Selasa, 22 September 2009

Bersatu Di atas Jama'ah

Penulis : Ust. Muhammad Umar As-Sewed

Perintah Allah subhanahu wa Ta'ala dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk kita tetap bersatu bersama jama’ah dalam al-Qur'an maupun hadits sangat banyak.
Sebagaimana firman Allah subhanahu wa Ta'ala:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ. ال عمران: 103

Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai-berai. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu jadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. Dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamat-kan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk. (Ali Imran: 103)

Demikian pula dalam firman-Nya:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. الأنعام: 153

Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa. (al-An’aam: 153)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga memerintahkan kepada umatnya untuk tetap bersatu di atas jama’ah, di antaranya:
Diriwayatkan dari Umar bin Khathab radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ اْلإِثْنَيْنِ أَبْعَدُ. مَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ. رواه الترمذي

Wajib atas kalian untuk tetap bersama jama’ah. Sesungguhnya setan bersama orang yang satu. Adapun dari orang yang berdua dia lebih jauh. Barang siapa yang menginginkan tengah-tengah-nya surga, maka hendaklah dia bersama jamaa’ah. (HR. Tirmidzi dan ia berkata: “Hadits hasan shahih gharib”. Di-shahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Jami’ at-Tirmidzi, no. hadits 2165)

Dalam riwayat lainnya dari Hudzaifah radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ. قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ؟ قَالَ: فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ. متفق عليه

“Berpeganglah engkau pada jama’ah kaum muslimin dan imam mereka”. Hudzaifah berkata: “(Bagaimana) jika tidak ada jama’ah dan imamnya?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: “Tinggalkan semua firqah (golongan), walaupun engkau harus menggigit akar pohon sampai engkau mendapatkan kematian dan engkau tetap dalam keadaan demikian. (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah subhanahu wa Ta'ala berfirman:

... وَلاَ تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (31) مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ. الروم: 31-32

…dan janganlah kalian termasuk orang-orang musyrikin, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (ar-Ruum: 31-32)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “al-Jama’ah adalah berkumpul dan bersatu, sedangkan lawannya adalah perpecahan, walaupun kadang-kadang kalimat jama’ah menjadi nama dari sekelompok orang yang berkumpul. Maka al-jama’ah adalah prinsip ketiga yang dipegang oleh para ulama (yakni setelah al-Qur’an dan as-sunnah)”. (Majmu’ Fatawa, juz 3, hal. 157)

Makna Jama’ah
Namun apa yg dimaksud dengan jama’ah yang kita diperintahkan untuk tetap bersama dan bersatu di dalamnya? Apakah yang dimaksud jama’ah adalah kelompok-kelompok yang ada di medan dakwah sekarang ini atau organisasi-organisasi Islam yang semakin banyak jumlahnya?
Sebagian kelompok bahkan membawa hadits-hadits tentang jama’ah ini untuk merekrut kaum muslimin agar masuk dalam kelompoknya, seperti kelompok Islam Jama’ah, jama’ah muslimin (Jamus), Jama’ah Islamiyah (JI) atau kelompok-kelompok yang sejenisnya. Mereka sengaja menggunakan nama yang mengandung kata-kata “jama’ah” untuk menarik semua makna hadits tentang jama’ah kepada kelompok mereka.

Padahal kalau kita lihat hadits-hadits tersebut secara lengkap dengan atsar-atsar para shahabat akan jelaslah bahwa makna jama’ah tidak keluar dari dua makna yang keduanya tidak saling bertentangan, bahkan saling berkaitan dengan erat, yaitu:


1. Kebenaran yang pernah di jalani oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, para shahabatnya dan para ulama yang mengikuti mereka.
2. Kaum muslmin dengan penguasanya.



1. Al-Jama’ah dengan makna kebenaran
Al-jama’ah sering kali bermakna kebenaran, karena yang dimaksud al-jama’ah adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya. Sedangkan orang yang berpegang dengan kebenaran berarti dia berjalan di jalan yang sama dengan jalan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya radhiallahu 'anhum. Maka secara makna orang tersebut bergabung bersama Rasulullah dan para shahabatnya.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Mu’awiyah radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ. رواه أبو داود وصححه الألباني في صحيح الجامع رقم 2641

Ketahuilah bahwasanya orang-orang sebelum kalian dari ahlul kitab terpecah-belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan bahwasanya umat ini akan terpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan ada dalam neraka dan satu golongan ada dalam surga, yaitu al-jama’ah. (HR. Abu Dawud; Syaikh al-Albani menshahihkannya dalam Shahihul Jami’, no. 2641)

Dalam riwayat lain, para shahabat bertanya tentang “Siapakan al-jama’ah?”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:

مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي.

Yang seperti aku dan para shahabatku berada di atasnya. (HR. Tirmidzi)

Imam al-Barbahari rahimahullah berkata: “Fondasi yang dibangun di atasnya al-jama’ah adalah para shahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Merekalah ahlus sunnah wal jama’ah”. (Syarhus Sunnah, hal. 67)

Yakni setiap orang yang berjalan di jalan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya, dialah al-jama’ah yang akan selamat di antara tujuh puluh tiga golongan.

Oleh karena itu Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu berkata:

الْجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الحَقَّ وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ.

