligami yang
positif, karena ada poligami yang negatif, yaitu poligami secara
sembunyi-sembunyi. Yang sayang lagi ada wanita yang mengatakan di
rumah ia suami saya, di luar silakan terserah dia, yang penting dia
tidak kawin lagi. Cara berpikir ini salah. Lama-lama suaminya bawa
penyakit AIDS.

Menurut Anda, apakah suami Anda sudah bertindak adil?

Saya kira suami sudah berusaha yang terbaik untuk istri dan anaknya.
Saya tidak banyak menuntut terhadap suami. Begitu juga suami, tidak
menuntut kepada istri, atau istri dengan istri. Satu sama lain saling
pengertian. Jadi tidak ada masalah.

Justru kami ingin memberikan yang terbaik untuk suami. Maunya kami
tinggal serumah, tetapi suami tidak mengizinkan, karena sunah Rasul
pun dipisah.

Istri Rasulullah dulu ada yang cemburu. Pernahkah Anda merasakannya?

Saya kira itu sangat manusiawi, barangkali itu juga termasuk ujian.
Tetapi jangan selalu mengikuti hawa nafsu. Saya kira cemburu istri
Rasulullah itu cemburu yang positif. Yang saya rasakan, kecemburuan
itu tidak saling menjatuhkan.

Bagaimana menjelaskan kepada anak-anak bahwa bapaknya punya istri
lain?

Saya tidak menjelaskan. Yang penting anak itu butuh contoh yang baik.
Mereka melihat orang tuanya begitu mesra dan baik-baik saja. Ibunya
tidak merasa gelisah ketika ayahnya bersanding dengan wanita lain.
Insya Allah, dengan sikap hormat, santun dan tenang itu, anak-anak
pun baik dan biasa saja. Saya perhatikan, sikap saya yang demikian
itu melahirkan sikap anak yang hormat, dan bertutur kata yang baik.
Jawaban-jawaban lebih banyak pada sikap, bukan perkataan.

Bagaimana hubungan anak-anak dengan ibu yang lain?

Baik. (Nurul Maghfiroh menjawab: Bahkan kalau ada masalah, anak-anak
(dari istri pertama) sering mengungkapkan pada saya. Anak-anak tak
segan menginap di rumah saya, dan kadang minta uang jajan. Dengan
anak saya yang usianya baru satu setengah tahun mereka sangat
menyayanginya).

Dalam al-Quran, batas yang disebutkan untuk poligami itu empat.
Bagaimana kalau suami ingin menikah lagi?

Saya dan umi pernah diskusi masalah ini. (Nurul Maghfiroh menjawab:
Hasil diskusi kami memutuskan, calon istri ketiga harus seorang
hafidz Qur'an, yang keempat harus dokter, untuk mengembangkan bidang
kesehatan. Jadi kalau ada yang mau daftar silahkan he..he..he. Karena
ini untuk meningkatkan keimanan kami).

Sri Purwaningsih lahir di Manado tahun 1966. Asal orang tuanya
campuran, Janda (Jawa-Sunda). SMP di Tegal, SMA di Semarang. Pernah
kuliah S1 di Pakistan, tapi tidak selesai. Ahli pengobatan holistik.
Pernah aktif dakwah di dalam dan luar negeri. Mengenal Islam melalui
training PII. Orang tua pernah menjabat Kepala Bea Cukai Kudus,
Kediri, Surabaya, dan Palembang.

Sedangkan Nurul Maghfirah lahir di Sulawesi tahun 1972. Pendidikan
tamat SMKK di Sulawesi. Mendalami ilmu pengobatan tradisional. Orang
tua, mantan Kapolres di Sulawesi Tenggara. Mengenal Islam ketika
aktif di IRM. Ketemu dengan Sri Purwaningsih dalam acara pengajian.


---------------------------------------------------------

Ustadz Ahmad Adi Andi: "Dia Memang Hebat"
Apakah ada perasaan canggung ketika awal-awal berpoligami?

Kami sama-sama saling mengerti. Begitu pernikahan selesai, saya pergi
bulan madu ke luar kota selama satu minggu, istri pertama pula yang
menentukan tempatnya. Ketika pulang ke rumah istri pertama, saya
tanyakan pada istri apa yang terjadi dalam dirinya, istri
menjawab, "Bukan main bergejolaknya hati untuk melawan hawa nafsu."
Saya pikir itu manusiawi. Ternyata pergolakan jiwa itu menyebabkan ia
tampil lebih hebat lagi.

Saya lihat bahwa poligami yang ikhlas melahirkan cemburu yang
positif. Sebaliknya, poligami yang tidak ikhlas melahirkan cemburu
yang negatif. Jadi cemburu yang positif melahirkan persaingan yang
positif. Tanpa disadari istri pertama sudah kemasukan cemburu yang
positif. Dan terus terang, istri saya pertama saya lihat sekarang
lebih muda, lebih sehat dan lebih kuat, setiap saya memandang selalu
menyenangkan dan bergairah. Ini kenyataan, bukan cerita.

Bagaimana contoh persaingan yang positif itu?

Secara fitrah sifat wanita itu merayu, sebaliknya, laki-laki itu
harus dirayu. Maka ketika merayu itu, istri harus berpenampilan
menarik. Dari persaingan yang positif itu saya melihat istri pertama
mulai memakai lipstik lagi, minyak wangi, dan selalu rapi. Ketika
saya pergi ke istri kedua, istri pertama mengirim hadiah sebagai
pelengkap pertemuan saya dengan istri kedua. Begitu juga sebaliknya.

Yang Anda rasakan apakah Anda sudah berbuat adil?

Berbuat adil itu perintah al-Qur'an, jadi kita harus berusaha
semaksimal mungkin. Kalau kita sudah melaksanakan apa yang menjadi
hak dan kewajiban, maka tidak ada tuntutan yang macam-macam. Keadilan
itu bukan angka-angka sebagaimana dituntut oleh banyak orang,
meskipun kita juga berusaha untuk memenuhi angka-angka itu. Dalam
kehidupan kami, itu bukan hal yang prinsip. Istri tahu bahwa saya
telah berusaha untuk memenuhinya. Kalaupun kurang maksimal, istri
tidak lantas berburuk sangka. Istri saya bukanlah sosok manusia-
manusia yang suka menuntut, tapi manusia yang selalu berhikmah. Yang
dipikirkan kedua istri saya itu bagaimana ia memuliakan suami,
memberikan yang terbaik untuk suami.

Bagaimana cara Anda mengharmoniskan hubungan istri pertama dan kedua,
juga dengan anak-anak?

Sering saya ajak kedua istri dalam suatu acara. Suatu saat saya ajak
kedua istri ke pesta pernikahan, ada seorang ibu yang kenal saya, ia
bilang, pakai ilmu apa tuh bisa sampai begitu. Saya jawab, pakai ilmu
al-Qur'an dan sunnah Nabi. Ha..ha...ha. Kadang saya ajak istri
berbelanja ke pasar, melaksanakan shalat berjamaah. Saya juga pergi
sama-sama rekreasi ke Puncak, Kebun Raya Bogor, atau Ancol. Mereka
saling akrab dan merindukan.

Adakah pengalaman Anda yang menarik dalam berpoligami?

Ada. Ketika mengurus surat izin pernikahan, saya harus sidang di
pengadilan agama karena pernikahan saya ini dianggap kasus. Menurut
hakim, tidak ada alasan-alasan yang kuat yang membolehkan saya
poligami. Sesuai ketentuan pengadilan agama, yang boleh poligami itu
adalah mereka yang dengan alasan sakit, tidak bisa memberikan
keturunan, dan tidak mampu melayani suami. Istri saya ditanya hakim,
apa yang mendasarinya mau poligami. Istri saya jawab, karena syariat
Islam. Karena jawaban istri tidak memenuhi persyaratan, hakim wanita
itu menunda persidangan. Istri saya dipanggil ke ruangan lain,
ternyata hakim menyatakan keharuannya atas jawaban istri saya tadi.
Namun, hakim itu tetap minta kepada istri untuk menyebutkan satu
alasan saja supaya sidang berjalan. Lalu, kepada hakim, istri saya
mengatakan, "Kalau saya memberi salah satu alasan saja, maka itu
berbohong. Kalau saya sebutkan alasan tidak punya keturunan, anak
saya banyak. Kalau karena tidak mampu melayani suami, tanyakan saja
pada suami saya. Kalau saya dibilang sakit, saya sehat, bahkan saya
mengobati orang-orang yang sakit." Karena hakim terus memaksa,
akhirnya setelah negosiasi, terpaksa istri memasukkan poin karena
sibuk melayani pasien, jadi perlu ada yang membantu suami.

Pengalaman lain, yaitu ketika saya nikah dengan istri yang kedua,
istri pertamalah yang mengantar. Saya terharu dan kagum melihatnya.
Ketika sampai di rumah calon istri kedua, tiba-tiba ibu-ibu dan
akhwat yang hadir itu menangis terharu melihat ketegaran hati istri
saya yang mendampingi suaminya untuk menikah lagi. Saya masuk ke
ruangan tamu, dan istri saya pergi ke tempat rias pengantin untuk
melihat kesiapan calon istri kedua saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar