Senin, 22 Februari 2010

Hijrah dari Sistem Kufur

Tahun Hijrah dalam sejarahnya bertitik tolak dari peristiwa Hijrah Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah. Para ulama memahami bahwa Hijrah Nabi saw. itu merupakan satu titik baru pengembangan dakwah menuju kondisi masyarakarat yang lebih baik. Sebab, selama berdakwah di Makkah, Rasulullah Saw banyak mengalami kendala berupa tantangan dan ancaman dari masyarakatnya sendiri, kaum kafir Quraisy. Kondisi buruk itu terus berlangsung selama kurun waktu 13 tahun sejak Nabi Muhammad Saw menerima risalah kerasulan. Pada saat yang sama, di Madinah dakwah Rasul Saw mendapatkan sambutan yang cukup baik. Beliau pun melihat adanya peluang bagi tegaknya kekuasaan Islam di sana. Oleh karena itu, Nabi Saw pun —sesuai perintah Allah— melakukan hijrah; beliau meninggalkan tanah kelahirannya di Makkah menuju Madinah. Di Madinahlah Rasulullah Saw berhasil memantapkan dakwah Islam sekaligus menegakkan kekuasaan Islam dalam institusi Daulah Islamiyah.


Makna Hijrah

Secara bahasa, hijrah berarti berpindah tempat. Sedangkan secara syar’i, para fukaha mendefinisikan hijrah sebagai: keluar dari darul kufur ke Darul Islam. (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, II/276).

Darul Islam dalam definisi di atas adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariat Islam secara total dalam segala aspek kehidupan dan yang keamanannya berada di tangan kaum Muslim. Sebaliknya, darul kufur adalah wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariat Islam atau keamanannya bukan di tangan kaum Muslim, sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam.

Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakta Hijrah Nabi Saw sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam). Walhasil, hijrah adalah momentum perjalanan menuju Daulah Islamiyah yang membentuk tatanan masyarakat yang baru, yakni masyarakat Islam.

Hijrah telah mengubah kaum Muslim yang pada awalnya merupakan kelompok dakwah di bawah pimpinan Nabi Muhammad Saw menjelma menjadi suatu umat yang memiliki kemuliaan, kedudukan, dan kekuasaan. Rasulullah Saw pun akhirnya menjadi seorang penguasa (hakim) yang menjalankan pemerintahan dan kekuasaan berdasarkan wahyu Allah SWT yang diturunkan kepadanya. Hijrah telah mengubah masyarakat Madinah yang terpecah-pecah dalam sejumlah kabilah menjadi satu umat dan satu negara di bawah kepemimpinan risalah yang dibawa oleh Rasulullah Saw Hijrahlah yang menandai perubahan masyarakat Jahiliah menjadi masyarakat Islam yang memiliki peradaban yang luhur karena diliputi oleh nilai-nilai dan hukum-hukum Allah.

Dengan demikian, dengan Hijrah, kekufuran lenyap digantikan oleh keimanan; kejahiliahan musnah tertutup cahaya Islam; darul kufur terkubur oleh Darul Islam; dan masyarakat Jahiliah pun berubah menjadi masyarakat Islam.

Walhasil, melihat fakta hijrah Rasulullah Saw di atas, sejatinya kita dapat menangkap makna hakiki dari peristiwa tersebut. Makna hakiki hijrah Rasulullah Saw tidak lain adalah berpindah dari sistem Jahiliah ke sistem Islam. Hijrah semacam inilah yang juga sejatinya harus dilakukan kembali oleh kaum Muslim saat ini, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw dan kaum Muslim pada masa lalu. Itu tidak lain harus dilakukan dengan cara mengubah negeri-negeri Muslim saat ini yang berada dalam kungkungan sistem kufur, yakni sistem kapitalis-sekular, lalu membentuk satu negara, yakni Daulah Islamiyah atau Khilafah Islamiyah.


Hijrah: Momentum Kebangkitan Islam

Hijrah Rasulullah Saw ke Madinah boleh dikatakan merupakan momentum kebangkitan Islam yang selama 13 tahun diperjuangkan oleh beliau di Makkah. Tidak dipungkiri, pasca Hijrahlah —yang segera diikuti dengan pembentukan Daulah Islamiyah di Madinah— Islam mengalami perkembangan luar biasa. Bahkan, hanya dalam kurun waktu 10 tahun kepemimpinan Rasulullah Saw di Madinah, Islam telah tersebar di seluruh Jazirah Arab; seluruh Jazirah Arab sekaligus berada dalam kekuasaan pemerintahan Islam pimpinan Rasulullah Saw Inilah yang diabadikan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an:

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Kamu melihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. (Qs. an-Nashr [110]: 1-2).

Setelah Rasulullah Saw wafat, yakni pada masa Khulafaur Rasyidin, kekuasan Islam semakin merambah ke luar Jazirah Arab. Bahkan pasca Khulafaur Rasyidin —yakni pada masa Kekhalifahan Umayah, Abbasiyah, dan terakhir Utsmaniyah— kekuasaan Islam hampir meliputi 2/3 dunia. Islam bukan hanya berkuasa di Jazirah Arab dan seluruh Timur Tengah, tetapi juga menyebar ke Afrika dan Asia Tengah; bahkan mampu menembus ke jantung Eropa. Kekuasaan Islam malah pernah berpusat di Andalusia (Spanyol).

Bagaimana dengan sekarang? Setelah 14 abad lebih dari peristiwa Hijrah, Islam saat ini memang menjadi salah satu agama yang mempunyai jumlah penganut terbesar di dunia. Namun, sejak runtuhnya Khilafah Islamiyah pada tahun 1924, yang berarti menandai runtuhnya kekuasaan Islam, Islam dan kaum Muslim bukan saja mengalami kemunduran yang sangat parah, tetapi lebih dari itu, menjadi bahan ejekan dan hinaan bangsa-bangsa lain yang kafir. Posisi dan kondisi sosial-ekonomi dan politik umat Islam sangat memprihatinkan. Umat Islam bahkan banyak ditindas di negeri mereka sendiri. Posisi umat Islam yang pernah mengalami masa kejayaannya sejak zaman Nabi saw. sampai Kekhilafahan Ustmaniyah di Turki kini tinggal kenangan.

Negara-negara Islam, utamanya yang tergabung dalam Organisasi Konfrensi Islam (OKI), hampir tidak mempunyai bergaining position yang kuat dan memadai menghadapi kekuatan hegemonik Barat (AS) dan Zionis. Apalagi pasca Peristiwa 11 September 2001, Islam dan kaum Muslim betul-betul menjadi ‘bulan-bulan’ AS dan sekutu-sekutunya. Inilah masa-masa yang paling tragis yang dialami kaum Muslim saat ini. Besarnya jumlah kaum Muslim justru hanya menjadi ‘makanan empuk’ orang-orang kafir yang rakus. Keadaan ini persis seperti yang diramalkan oleh Rasulullah Saw beberapa abad yang lalu:

“Berbagai bangsa akan mengerubuti kalian sebagaimana orang-orang rakus mengerubuti makanan.” Seseorang bertanya, “Apakah karena jumlah kami sedikit pada saat itu?” Rasul Saw menjawab, “Kalian pada saat itu bahkan berjumlah banyak. Akan tetapi, kalian seperti buih di lautan.” [HR. Abu Dawud & Ahmad].


Renungan

Dari paparan di atas, jelaslah bahwa Hijrah Nabi Muhammad Saw selayaknya dijadikan oleh kaum Muslim sebagai momentum untuk segera meninggalkan sistem Jahiliah, yakni sistem kapitalis-sekular yang diberlakukan saat ini, menuju sistem Islam. Apalagi telah terbukti, sistem kapitalis-sekular yang jahiliah itu telah menimbulkan banyak penderitaan bagi kaum Muslim, di samping menjadi alat bagi Barat (AS) yang kafir untuk menindas kaum Muslim.

Karena itu, momentum Hijrah sejatinya menjadi momentum kembalinya sistem Islam ke tengah-tengah kaum Muslim. Kembalinya sistem Islam, yang berarti kembali diterapkannya syariat Islam dalam kehidupan, tidak mungkin terwujud kecuali dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Karena itu, perjuangan menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah harus terus digulirkan dan menjadi agenda utama seluruh komponen umat Islam saat ini. Hanya dengan Daulah Khilafah Islamiyah-lah umat Islam akan kembali menjadi umat terbaik, sebagaimana firman-Nya:

Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia; melakukan amar makruf nahi mungkar, dan beriman kepada Allah. (Qs. Ali-Imran [3] 103).

Hanya dengan Daulah Khilafah Islamiyah pula, janji Allah SWT akan segera terwujud, sebagaimana firman-Nya:

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; sungguh-sungguh akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka; dan sungguh-sungguh akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. (Qs. an-Nur [24]: 55).

Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. []

YANG HALAL DAN YANG HARAAM: KEBERADAAN, ATURAN, SERTA KONSEKUENSINYA

Bismillahirrohmaanirrohiim.

Assalaamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

HARAAM-HALAL DAN SYUBHATNYA MAKANAN-MINUMAN SERTA OBAT-OBATAN

Karena ternyata masih sangat banyak ditemui ketidaktahuan dan keraguan akan makanan dan minuman yang haraam (tidak diperbolehkan) dan halal (diperbolehkan) di kehidupan nyata, khususnya mengenai hal-hal yang syubhat (meragukan) dan yang tersembunyi (misalnya dalam campuran bumbu masakan, minuman dan obat), maka saya menuliskan tulisan ini dengan maksud untuk memperjelasnya, dari berbagai sumber Al Quran, Hadits, dan ilmu pengetahuan, berdasarkan alasan kaidah Ushul Fiqh (hukum fiqh) bahwa, ”Menghindarkan kerusakan lebih diutamakan daripada mendatangkan kebaikan.”

Juga berdasarkan Al Qur’an Surat Al ‘Ashr ayat 1-3 (QS 103:1-3) bahwa, ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu betul-betul berada dalam kerugian. Kecuali (mereka) yang beriman, beramal salih (berbuat baik), saling menasihati dengan kebenaran dan kesabaran.”

Menjadi sangat PENTING pula kedudukan haram-halalnya makanan dan minuman ini (dan pengetahuan akannya serta pemilihannya) karena menurut renungan hikmah dan telaah kausalitas (saja), INILAH REJEKI (rizki) dari ALLAH PENCIPTA ALAM SEMESTA YANG LANGSUNG MASUK KE DALAM TUBUH (dan bercampur dengan tubuh dengan berbagai konsekuensinya).

Maka, semoga bermanfaat.

DASAR PEMIKIRAN KEHALALAN DAN KEHARAMAN

Pada dasarnya, dalam masalah penentuan hal yang haraam maupun halal ini, berlaku kaidah Ushul, bahwa ”Asal sesuatu itu boleh, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.”

Allah subhananu wata’ala (SWT) juga berfirman, ”Dia telah menciptakan untuk kalian segala sesuatu di bumi”, dari Al Qur’an/QS 45:13 atau Qur’an Surat Al Jaatsiyah ayat 13.

Maka berdasarkan ayat dan kaidah ushul ini, tentu saja segala hal di bumi ini dapat dipergunakan oleh manusia sebagai KhalifahNya di Bumi ini, sesuai aturan Tuhan, sebagai Pemiliknya yang sebenarnya. Hal ini adalah sebuah kepantasan, tentu saja.

Namun mengenai aturanNya, apakah yang menjadi aturanNya dalam hal ini, terutama dalam kaitan masalah haraam-halal ini, kiranya?

Di antara jutaan spesies dan berbagai benda lain ciptaanNya itu yang mungkin tak akan mampu dihitung manusia baik di darat, laut dan udara serta memang dapat dipergunakan manusia (QS An Nahl 18. “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”); ternyata memang ada yang dilarangNya untuk dikonsumsi, dilarangNya untuk digunakan.

Ini dikarenakan, ”Allah tidak menjadikan kesulitan bagi kalian, akan tetapi Ia hendak menyucikan kalian dan menyempurnakan nikmatNya kepada kalian agar bersyukur”, yang disebutkan di QS Al Maidah ayat 5.

Maka, berbagai nikmatnya itu yang ada dalam berbagai kondisi dasar tertentu, yang sesuai dengan kodratnya sebagai ciptaanNya, memang diciptakan dalam keadaan tidak sempurna. Ada yang tidak berada dalam keadaan pantas untuk digunakan dalam keadaan apapun, ada yang perlu diolah dahulu untuk digunakan, ada yang langsung dapat digunakan, dan berbagai kondisi lain. Sebagaimana Allah SWT menciptakan kejahatan tetapi juga kebaikan, Malaikat tetapi juga Iblis dan Setan, energi positif tetapi juga energi negatif, dan sebagainya; ini adalah sebuah kewajaran, dan tentu pula di balik itu semua tersembunyi kenikmatan dan hikmah.

DisempurnakanNya pulalah nikmatNya bagi kita, dengan memberikan pengetahuan dan ketetapan akan segala sesuatu yang pantas digunakan, serta cara-cara menggunakannnya yang baik. Ini adalah pengejawantahan Manajemen Fitrahi (menurut sebutan saya, atau sebut saja sebagai Natural Management), suatu sistem pengelolaan segala sesuatu yang didasarkan dan diperuntukkan kepada sifat-sifat dan kondisi fitrahi ciptaanNya, dan juga merupakan suatu kewajaran yang sangat sesuai di segala kondisi; pada satu sisi telaah.

Seiring dengan salah satu makna bersyukur yang dalam hal ini adalah keperluan untuk membatasi diri (karena memang ada batasan-batasan yang sebaiknya tidak dilanggar, juga karena sesuai dengan keadaan alami manusia yang memang terbatas). Ada pula konstanta-konstanta (ketetapan-ketetapan) dan juga variabel-variabelnya (yang dapat berubah) sebagai pembatas dan rambu-rambu pengaturnya dalam kehidupan ini, yang mungkin tak akan pernah dapat dan bahkan perlu, untuk ditentang manusia.

Sungguh ini juga sesuai dengan kaidah sunnatullah (hukum Allah/hukum alam) fitrahi yang menunjukkan adanya perkecualian dalam segala hal, yang menurut saya justru diadakanNya agar memudahkan kehidupan manusia dalam situasi dunia yang dinamis ini dan sebagai syarat keberadaan dunia yang tidak sempurna ini; juga sebagai makna hikmahnya.

Mengenai relevansi adanya segala perkecualian ini dengan ilmu pengetahuan sains dan teknologi, cabang ilmu yang disebut orang sebagai Ilmu Pasti (Sains) pun bahkan ternyata didasarkan perhitungan-perhitungan pembulatan (yang tidak penuh, tidak bulat, tidak mutlak), lain dari yang umum dikira orang bahwa Ilmu Pasti adalah benar-benar eksak, bulat, atau pasti.

Sebagai contoh, dengan memanfaatkan ayat Kauniyyah (ayat-ayat Allah yang tidak tertulis di Kitab Suci atau ayat-ayat Qauliyyah), diketahui dalam ilmu dasar matematika bahwa ternyata bahkan angka ”1”, adalah hasil pembulatan dari bilangan matematika ”0,9999...” Dunia ilmu sains teknologi saat ini pun telah mengenal kaidah Fuzzy Logic (logika kabur) sebagai satu hal dasar perhitungan yang lebih realistis daripada Logika komputasi lama atau yang juga disebut Binary Logic (Logika Biner) 1-0 (”ada atau tidak”, ”ya atau tidak”) dalam perhitungan matematika komputasi/komputer.

Dunia Sekuler saja mengenal hal-hal yang terjadi dan berada di luar rencana sebagai ”Force Majeur”. Sungguh tidak ada yang pasti dalam kehidupan, karena yang pasti terjadi adalah perubahan, dalam bentuk makro maupun mikro, atau keduanya. Bahkan hal-hal yang memang telah dipastikan datangnya seperti kematian, Hari Kiamat, dan sebagainya; waktu datangnya pun masih dipengaruhi oleh kelakuan manusia.

Jadi bagaimana pula kita dapat menyatakan bahwa sungguh ada kepastian dalam hidup dan karenanya juga tidak ada perkecualian?

Hal ini kiranya dapat dipahami dengan jelas dari ayat berikut ini, ”Allah menghapus apa yang Dia kehendaki, dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki); pada sisiNya ada Ummul Kitab.” (QS Ar ra’d ayat 39) dan pada penafsirannya, ”Sesungguhnya aku akan membuat dirimu dan orang-orang setelah diriku terbelalak dengan penafsiran ayat tersebut. Sedekah yang baik, berbakti kepada kedua orangtua, dan berbuat kebajikan, dapat menempatkan kebahagiaan sebagai ganti kesengseraan, serta dapat memanjangkan umur dan menjaga dari pelaku kejahatan.” (Hadits Rasulullah SAW riwayat As Suyuthi dari Ali bin Abi Thalib R.A.) Kemudian, ”Setiap waktu Dia (Allah) dalam kesibukan (mengatur segala sesuatunya, secara dinamis mengatur segala ketentuan, tidak statis).” dari QS Ar Rahmaan ayat 29.

Sekali lagi dalam hal ini, ternyata tetap ada perkecualian. Dan perkecualian itupun ada dalam kondisi dinamis. Ini adalah kaidah sunnatullah. Demikian juga dalam masalah pengkonsumsian makanan dan minuman, tentu pula ada perkecualian. Dan sebagai bukti lebih lanjut tentang kesesuaian konsep ini dalam kehidupan kita yang dinamis ini, dalam hukum Islam, makanan dan minuman yang dihalalkan adalah memang halal kecuali bila diketahui mengganggu kesehatan, atau tidak baik secara umum (misalnya penderita penyakit Hipertensi dilarang mengkonsumsi daging kambing berlebihan atau bahkan tidak samasekali, penderita Diabetes Mellitus dilarang mengkonsumsi gula berlebihan atau bahkan tidak samasekali). Hal ini menuruti prinsip ”Halalan Thayyiban”, yaitu bahwa suatu hal yang sudah halal juga sebaiknya (seharusnya) juga baik (sehat) untuk dikonsumsi atau digunakan.

Juga sebaliknya, makanan dan minuman yang diharamkan adalah memang haram kecuali bila tak ada alternatif lain untuk menyambung hidup ditemukan (misalnya, dalam suatu keadaan darurat saat tidak ditemukan makanan lain, daging Babi dan segala yang diharamkan, boleh dikonsumsi untuk menyambung hidup, sampai ditemukan yang halal).

Hal ini antara lain karena, “Allah tidak menjadikan kesulitan bagi kalian, akan tetapi ia hendak menyucikan kalian dan menyempurnakan nikmatNya kepada kalian agar kalian bersyukur”, Qur’an Surat (QS) Al Maidah ayat 5. Al Qur’an Surat (QS) Al Maidah ayat 3 juga menyebutkan, “ … Dan barangsiapa yang terpaksa karena kelaparan (kebutuhan), dengan tidak cenderung berbuat dosa, tidak mengapa …” Dan sebagainya.

Kemudian dalam hal haraam-halal ini, ternyata telah banyak pula manusia mengharamkan yang halal dan bahkan menghalalkan yang haram, sedangkan Allah Tuhan Semesta Alam, tidak menghendakinya, sebagaimana termaktub dalam ayat berikut, ”Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengharamkan barang-barang yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian dan janganlah melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah/konsumsilah (makanan) yang halal dan baik yang telah Allah berikan kepada kalian, dan bertaqwalah kepada allah yang kalian beriman kepadaNya”, disebutkan di QS Al Maidah ayat 87-88.

Lalu dari QS Al An’aam ayat 118, ” ... Kebanyakan orang benar-benar hendak menyesatkan orang lain sekehendak hatinya, tanpa berdasarkan pengetahuan ...” Oleh karenanya, kejelasan tentang segala ketentuan ini perlu adanya, dan syukur alhamdulillah (segala puji kepada Tuhan), telah dijelaskan oleh Allah SWT (lihat tulisan ini di bagian berjudul Yang Diharamkan dan Dihalalkan Pengkonsumsiannya).

Hadits Rasulullah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib SAW pun mendukung kaidah ini, karena, An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)

Maka, untuk hal-hal yang demikian, lebih baiklah kiranya untuk menjauhi hal-hal yang syubhat, karena hal ini telah menyelamatkan agama dan harga diri kita. Masih banyak kenikmatan dariNya yang lain, dan bila memang masih ingin menggunakan yang itu juga, tentu manusia dengan segala potensi kemampuannya, dipersilahkan untuk mencari cara terbaik berusaha menggunakannya, dengan tidak menentang rambu dari Sang Pencipta.

YANG DIHARAAMKAN DAN DIHALALKAN PENGKONSUMSIANNYA

Sekalipun dengan potensi terbesar rasionya, manusia tetap tidak akan pernah mampu untuk mengetahui secara mutlak benar kebaikan dan keburukan segala hal di dunia, termasuk tentu pula bahan makanan dan minumannya. Oleh karenanya diberikan petunjuk olehNya tentang hal-hal ini dari Sang Pemilik, Sang Pencipta, Majikan Alam Semesta, Allah SWT.

Sehubungan dengan ini, menarik pula untuk direnungkan kiranya bahwa Babi yang telah dilarang dikonsumsi dan digunakan sejak jaman Nabi Allah Musa (Moses) ’alaihissalaam (AS), baru ditemukan segala potensi penyakit dan hal-hal buruk lain (mudharat) jauh berabad-abad kemudian oleh sains dan teknologi (dan mengenai daftar potensi penyakit yang dikandungnya, dapat dilihat di bagian lain dari tulisan ini di bagian berjudul Berbagai Dampak Pengkonsumsian Makanan-Minuman Haram dan Halal).

Secara logis pula tentunya, hanya sang Khaliq yang paling mengetahui segala hal tentang ciptaanNya, termasuk pula segala (potensi) keburukan dan kebaikannya, sebagaimana terkandung dalam ayat, ”Allah mengetahui mana yang merusak dan mana yang membawa maslahat”, dari QS Al Baqarah ayat 220. Karenanya tentulah manusia amat tidak pantas untuk membantah ketentuanNya, dan lebih baik menurutiNya.

Dan bahkan Allah SWT masih memberikan pilihan bagi manusia sebagai berikut dalam memaknai kata ”perintah”, yang lebih tepatnya adalah bermakna “sangat dianjurkan”, karena tidak ada paksaan dalam beragama (QS Al Baqarah ayat 256).

Maka, pemberitahuan akan makanan dan minuman yang masuk dalam kriteria haraam dikonsumsi menurut agama Islam itu adalah sebagai berikut:

• Babi dan apapun yang berasal darinya seperti daging babi (ham, pork, bacon, dsb), lemak babi (lard atau pork tallow), tulang babi, kulit babi, bulu babi, enzim babi, serum dari babi, usus babi dan lain-lain. Juga additive/bahan tambahan makanan (misalnya Gelatin, Lesitin, Kasein dan Natrium Kaseinat, Enzim, Shortening) yang berasal dari Babi atau campurannya dan sebagainya.

Penggunaannya cukup jamak dijumpai di berbagai resep masakan Cina, Barat, dan lain-lain asal peradaban (termasuk di Indonesia seperti yang jamak di bagian Timur Indonesia dan tanah Batak) yang pada jaman dahulunya cukup susah untuk mendapatkan bahan pangan yang lebih baik selain Babi (yang mudah ditemui karena dapat hidup di berbagai tempat terkotor sekalipun, hampir tidak usah dipelihara dan karenanya murah, selain rasanya yang cukup nikmat) atau bahkan yang tak berhubungan dengan masakan seperti dalam campuran untuk Parfum, menghaluskan cat perahu secara tradisional di beberapa budaya, sebagai kuas, dan sebagainya.

Banyak kebiasaan dan berbagai bentuk penggunaannya ini biasanya berasal dari budaya Barat, walaupun tentu seperti misalnya untuk Shortening (dan berbagai bentuk penggunaan serta ramuan lain) untuk campuran makanan, minuman, es krim (Ice Cream, dan yang semakin lembut, patut diwaspadai karena cenderung berunsur dari Babi); ada pula yang tidak berasal dari Babi dan karenanya memang halal. Berbagai kenyataan ini sebaiknya perlu diwaspadai oleh kaum muslim.

Keharamannya sendiri ditegaskan di Al Qur’an dan Hadits.

• Darah. Dikisahkan pula bahwa di jaman Jahilliyah Arab, bila haus, segolongan orang Arab biasa menusukkan tulang ke binatang, dan meminum darah yang memancur, mengalir darinya. Keharamannya ditegaskan di Al Qur’an dan Hadits.

• Bangkai. Keharamannya ditegaskan di Al Qur’an dan Hadits.

• Khamr (yang memabukkan), atau dengan nama lain dalam hal ini adalah Alkohol (dari bahasa Arab “Al Kuhul” yang berarti “sari pati sesuatu”, ditemukan pertama kali oleh ilmuwan muslim dan pengetahuannya kemudian meluas melalui Jalur Sutra/Silk Road dan masa Renaissance di Abad Pencerahan Eropa sebagai salah satu hal yang diserap dan dikembangkan Barat).

Termasuk di dalamnya adalah Beer (Bir), Ale, Porter, Stout, K’vass, Pulgue, Taete, Sorgo, Sake, Pombe, Biti, Wine (Red dan White Wine termasuk Champagne), Tuak (hasil fermestasi dari air Aren/Legen), Sari (Air hasil fermentasi) Tape/Tapai, Brandy, Rhum, Sherry, Kahlua, Gin, Martini, Vodka, Whisky, berbagai jenis Liquor lain (sebagian dari berbagai jenis minuman beralkohol ini juga lazim disebut sebagai Liquor), dan sebagainya; pendek kata hasil fermentasi apapun yang berasal dari karbohidrat (termasuk gula). Juga termasuk dalam kategori memabukkan adalah candu (opium) dan narkotika serta obat bius (narkoba).

Pada dasarnya, alkohol dapat berupa pula menjadi berbagai bentuk lain yang tetap mengandung sifat-sifat alkohol seperti menjadi alkanol dan berbagai ramuan kimiawi lain dengan nama berkahiran ”ol”. Alkohol juga cukup lazim digunakan di berbagai obat (yang biasanya dibuat dengan teknologi Barat yang biasanya juga tidak mengharamkan alkohol) seperti obat batuk, juga obat kumur, obat anti bau mulut, dan sebagainya. Namun saat ini juga telah disediakan berbagai obat ini yang tanpa alkohol. Maka kita patutlah untuk cermat memilih.

Namun sekarang juga telah semakin banyak produsen obat yang telah membuat obat-obatan itu tanpa menggunakan alkohol dan bahkan tanpa pula harus kehilangan berbagai manfaatnya. Fungsi alkohol telah secara relatif dapat digantikan dalam berbagai ramuan itu.

Alkohol juga cukup lazim digunakan dalam bumbu masakan dan minuman, misalnya seperti:

- Penggunaan Wine (biasanya Red Wine) dalam saus Steak (untuk beberapa jenis saus) panggangan daging sapi dan babi (jenis daging merah atau red meat), misalnya Red Wine Sauce atau campuran Steak Sauce lainnya.

- Campuran saat menumis (sautéé), pan frying, atau memasak Sea Food (atau yang disebut juga termasuk dalam golongan daging putih atau white meat) semacam udang Lobster serta sejenisnya dan ikan-ikanan (biasanya White Wine) dengan cara lain a la resep asli European Food.

- Campuran saat memasak Ayam atau Unggas atau Poultry (termasuk dalam golongan white meat dan biasanya digunakan White Wine untuknya) a la European Food.

- Beberapa resep Sea Food dalam khazanah European Food (masakan Eropa) sebagai campuran utamanya (biasanya White Wine) dalam proses memasak atau sebagai campuran sausnya.

- Campuran dan bahan bakar saat memanggang Ayam (biasanya Brandy) misalnya dalam resep Chicken Flaming Brandy (Ayam Bakar Brandy).

- Campuran dalam beberapa resep masakan Italia dan Perancis secara umum (baik Red Wine maupun White Wine) terutama kebiasaan beberapa daerah Eropa tertentu.

- Beberapa resep Chinese Food (masakan Cina) sebagai campuran utamanya (biasanya Arak) terutama pula berdasarkan kebiasaan dari daerah Cina tertentu.

- Beberapa resep Chinese Food terutama masakan Sea Food (biasanya Arak Masak/Ang Ciu/Pek Bi Ciu, dll.) berdasarkan kebiasaan dari daerah Cina tertentu pula.

- Kebanyakan saus Teriyaki jadi (siap digunakan) dalam botol hasil industri makanan yang lazim menggunakan campuran alkohol (terutama produksi negeri lain seperti yang diimpor dari Jepang dan ternyata cukup mudah pula dijumpai di Indonesia di berbagai Toko atau Supermarket) yang biasanya dicampurkan kepadanya dengan alasan agar lebih awet disimpan.

- Sebagai campuran dalam resep asli Black Forest Cake maupun beberapa resep asli jenis Cake lainnya yang biasanya memakai Liquor seperti Rhum dan Brandy.

- Sebagai campuran utama dalam berbagai ramuan minuman Cocktail dan berbagai minuman beralkohol lainnya (termasuk Liquor). Campuran yang biasa digunakan adalah Sherry, Gin, Brandy, Rhum, Kahlua, Whisky, dan sebagainya.

Berbagai ramuan baru dan lama sudah diciptakan oleh berbagai ahli meramu minuman seperti para Bartender, dan ini masih berkemungkinan untuk terus berkembang seiring perkembangan jaman. Berbagai nama ramuan minuman yang cukup terkenal antara lain Margarita, Contro, Black Russian, Bloody Mary, Blue Caracao, Irish Coffee, Singapore Sling, Snowball, Shirley Temple, dan sebagainya.

- Dan lain sebagainya.

Untuk tidak menggelisahkan, berbagai macam bumbu makanan-minuman dan sebagainya itu, memang juga ada yang tidak berasal dari hal-hal yang haram bahkan sedari masa berdasarkan resep aslinya atau dari resep asli yang memang telah dimodifikasi untuk tidak mengandung alkohol, dan karenanya sangat aman pula dikonsumsi.

Lagipula, penggunaan alkohol dalam khazanah masakan dunia (gastronomi/gastronomy, culinary/seni kuliner, cuisine), untuk yang biasanya dari resep Barat utamanya dilakukan mereka untuk menghangatkan tubuh di iklim dingin mereka; yang merupakan suatu hal yang secara praktis tidak diperlukan di iklim tropis seperti di Indonesia.

Berbagai kenyataan ini sebaiknya diwaspadai oleh kaum muslimin dan muslimat. Dan perlu kiranya, untuk menjaga diri sendiri, selalu menanyakan apa kandungan makanan yang hendak dikonsumsi atau dibuat, lalu menyikapinya sesuai akidah Islam. Atau cukuplah juga memberitahukan kepada pemasaknya untuk tidak mencampurkan hal-hal yang haram atau bahkan syubhat ke dalamnya. Atau juga tidak berdekatan dengannya, mencari alternatif makanan dan restoran lain, bila masih ragu akan kandungannya.

Keharaman Khamr itu sendiri ditegaskan di Al Qur’an dan Hadits.

• Hewan yang disembelih tidak diperuntukkan dan/atau tidak seijin Tuhan YME termasuk yang diniatkan bagi pemujaan berhala dan/atau sesajen. Keharamannya ditegaskan di Al Qur’an.

• Munkhanikah (hewan halal yang mati tercekik). Keharamannya ditegaskan di Al Qur’an.

• Mauquudaah (hewan halal yang mati terpukul). Keharamannya ditegaskan di Al Qur’an.

• Mutaraddiyah (hewan halal yang mati terjatuh). Keharamannya ditegaskan di Al Qur’an.

• Nathiihah (hewan halal yang mati ditanduk). Keharamannya ditegaskan di Al Qur’an.

• Hewan halal yang mati diterkam binatang lain kecuali yang sempat disembelih sempurna sesuai syari’ah Islam, termasuk dengan tidak menyiksanya atau membiarkannya mati menderita. Keharamannya ditegaskan di Al Qur’an.

• Himar peliharaan dan bighal (keturunan kuda, keledai dan himar), namun tidak untuk kuda (kuda, halal dikonsumsi). Keharamannya ditegaskan di Hadits

• Binatang buas bertaring, burung berkuku tajam, dan karena kita disuruh memeranginya, termasuk gagak, elang, ular, tikus dan anjing gila/galak, dan sebagainya. Keharamannya ditegaskan di Hadits.

• Binatang yang dilarang memeranginya, termasuk semut, lebah, burung hud-hud, burung suradi. Keharamannya ditegaskan di Hadits.

• Al Jalalah, hewan yang memakan kotoran sehingga berubah baunya dan yang haram karena kotor, termasuk kutu, ulat, kepinding, kutu anjing dan sebagainya. Keharamannya ditegaskan di Al Qur’an.

• Secara luas adalah perlu pula untuk menelaah bahwa kita dilarang memakan yang didapatkan dari berjudi, riba, menipu, harta anak yatim-piatu, dan sebagainya perilaku maksiat dan haram.

Diserahkan kepada manusia untuk memilih jalan yang baik dan buruk sebagaimana disebutkan dalam QS Al Baqarah ayat 256, ”Tidak ada paksaan dalam menganut agama, sebab sudah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah ...”