Al-Jama’ah adalah apa-apa yang mencocoki kebenaran sekalipun engkau sendirian”. (al-Baits ‘Ala Ingkaril Bida’ wal Hawadits, Abu Syamah, hal. 92; Lihat Irsyadul Bariyyah, Hasan bin Qashim al-Husaini ar-Raimi, hal. 29)

Dan karena kita tidak dapat mencapai apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya radhiallahu 'anhum kecuali dengan perantaraan sanad dan ilmu hadits, maka para ulama juga mengartikan bahwa al-jama’ah adalah ahlus hadits yang membawakan riwayat-riwayat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya radhiallahu 'anhum tersebut.
Sebagaimana dikatakan oleh Imam Bukhari rahimahullah –ketika menyebutkan judul bab dari hadits-hadits tentang jama-’ah: “Bab: Demkianlah kami jadikan kalian umat yang tengah-tengah dan Perintah Nabi untuk berpegang dengan jama’ah yaitu para ulama”.

Imam Tirmidzi rahimahullah berkata: “Tafsir al-jama’ah menurut para ulama adalah ahli fiqh, ahlul ilmi dan ahli hadits”. (Sunan Tirmidzi, juz 4, hal 65)

2. al-Jama’ah dengan makna kaum muslimin dan penguasanya
Kalau makna pertama adalah bersatu dalam jama’ah secara ilmu dan amal, maka makna yang kedua dari al-jama’ah adalah bersatu dalam jama’ah secara fisik, yaitu tetap berada di bawah penguasa muslim yang sah. Tidak memberontak kepadanya, tidak memeranginya dan tidak mencabut ketaatan daripadanya.

Diriwayatkan dalam shahihain dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ
شِبْرًا فَمَاتَ إِلاَّ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً. رواه البخاري ومسلم

Barangsiapa yang melihat pada penguasanya sesuatu yang dia tidak sukai, maka bersabarlah. Karena sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah sejengkal saja kemudian dia mati, tidaklah ia mati kecuali mati jahiliyyah. (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits ini sangat jelas, bahwa yang dimaksud memisahkan diri dari jama’ah adalah memisahkan diri dari penguasanya, melepaskan ketaatan, memeranginya, memberontak kepadanya, atau tidak mengakui kepemimpinannya.
Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah berkata: “Yang benar adalah bahwa yang dimaksud dari hadits-hadits yang memerintahkan untuk berpegang dengan jama-’ah adalah jama’ah kaum muslimin yang telah bersatu di bawah satu penguasa. Maka barangsiapa yang membatalkan baiat ketaatannya, dia keluar dari jama’ah”. (Fathul Bari, juz 13, hal. 37)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengancam orang yang memberontak kepada penguasa muslim dengan ancaman yang keras dan menganggapnya telah keluar dari jama’ah dalam banyak hadits-haditsnya. Di antaranya beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً. رواه ابن أبي عاصم في السنة وصححه الألباني في ظلال الجنة

Barangsiapa yang keluar dari ketaatan (memberontak) dan memisahkan diri dari jama’ah, maka matinya mati jahiliyah. (HR. Ibnu Abi Ashim, dalam as-Sunnah,hal. 93;Dishahihkan oleh Syaikh al-albani dalam Dhilalil jannah, no. 1064)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga menyatakan:

ثَلاَثَةٌ لاَ تُسْأَلُ عَنْهُمْ: رَجَلٌ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ وَعَصَى إِمَامَهُ وَمَاتَ عَاصِِيًا وَأَمَةٌ أَوْ عَبْدٌ أَبَقَ مِنْ سَيِّدِهِ فَمَاتَ وَامْرَأَةٌ غَابَ عَنْهَا زَوْجُهَا وَقَدْ كَفَاهَا مُؤْنَةَ الدُّنْيَا فَتَبَرَّجَتْ بَعْدَهُ فَلاَ تُسْأَلُ عَنْهُمْ.

Tiga orang yang tidak perlu ditanyakan tentang mereka: Seorang laki-laki yang meninggalkan jama’ah, menentang penguasanya dan mati dalam keadaan maksiat. Seorang budak laki-laki maupun perempuan yang lari dari tuannya kemudian mati. Seorang perempuan yang ditinggalkan suaminya dalam keadaan telah dicukupi uang belanjanya, tapi dia keluar tabarruj sepeninggalnya. Tidak perlu ditanyakan tentang mereka. (HR. Ibnu Abi Ashim, dalam as-Sunnah, hal. 89-100; Dishahihkan oleh Syaikh al-albani dalam Dhilalil jannah, no. 1060)

Mu’adz bin Jabbal radhiallahu 'anhu berkata: “Tangan Allah di atas jama’ah. Barangsiapa yang nyeleneh (memisahkan diri dari jama’ah), Allah tidak pedulikan dia dengan penyimpangannya”. (al-Ibanah, 1/289)

Oleh karena itu Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu ketika menafsirkan ayat yang kami nukil pada awal pembahasan dengan ‘ketaatan kepada penguasanya’ berkata: “Wahai manusia wajib atas kalian untuk tetap taat bersama jama’ah, karena itulah tali Allah subhanahu wa Ta'ala yang kita diperintahkan untuk tetap memegangnya. Apa yang tidak kalian sukai dalam jama’ah lebih baik daripada apa yang kalian sukai dalam perpecahan”. (asy-Syari’ah, al-Ajur-ry, hal. 13)

Wallahu a’lam.

Sumber : Risalah Dakwah Manhaj Salaf Edisi: 103/Th. III 20 Rabi’ul Akhir 1427 H/19 Mei 2006 M


Risalah Dakwah MANHAJ SALAF, Insya Allah terbit setiap hari Jum’at. Ongkos cetak dll Rp. 200,-/exp. tambah ongkos kirim. Pesanan min 50 exp. bayar 4 edisi di muka. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiya’us Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06 RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab & Pimpinan Redaksi: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed; Sekretaris: Ahmad Fauzan/Abu Urwah, HP 081564634143; Sirkulasi/pemasaran: Abu Abdirrahman Arief Subekti HP 081564690956.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar