Rabu, 14 Oktober 2009

Agama : Kulit dan Isi??? Bagikan

Hukum Membagi Agama Kepada Isi dan Kulit


Pertanyaan: Apakah hukumnya membagi agama kepada isi (seperti shalat, puasa dll. pent) dan kulit (seperti jenggot)?

Jawaban: Membagi agama kepada isi dan kulit adalah pembagian yang salah dan batil. Seluruh ajaran agama adalah isi dan semuanya bermanfaat untuk hamba, semuanya mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan seluruhnya seseorang diberi pahala atasnya. Semuanya berguna bagi seseorang dengan bertambah imannya dan merendahkan dirinya kepada Rabb-nya, sampai dalam masalah yang terkait pakaian dan tingkah laku dan yang semisalnya. Semua itu, apabila manusia melakukannya karena mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mengikuti rasul-Nya maka sesungguhnya ia diberi pahala atasnya. Dan kulit, seperti yang kita ketahui, tidak bermanfaat, bahkan dibuang, dan tidak ada dalam agama Islam dan syari'at yang seperti ini. Bahkan semua ajaran islam adalah isi yang seseorang mengambil manfaat dengannya apabila niatnya ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bagus dalam mutaba'ahnya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan kepada orang-orang yang menjual ungkapan ini hendaknya berfikir dengan sungguh dalam persoalan ini, sehingga mereka mengetahui kebenaran kemudian hendaknya mereka mengikutinya dan meninggalkan seperti ungkapan ini.
Benar, sesungguhnya agama Islam mengandung perkara-perkara penting yang agung seperti rukun-rukun Islam yang lima yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya :
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.
"Islam dibangun atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak adalah Ilah (yang berhak disembah) selain Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sesungguhnya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta'ala, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan puasa Ramadhan."
Dan padanya ada beberapa perkara yang kurang dari hal itu, akan tetapi tidak ada yang dinamakan kulit yang manusia tidak mengambil manfaat dengannya, terlebih lagi melemparnya dan membuangnya.
Adapun terkait masalah jenggot: maka tidak disangsikan lagi bahwa memanjangkannya adalah ibadah karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkannya. Dan segala yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan ibadah yang manusia mendekatkan diri kepada Rabb-nya dengan menjunjung perintah nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan ia merupakan petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan semua saudaranya para rasul, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tentang Harun 'Alaihis salam: bahwa ia berkata kepada Musa 'Alaihis salam:
قَالَ يَبْنَؤُمَّ لاَتَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلاَبِرَأْسِي
Harun menjawab:"Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku,… ". (QS. Thaha:94)
Dan shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa memanjangkan jenggot termasuk fithrah yang manusia difithrahkan atasnya, maka memanjangkannya termasuk ibadah dan bukan adat (kebiasaan) dan bukan pula hanya merupakan kulit seperti yang disangka sebagian orang.

Syaikh Ibnu Utsaimin –Majmu' Fatawa wa Rasail 3/124-125



Dalam agama tidak ada yang dinamakan kulit


Pertanyaan: Apakah hukumnya orang yang berkata: Sesungguhnya mencukur rambut dan memendekkan pakaian hanyalah kulit dan bukan merupakan dasar dalam agama? Atau pada orang yang mentertawakan orang yang melakukan hal itu?

Jawaban: Ungkapan ini sangat berbahaya dan kemungkaran besar. Tidak ada istilah kulit dalam agama, bahkan semuanya adalah isi, kebaikan dan memperbaiki, dan terbagi kepada dasar dan cabang. Persoalan jenggot dan memendekkan pakaian termasuk cabang, bukan termasuk dasar, akan tetapi sesuatu dari ajaran agama tidak boleh dinamakan kulit. Dikhawatirkan orang yang mengatakan sepertu ucapan ini karena meremehkan dan mengolok-olok bahwa ia menjadi murtad karena hal itu dari agamanya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ {65} لاَتَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ {66}
Katakanlah:"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". * Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.. (QS. at-Taubah: 65-66)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah yang menyuruh memanjangkan jenggot, membiarkannya, dan mengulurkannya, memotong kumis dan memendekkannya. Maka wajib mematuhinya, membesarkan perintah dan larangannya dalam semua perkara. Abu Muhammad ibn Hazm menyebutkan ijma' para ulama bahwa memanjangkan jenggot dan memotong kumis adalah perkara yang diwajibkan. Dan tidak diragukan bahwa kebahagiaan, keselamatan, kemuliaan, dan kesudahan yang terpuji adalah dalam taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan rasul-Nya, dan sesungguhnya kebinasaan, kerugiaan, dan kesudahan yang buruk adalah dalam maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Seperti ini pula mengangkat pakaian di atas dua mata kaki adalah perkara yang wajib, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ اْلإِزَارِ فَفِى النَّارِ
"Sesuatu yang berada di bawah dua mata kaki dari sarung maka di dalam neraka."
Dan sabdanya :
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَيُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ: ...المُسْبِل وَاْلمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ بِاْلحَلفِ الْكَذِبِ
"Ada tiga golongan yang Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak berbicara kepada mereka, tidak memandang kepada mereka, dan tidak membersihkan mereka (dari dosa) dan bagi mereka siksaan yang pedih:…yang mengulur sarung (di bawah dua mata kaki), menjual barangnya dengan sumpah palsu."
Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
لاَيَنْظُرُ اللهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ
"Allah Subhanahu wa Ta'ala ridak memandang kepada orang yang mengulur pakaiannya karena sombong."
Seorang muslim wajib bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan hendaklah ia mengangkat pakaiannya, sama saja baju jubah atau sarung, atau celana, dan jangan turun dari dua mata kaki, dan yang paling utama adalah di antara pertengahan betis hingga mata kaki. Apabila isbal itu dari orang yang sombong niscaya dosanya lebih besar. Dan apabila disebabkan kelalaian, bukan karena sombong maka ia adalah perbuatan mungkar dan pelakunya berdosa, akan tetapi dosanya lebih kecil dari dosa orang yang sombong. Tidak diragukan bahwa isbal adalah wasilah (sarana) menuju kesombongan, sekalipun pelakunya mengaku bahwa ia melakukannya bukan karena sombong, karena ancaman dalam hadits bersifat umum maka tidak boleh meremehkannya. Adapun cerita Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu 'anhu dan ucapannya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Sesungguhnya salah satu dari dua sisi sarung saya terulur kecuali apabila ia menjaga hal itu darinya, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong." Maka ini pada orang yang kondisinya sama seperti kondisi Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu, ia menjaganya dan bersungguh-sungguh mengawasinya. Adapun orang yang mengulur pakaiannya secara sengaja maka ini terkena umumnya ancaman dan bukan seperti Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu 'anhu. Dan dalam mengulur (isbal) pakaian disertai yang terdahulu dari ancaman merupakan sikap israf (berlebihan) dan menyebabkan kotor dan najis serta menyerupai perempuan. Semua itu wajib dijaga oleh setiap muslim. Wallahu waliyyut taufiq wal hadi ila sawaais sabiil.

Syaikh Bin Baz – Majalah Dakwah edisi: 1607

Tidak ada komentar:

Posting Komentar