BEBERAPA DASAR HUKUM

Beberapa dasar hukum haram-halalnya bahan makanan dan minuman antara lain adalah:

o Al Qur’an Surat (QS) Al Maidah ayat 3, “Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, babi, hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, yang mati karena dicekik, yang mati karena dipukul, yang mati karena jatuh, yang mati karena ditanduk, dan yang mati karena diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya. Dan diharamkan juga bagimu yang disembelih dengan tata cara keberhalaan dan daging sembelihannya yang ditentukan dengan undian (anak panah) … Dan barangsiapa yang terpaksa karena kelaparan, dengan tidak cenderung berbuat dosa, tidak mengapa …”

o Lalu QS An Nahl ayat 115, “Yang diharamkanNya atasmu, hanyalah bangkai, darah, daging babi, dan yang disembelih dengan nama yang bukan nama Allah. Tetapi orang-orang yang terpaksa memakannya karena kelaparan yang mendesak, tidak karena membandel, tidak pula melampaui batas-batas kebutuhan, Tuhan tidak akan menyiksanya, bahkan Allah Maha Pengampun dan Penyayang.”

o Lalu QS Al Baqarah ayat 219, “Mereka akan bertanya kepadamu tentang minuman keras dan judi, katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa besar dan manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya …”

o Lalu QS Al Maidah ayat 90-91, “Hai orang-orang beriman! Sesungguhnya meminum minuman keras, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk pekerjaan setan. Sebab itu hendaklah kamu tinggalkan, supaya kamu beruntung. Sesungguhnya Setan itu benar-benar hendak menjerumuskan kamu ke dalam permusuhan dan saling membenci antara sesamamu melalui arak dan judi itu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan mengerjakan shalat. Maukah kamu berhenti?”

o Lalu QS An Nahl ayat 67, “Dan dari perasan buah kurma dan anggur kamu (dapat) buat minuman keras dan (juga) bermacam-macam sari buah yang baik. Sesungguhnya pada hal-hal yang demikian terdapat tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang mau memikirkan(nya)”

o Lalu QS Al A’raf ayat 157, ”Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”

o Lalu QS Al An’Aam ayat 118, ”Karena itu, makanlah bintang-bintang sembelihan yang disebut nama Allah waktu menyembelihnya, jika kamu betul-betul beriman kepada ayat-ayatNya”

o Lalu QS Al Baqarah ayat 168, ”Hai semua manusia! Makanlah makanan yang halal lagi baik yang terdapat di muka Bumi secara baik-baik. Dan janganlah kamu turuti langkah-langkah Syaitan, karena dia jelas musuhmu.”

o Lalu QS Ali ’Imraan ayat 130, ”Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba yang berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”

o Lalu QS An Nisaa’ ayat 6, ”… Dan janganlah kamu makan harta anak-anak yatim itu secara di luar patut dan tergesa-gesa menggunakannya sebelum mereka dewasa. Barangsiapa di antar pemelihara itu yang mampu, hendaklah dia menahan dirinya dari memakan harta-harta anak-anak yatim itu dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia memakannya menurut keperluan …”

o Lalu QS Al A’ Raaf ayat 157, “… Kelima dan keenam, menghalalkan bagi mereka segala yang baik mengharamkan kepada mereka segala yang buruk …”

o Kemudian Hadits Rasulullah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib SAW yang diriwayatkan Abu Dawwud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Nu’man bin Basyir, menjelaskan bahwa Nabi SAW pernah bersabda, “Sungguh dari gandum dibuat khamr, dari sya’ir dibuat khamr, dari kismis dibuat khamr, dari kurma dibuat khamr, dan dari madu dibuat khamr, ... dan aku melarang semua minuman yang memabukkan”

o Dan dalam Hadits riwayat Muslim, dari Ibnu Umar, nabi Muhammad SAW bersabda, “Semua yang memabukkan adalah khamr dan semua khamr adalah haram”

o An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal mutasyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal mutasyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)

o Juga dikisahkan bahwa Thariq bin Zuwaid Al Jufri bertanya kepada Rasulullah SAW tentang khamr, maka Rasulullah SAW melarang membuatnya. Thariq kemudian mengatakan, “Saya membuat khamr itu untuk obat.” Nabi kemudian menegaskan, “Khamr bukan obat, tetapi penyakit” (Hadits Riwayat Al Muslim)

o Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap binatang buas yang mempunyai gigi taring adalah haram dimakan." Riwayat Muslim. Muslim juga meriwayatkan dari hadits Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu dengan lafadz -melarang-, dan ditambah: "Dan setiap burung yang mempunyai kaki penerkam."

o Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada waktu perang Khaibar melarang makan daging keledai negeri dan membolehkan daging kuda. Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Bukhari: Memberikan keringanan.

o Ibnu Abu Aufa Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami berperang bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sebanyak tujuh kali, kami selalu makan belalang. Muttafaq Alaihi.

o Dari Anas Radliyallaahu 'anhu tentang kisah kelinci, ia berkata: Ia menyembelihnya dan mengirimkan pangkal pahanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau menerimanya. Muttafaq Alaihi.

o Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang membunuh empat macam binatang yaitu: semut, lebah, burung hud-hud, dan burung shurad (Sejenis burung pipit). Riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

o Ibnu Abu Ammar berkata: Aku pernah bertanya kepada Jabir: Apakah anjing hutan itu binatang buruan? Ia menjawab: Ya. Aku bertanya lagi: Apakah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda demikian? Ia menjawab: Ya. Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Bukhari dan Ibnu Hibban.

o Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa ia pernah ditanya tentang hukumnya landak. Ia menjawab (artinya = Katakanlah, aku tidak mendapatkan perkara yang diharamkan dalam apa yang diwahyukan kepadaku - ayat). Berkatalah seorang tua di sisinya: Aku pernah mendengar Abu Hurairah berkata: Ada orang menanyakan landak kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau bersabda: "Ia adalah termasuk binatang kotor." Maka Ibnu Umar berkata: Bila Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda demikian, maka itulah yang benar. Riwayat Ahmad dan Abu Dawud, dan sanadnya lemah.

o Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang memakan binatang yang makan tahi dan melarang meminum susunya. Riwayat Imam Empat kecuali Nasa'i. Hadits hasan menurut Tirmidzi.

o Dari Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu -tentang kisah keledai hutan-: Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memakan sebagian darinya. Muttafaq Alaihi.

o Asma' Binti Abu Bakar Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami pernah menyembelih seekor kuda pada masa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu kami makan. Muttafaq Alaihi.

o Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Biawak pernah dimakan (oleh para shahabat) dalam hidangan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Muttafaq Alaihi.

o Dari Abdurrahman Ibnu Utsman al-Qurasyi Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang thabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang katak yang dijadikan obat. Lalu beliau melarang membunuhnya. Riwayat Ahmad yang dinilai shahih oleh Hakim. Abu Dawud dan Nasa'i juga meriwayatkannya.

o Dari 'Adiy Ibnu Hatim Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika engkau melepaskan anjingmu (untuk berburu), maka sebutlah nama Allah padanya. Bila ia menangkap buruan untukmu dan engkau mendapatkannya masih hidup, maka sembelihlah. Bila engkau mendapatkannya telah mati dan anjing itu tidak memakannya sama sekali, maka makanlah. Bila engkau menemukan anjing lain selain anjingmu, sedang buruan itu telah mati, maka jangan engkau makan sebab engkau tidak mengetahui anjing mana yang membunuhnya. Apabila engkau melepaskan panahmu, sebutlah nama Allah. Bila engkau baru menemukan buruan itu setelah sehari dan tidak engkau temukan selain bekas panahmu, makanlah jika engkau mau. Jika engkau menemukannya tenggelam di dalam air, janganlah engkau memakannya." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.

o 'Ady Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang berburu dengan tombak. Beliau bersabda: "Jika engkau mengenakan dengan ujungnya yang tajam, makanlah; dan jika engkau mengenakan dengan tangkainya, kemudian ia terbunuh, maka ia adalah mati terkena pukulan dan jangan dimakan." Riwayat Bukhari.

o Dari Abu Tsa'labah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika engkau melepaskan panahmu, lalu buruan itu menghilang darimu, kemudian engkau temukan, maka makanlah selama ia belum membusuk." Riwayat Muslim.

o Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa ada suatu kaum bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam: Ada suatu kaum membawa daging kepada kami yang tidak kami ketahui, apakah mereka menyebut nama Allah (waktu menyembelih) atau tidak?. Beliau menjawab: "Sebutlah nama Allah padanya dan makanlah." Riwayat Bukhari.

o Dari Abdullah Ibnu Mughoffal Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang (berburu dengan cara) melempar batu. Beliau bersabda: "Ia tidak dapat memburu buruan, tidak menyakiti musuh, ia hanya meretakkan gigi dan membutakan mata." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim.

o Dari Ka'ab Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang perempuan menyembelih seekor kambing dengan batu. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ditanya tentang hal itu dan beliau menyuruh untuk memakannya. Riwayat Bukhari.

o Dari Rafi' Ibnu Khodij Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apa yang dapat menumpahkan darah dengan diiringi sebutan nama Allah, makanlah, selain gigi dan kuku, sebab gigi adalah tulang sedang kuku adalah pisau bangsa Habasyah." Muttafaq Alaihi.

o Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang membunuh suatu binatang dengan cara mengikatnya lalu memanahnya. Riwayat Muslim.

o Dari Syaddad Ibnu Aus bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat kebaikan terhadap segala sesuatu. Maka jika engkau membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik dan jika engkau menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik, dan hendaklah di antara kamu mempertajam pisaunya dan memudahkan (kematian) binatang sembelihannya." Riwayat Muslim.

o Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang muslim itu cukup dengan namanya. Bila ia lupa menyebut (nama Allah) ketika menyembelih, hendaknya ia menyebut nama Allah sebelum makan, kemudian memakannya." Riwayat Daruquthni dan dalam sanadnya ada seorang perawi yang lemah hafalannya, bernama Muhammad Ibnu Yazid Ibnu Sinad. Ia seorang yang jujur, namun lemah hafalannya. Abdurrazaq juga meriwayatkannya dengan sanad shahih hingga Ibnu Abbas yang mauquf padanya.

o Ada hadits saksi riwayat Abu Dawud dalam hadits mursalnya dengan lafadz: "Sembelihan orang muslim adalah halal, ia menyebut nama Allah atau tidak." Para perawinya dapat dipercaya.

o ”Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai, (yaitu) ikan dan belalang”, dari riwayat Ibnu Majah.

Sementara itu, hewan laut seluruhnya tanpa kecuali adalah halal, sebagaimana termaktub dalam dasar hukum berikut:

oQS Al Maidah ayat 96, ”Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu dan bagi orang yang dalam perjalanan”

o QS An Nahl ayat 14, ”Dialah yang menundukkan laut untuk kepentinganmu agar kamu dapat mengkonsumsi darinya daging ikan segar ...”

o Hadits Nabi Muhammad bin Abdullah SAW bahwa, ” “Lautan airnya suci (untuk wudhu) dan bangkai ikannya halal (untuk dimakan)”, riwayat Malik, Bukhari dan lainnya.

Maka jelas pula secara umum pelaksanaan penyembelihan harus pula sesuai dengan Syari’ah Islam (misalnya, harus memakai alat penyembelih yang tajam sehingga tidak menyakiti hewan sembelihan itu dan pada dasarnya secepat-secepatnya diusahakan kematian yang tidak menyakitkan baginya, dilakukan dengan memotong saluran makan dan pernapasan hingga benar-benar putus, tidak menggunakan gigi atau kuku, dan sebagainya) dan masih ada pula segala persyaratan syar’i lainnya, baik hasil ijma’ (keputusan hasil pemikiran) para ulama maupun yang telah jelas dasar hukumnya di Al Qur’an dan Hadits/Sunnah Rasulullah SAW, seperti juga bahwa yang menyembelih hendaklah orang Islam atau ahli Kitab (yang berpegang kepada Kitab Allah selain dari Al Qur’an) dan melakukannya dengan sengaja berdasarkan ayat, ”Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka”, disebutkan di QS Al Maidah ayat 5; dan sebagainya.

Juga mengenai sumber dari hasil, ”Akan datang bagi manusia suatu jaman dimana orang tidak peduli apakah harta yang diperolehnya halal atau haram.” (HR. Bukhari)

Kemudian, dalam kehidupan Indonesia masa Modern (sampai Abad XX Masehi) atau Post-modern (setelah Abad XX Masehi) ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah berfatwa bahwa apapun juga yang mengandung unsur haram dan dikonsumsi langsung atau tidak langsung, misalnya sebagai campuran makanan dan minuman serta obat; adalah termasuk haram. Dan dijelaskan pula oleh MUI kemudian bahwa yang menjadi batasan haram untuk khamr, adalah yang mengandung kadar alkohol di atas kadar alkohol 1%.

Maka, bahan bumbu masak seperti Angkak, Ang Ciu, dan sebagainya yang biasanya mengandung sekitar 4% kadar alkohol (lebih kurang sama dengan kandungan alkohol Beer, sekitar 5% kadar alkohol), adalah termasuk haram untuk dikonsumsi. Dan dengan sendirinya kadar alkohol yang secara alami terdapat dalam buah-buahan yang sudah masak seperti Durian dan bahkan hasil pembuatan Tapai, yang mengandung kadar alkohol kurang dari 1%, adalah termasuk halal untuk dikonsumsi.

Antara lain ada pula Fatwa hasil Munas MUI tanggal 11-17 Rajab 1400 H atau 26 Mei-1Juni 1980 yang menghasilkan fatwa di antaranya:

1. Setiap makanan dan minuman yang jelas bercampur dengan barang haram/najis hukumnya adalah haram
2. Tiap makanan yang diragukan bercampur dengan barang haram/najis hedaknya ditinggalkan

Ini berdasarkan kaidah ushul (fiqih), “Apabila berkumpul yang halal dengan yang haram (pada sesuatu), unsur yang haram yang dimenangkan (sesuatu itu menjadi haram).”

KAITAN KEHALALAN DAN KEHARAAMAN DALAM ISLAM DENGAN KRISTEN DAN YAHUDI

Dan kemudian mohon pertimbangkanlah pula bahwa umat Islam diperintahkan (sekali lagi lebih tepatnya “sangat dianjurkan”, karena tidak ada paksaan dalam beragama, dasarnya adalah QS Al Baqarah ayat 256) untuk melakukan hal ini sesuai dengan QS Al-Baqarah ayat 136, "Katakanlah (hai orang orang mu'min/yang beriman dalam tingkat tinggi), 'Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim (Abraham), Isma'il (Ishmael), Ishak (Isaac/Jusac/Iskak), Ya'qub (Jacob/Yakub/Yakob/Jacobus/Yakobus) dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa (Moses) dan Isa (Yesus) serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabbnya (Tuhannya). Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepadaNya."

"Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka." - QS Al Baqarah ayat 119 (2:119)

Abu Dzar radhiyallahu 'anhu bertanya, “Wahai Rasulullah, berapakah jumlah nabi seluruhnya?” Beliau menjawab, “124.000 orang dan 315 di antaranya adalah rasul.” (HR. Ahmad: 5/178, 179, 266).

Nabi-nabi diutus hanya untuk kaumnya saja sedangkan aku diutus untuk seluruh umat manusia (HR Bukhari no 335 dan HR Muslim no 521)

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. Al Bazzaar)

Maka posisi umat Islam jelas sudah, bahwa:

• Seorang Muslim tidak menyatakan mempunyai sebuah agama khusus untuk dirinya sendiri. Islam bukanlah agama suatu golongan atau etnis atau bahkan untuk satu masa saja. Seluruh Nabi dari awal jaman, mengajak kepada Tuhan Yang Satu.
• Dalam pandangannya semua agama adalah satu, karena kebenaran adalah satu. Islam adalah agama yang sama dengan agama yang telah disampaikan oleh nabi-nabi terdahulu (QS. Asy-Syuura ayat 13).
• Semua kitab-kitab tersebut mengajarkan kebenaran. Intinya adalah kesadaran akan kehendak dan rencana Allah serta ikhlas dalam ketaatan atas rencana itu. Jika seseorang menginginkan sebuah agama selain itu, dia menyalahi kodratnya, dan menyalahi keinginan dan rencana Allah. Seperti tidak seorang pun dapat mengharap petunjuk, padahat ia dengan pertimbangan mendalam telah meninggalkan petunjuk.

Maka berkenaan pula dengan makanan dan minuman halal dan haram ini, sejak jaman sebelum Nabi Allah Musa (Moses) AS diketahui bahwa manusia beriman dan berperadaban tinggi memang telah biasa memakan daging. Namun saat itu masih terbatas pada daging binatang-binatang yang memamah-biak dan tidak menjijikkan. Agama Yahudi, Islam, dan bahkan sebenarnya juga Katolik dan Kristen (misalnya pada sekte Advent); mempunyai sangat banyak kesamaan dalam perkara haram-halal makanan dan minuman pada dasarnya.

Misalnya Hukum Taurat dalam kitab Imamat 11:7-8 dan Kitab Ulangan 14:8 dengan tegas mengharamkan babi, ”Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah-biak, haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan bangkainya jangan kamu sentuh; haram itu semuanya itu bagimu.”

Pada perkembangannya, penulisannya menjadi beragam dan bahkan didistorsikan, misalnya:

Alkitab terjemahan LAI (Lembaga Alkitab Indonesia):
[Imamat 11:7] Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak haram itu bagimu.
[Ulangan 14:8] Juga babi hutan, karena memang berkuku belah, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan janganlah kamu terkena bangkainya.

Alkitab versi terjemahan Bahasa Sehari-hari:
[Imamat 11:7] Jangan makan babi. Binatang itu haram, karena walaupun kukunya terbelah, ia tidak memamah biak.
[Ulangan 14:8] Jangan makan babi. Binatang itu haram, karena walaupun kukunya terbelah, ia tidak memamah biak. Dagingnya tak boleh dimakan, bangkainya tak boleh disentuh.

Alkitab versi Terjemahan Lama -1954:
[Imamat 11:7] dan lagi babi, karena sungguhpun kukunya terbelah dua, ia itu bersiratan kukunya, tetapi ia tiada memamah biak, maka haramlah ia kepadamu.
[Ulangan 14:8] Dan lagi babi, karena sungguhpun kukunya terbelah dua, tetapi tiada ia memamah biak, maka haramlah ia kepadamu, janganlah kamu makan dagingnya dan jangan menjamah bangkainya.

Alkitab versi Firman Allah Yang Hidup:
[Imamat 11:7] Juga babi, karena walaupun berkuku belah, tidak memamah biak. Kamu dilarang memakan dagingnya ataupun menyentuh bangkainya; karena binatang-binatang itu haram bagimu.
[Ulangan 14:8] Babi tidak boleh kamu makan karena, walaupun berkuku belah, binatang itu tidak memamah biak. Bahkan bangkai binatang-binatang semacam itu tidak boleh kamu sentuh.

Alkitab Kitab Kudus Ende -1970:
[Imamat 11:7] babi hutan, sebab ia betul berkuku dua dan kukunja bersela tapi tidak memamah biak; nadjislah itu bagimu.
[Ulangan 14:8] Begitu pula babi, meskipun kukunja terbelah adanja, tetapi tidak memamah-biak; maka haramlah itu bagimu. Daging hewan-hewan itu djangan kamu makan dan bangkainja djangan kamu sentuh.

Alkitab versi Today's Malay Version:
[Imamat 11:7] Jangan makan babi. Babi mesti dianggap haram kerana walaupun berkuku belah, tetapi tidak memamah biak.
[Ulangan 14:8] Jangan makan babi. Binatang itu haram, kerana walaupun berkuku belah tetapi binatang itu tidak memamah biak. Jangan makan binatang seperti itu, dan jangan sentuh bangkainya.

Alkitab versi Shellabear -1912:
[Imamat 11:7] dan babi karena sungguhpun berbelah kukunya yaitu berbagi dua tetapi tiada ia memamah biak maka haramlah ia kepadamu.
[Ulangan 14:8] dan babi karena sungguhpun berbelah kukunya tetapi tiada ia memamah biak maka najislah ia kepadamu janganlah kamu makan dari pada dagingnya dann bangkainya janganlah kamu menyentuh.

Bahkan dalam Alkitab berbahasa Inggris Versi Raja James (King James Version/KJV), kata Inggris untuk apa yang dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai ”babi hutan” itu, adalah ”swine”; yang berarti “babi” dalam pengertian umum. Dan penulis dalam Alkitab berbahasa Inggris (New International Version/NIV) menggunakan kata ”pig” yang berarti pula babi secara umum, baik dipelihara atau tidak dipelihara.

Yesus sendiri (dalam Islam dikenal dengan nama Nabi Isa AS dan wajib diimani muslim) dalam injil Matius pun menjelaskan bahwa dirinya taat pada hukum Taurat (ditegaskan dalam Injil di Matius 5: 17-19), ”Jangan kamu menyangka, bahwa aku datang untuk, meniadakan hukum Taurat atau kitab para Nabi.”

Nabi Musa (Moses) AS dan Isa (Yesus) AS sendiri adalah dari bangsa Bani Israil/Yahudi dan sebagai orang Bani Israil/Yahudi dengan sendirinya mereka tidak mengkonsumsi babi.

Hal ini dikuatkan pula dalam berbagai telaah ahli sejarah dan alkitab Injil (seperti hal-hal yang dikemukakan Robert W. Funk, Karen Armstrong, Marcus J. Borg, Carson-France-Motyer-Wenham, W.R.F. Browning, E.P. Sanders, Herman Hendrick, Geza Vermes, Eisenmann, Brown-Fitzmyer-Murphy, Haenchen, Loning, Haacher, John Davidson, Edward Gibbon, Paul Tillich, A.N. Wilson, Calvin J. Roetzel, Burton L. Mack, Graham N. Stanton, David Hill, Barbara Thiering, Max I. Dimont, dan sebagainya) mengenai hal ini dan mengenai temuan-temuan berkaitan tentang khazanah akidah, budaya, dan sebagainya dari apa yang diajarkan Nabi Isa AS atau Yesus dari Nazareth yang seiring dengan waktu dan campur-tangan berbagai pihak (misalnya, Paulus dan murid-muridnya), MENJADI BERUBAH AKIDAHNYA.

Bagi bangsa dan umat Yahudi/Bani Israil bahkan masih diharamkan lebih banyak lagi makanan selain itu, seperti binatang berkuku ganjil, bahkan sampai bagian-bagian tertentu dari sapi, dsb.; ditegaskan antara lain di Injil (bahkan versi-versi yang dikenal saat ini). Hal ini ditegaskan pula dalam ayat Al Qur’an, “Maka karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik yang sebelumnya dihalalkan bagi mereka, dan juga karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah”, dari QS An Nisa ayat 160).

Penegasan tentang hal ini (berbagai jenis makanan yang diharamkan bagi mereka yang jumlahnya sangat banyak dan bahkan cukup rumit) bahkan dapat dengan mudah kita jumpai di Injil Perjanjian Lama bahkan di berbagi versi yang diakui umat Kristen-Katolik saat ini. Ini terjadi sejak rangkaian Konsili sejak Konsili Nicea di Abad Ketiga Masehi sampai berbagai Konsili berikutnya tentang berbagai hal, termasuk penentuan versi-versi Injil yang disetujui dan masalah ketuhanan Allah, Yesus, Ruh Kudus, dsb; mereka yang kebanyakan adalah pengikut Paulus bukan Petrus dan Yesus, dengan disponsori Kaisar-kaisar Romawi saat itu, utamanya Kaisar Constantine.

Namun, sejak pengutusan Rasulullah SAW, menyambung agama Tauhid itu, gugurlah berbagai ketentuan keharaman yang banyak itu menjadi lebih sedikit, sebagaimana dalam QS Al Aa’Raaf ayat 157, “Mereka yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (buta huruf) yang namanya mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka. Dia menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka mengerjakan yang munkar, menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, serta melepaskan beban-beban dan belenggu yang ada pada mereka.”

Ini tentunya juga berlaku terhadap mereka karena Muhammad SAW diutus kepada alam semesta sebagai rahmatan lil’ aalamiin (rahmat bagi alam semesta, antara lain ditegaskan di QS An Nisaa ayat 79, Al Anbiyaa ayat 107, Saba’ ayat 28, Al jumu’ah ayat 2 dan ayat 4), bila mereka mau mengakui Rasulullah SAW beserta semua Sunnah dan Haditsnya, dan tentu saja pesan Allah SWT yang terakhir di Kitab Suci Al Qur’an yang mulia (Al Qur’anul Karim) sebagai kelanjutan semua rangkaian pesan Tuhan sejak awal jaman. Muhammad bin Abdullah SAW sendiri tegas menyatakan (dicatat di berbagai Hadits) bahwa sebelum ia, telah banyak diutus para Utusan, Nabi, dan Rasul ke berbagai kaum, dan ia adalah hanya pembawa pesan terakhir.

Karena tidak ingin mencampuri urusan ini dalam khazanah Yahudi-Katolik-Kristen Protestan lebih jauh dan menghindari hal yang dapat mengganggu silaturahmi kita semua baik secara sengaja atau tidak, misalnya menyangkut Kitab Injil khususnya Kisah Para Rasul 11:1-18, Surat Paulus Kepada Jemaat di Roma 14:13-15, Surat Paulus Yang Pertama Kepada Jemaat di Korintus, Injil Markus 7:15-19, Markus 7:1-15, Matius 15:1-18, Galatia 3:24, Galatia 2:16, Ibrani 6:1, Markus 1:1, Markus 16:9-20, Surat Yohanes Yang Pertama 5:7-8, dan sebagainya menyangkut akidah, dasar hukum juga kehalalan dan keharaman makanan dan segala interpretasinya; telaah mengenai kesamaan dan perbedaan ide dasar bahkan sejarah tiga agama tauhid dan samawi ini (Yahudi, Kristen, Islam) kami hentikan sampai di sini saja. Tulisan kali ini membahas tentang perkara haram, halal, dan syubhat dari makanan dan minuman, bukan mengenai hal-hal lain yang dikhawatirkan dapat terlalu meluas dan tidak perlu dibahas dalam kesempatan kali ini.

BERBAGAI DAMPAK PENGKONSUMSIAN MANAKAN-MINUMAN HARAAM DAN HALAL

Kemudian, pemikiran dan informasi lain berkaitan dengan ini semua yang kami dapatkan dan perlu pula paparkan adalah:

• Segolongan masyarakat sepertinya beranggapan bahwa masalah haram-halal dan syubhat ini adalah masalah yang remeh, sepele, dan bahkan patut diabaikan saja.

Mungkin karena kiranya seakan terlalu kecil untuk dipermasalahkan dan telah pula sehari-hari dihadapi dan seakan tak ada kekuatan otoritas lebih tinggi yang dengan tegas mengatur dan melindungi masyarakat muslim, saat ini di Indonesia maupun bahkan di dunia Islam secara umum di dunia. Wilayah bahasan ini kiranya menjadi domain urusan humanisme dan sosialime saja saat ini, bahkan yang telah bercampur baur dengan berbagai paham lain, termasuk sekulerisme.

Lagipula seni kuliner (masakan) non Islami telah banyak bercampur-baur dengan seni kuliner Islami selama berabad-abad hubungan antar budaya, misalnya kebiasaan mencampurkan anggur, arak, arak masak, minyak babi, darah, dan sebagainya; dan tidak semua anggota masyarakat berpengetahuan tentangnya atau bahkan mau setidaknya berupaya untuk lebih kritis mencarinya dan menyikapinya.

• Namun sebagai ilmuwan dan orang beriman, kita tahu bahwa semua hal yang besar (baik buruk atau tidak) dimulai dari hal yang kecil. Maka, sungguh perlu direnungkan makna dan konsekuensi luas dari setiap tindakan, kiranya.

• Minuman beralkohol sendiri dari segi tinjauan ilmiah kimia (dari kata alchemy/chemistry/al Khemi/al khimi dan Al Khimiyya), adalah Etanol yang dibuat melalui proses fermentasi dari berbagai jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat dari biji-bijian, umbi-umbian, buah-buahan, tanaman palma seperti aren, siwalan, kelapa, nipah, kurma; gula tebu, gula beet, hasil samping limbah industri seperti tetes tebu dan serbuk gergaji dan sebagainya.

Termasuk pula tentunya khususnya di Indonesia, dari Tape (Tapai) yang lazim digunakan membuat Angkak, Sari Tapai dan sejenisnya; melalui berbagai proses (sekali lagi, kaidah batasan kadar alkohol 1% sebagai batas haram-halal tetap berlaku). Pada dasarnya pula, alkohol dapat berubah menjadi berbagai bentuk lain yang tetap mengandung sifat-sifat alkohol, seperti menjadi alkanol dan berbagai ramuan kimiawi lain dengan nama berakhiran ”ol”. Hal ini perlu pula diketahui dan diwaspadai kiranya.

• Maka sebagai konsekuensi sunnatullah (hukum Tuhan/hukum alam), kombinasi kandungan kimiawi-biologis makanan-minuman tentu saja dapat mempengaruhi sistem fisik dan non fisik organisme manapun, selain berbagai akibat lain yang baru saja atau bahkan belum dapat diungkap manusia namun telah diperingatkan agama berabad-abad yang lalu.

• Dalam hal ini misalnya yang telah jelas adalah berbagai penyakit yang dihasilkan Babi dan Khamr yang telah dibenarkan ilmu kedokteran dan ilmu lain terkait, yang baru ditemukan di abad-abad terakhir, namun telah diperingatkan jauh sebelumnya oleh agama.

Maka berkaitan dengan itu, laksana dalam pengejawantahan sistem Rewards and Punishment (hadiah dan hukuman) dalam kaidah ilmu Manajemen, akibat penyakit fisik/medis dari konsumsi Babi antara lain adalah sekitar 70 jenis penyakit seperti:

o Penyakit Virus (Swine Influenza, Swine Vesicular Disease, Reovirus)
o Penyakit Bakteri (Listeriosis, Brucellosis, Leptospirosis, Tetanus, Melioidosis, Pasteurellosis, Yersiniosis, Vibriosis, Staphylococcosis, Streptococcosis, Tuberculosis, Anthraxx)
o Penyakit Jamur (Aactinomycetes, Superficial & Cutaneous Mycosis, Coccidioidomycosis)
o Penyakit Cacing (Trichinosis, Ascariasis, Paragonimiasis, Taenidae) atau yang dikenal sebagai cacing pita, dsb.
o Protozoa (Tripanosomiasis)
o Kadar kolesterol dan asam urat tertinggi
o Japanese Encephalitis
o Babi juga dikenal sebagai tempat berkembang-biaknya sejumlah penyakit berbahaya (termasuk virus flu)
o Dan sebagainya.

Dan akibat penyakit fisik/medis dari konsumsi Khamr antara lain adalah:

o menurunkan fungsi keseimbangan mental dan fisik (pada otak)
o menyebabkan kehilangan panas tubuh (pad jantung dan sirkulasi)
o merangsang produksi asam lambung dan membran perut juga esophagitis dan gastritic kronis (pada perut dan pencernaan)
o menimbulkan pembengkakan dan chirrosis (pada hati)
o meningkatkan produksi urine (pada ginjal)
o meningkatkan libido tetapi meurunkan kualitas coitus (hubungan seksual) dan menyebakan impotensi temporal
o konsumsi eksesif, meningkatkan risiko kanker mulut, pharynx, larhynx dan esophagus
o pasien kanker alkoholik berisiko lebih tinggi terkomplikasi serangan tumor lain
o Dan lain sebagainya, termasuk fakta bahwa banyak kejahatan dilakukan dalam pengaruh alkohol berdasarkan survei (penelitian) di berbagai negara, juga di negara-negara yang mensahkan konsumsi khamr, alkohol.


• Kemudian, dampak lebih jauh tidak menuruti atau menuruti segala perintah ini dalam pandangan agama atau akibat religius dari mengkonsumsi barang halal-haram, adalah sebagaimana dinyatakan dalam sumber-sumber hukum sebagai berikut:

o Dalam suatu kesempatan menerima salah seorang sahabat, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Sa’ad, perbaikilah (murnikanlah) makananmu, niscaya kamu akan menjadi orang yang terkabul do’anya. Demi (Allah) yang jiwa Muhammad berada dalam genggamanNya, sesungguhnya seseorang yang memasukkan sesuap makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amal kebaikannya selama empat puluh hari. Siapapun yang daging atau tubuhnya tumbuh dari makanan haram, maka neraka lebih pantas baginya”, dari Hadits Rasulullah SAW riwayat Imam Thabrani.

o Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, ia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Alloh itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Alloh telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rosul, Alloh berfirman, “Wahai para Rosul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal sholih” (QS Al Mukminun: 51). Dan Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu” (QS Al Baqoroh: 172). Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: ”Wahai Robbku, wahai Robbku”, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya.” (HR. Muslim)

o “Hai orang-orang beriman! Sesungguhnya meminum minuman keras, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk pekerjaan setan. Sebab itu hendaklah kamu tinggalkan, supaya kamu beruntung.” (QS Al Maidah ayat 90)

o ”Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman serta bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu sehingga Kami menyiksa mereka disebabkan perbuatan mereka.” (QS Al A’raf ayat 96)

o ”Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal salih dan menambah (pahala) kepada mereka dengan karuniaNya ...” (QS Asy Syuraa ayat 26)

o ”Ingatlah juga, tatkala Tuhan kalian memaklumkan, ’Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat)-Ku, maka sesungguhnya azabKu sangat pedih.” (QS Ibrahim ayat 7)

o Dan sebagainya yang lain.

• Sungguh ironis dan bahkan tragis pula bahwa bila di bulan Puasa, misalnya di bulan Ramadhan 1427 Hijriah atau 2006 Masehi ini (tulisan ini dibuat selama bulan Puasa 2006 Masehi), sesudah sepanjang hari hingga Maghrib kaum muslimin dan muslimat berusaha mematuhi perintah agama untuk berpuasa tidak makan dan minum dan juga mengendalikan nafsu syahwat seksual, amarah, iri, dengki, kebohongan, kemalasan, kekurang optimalan manfaat perilaku dan lain sebagainya yang ditekankan agama agar dikelola dengan baik di tengah pengaruh lingkungan; diberikan kepadanya, atau mereka mengkonsumsi sajian makanan dan minuman yang mengandung unsur haram, untuk berbuka puasa.

• Sama menyedihkannya pula bahwa di Hari Raya Idul Fitri, sebagian umat Islam mempunyai kebiasaan untuk saling mengirimkan kue tar seperti misalnya Black Forest Cake (dan beberapa jenis kue lain), yang resep aslinya terdiri dari campuran Rhum sebagai perasanya (walaupun ada pula Black Forest Cake dan berbagai jenis kue yang seharusnya haram itu yang tidak lagi menggunakan Rhum sebagai salah satu zat pencampurnya). Maka sebaiknya, kita semua mewaspadai ini dan memastikan bahwa yang kita kirimkan ke sesama muslim dan yang kita konsumsi, tidak mengandung unsur haram. Masih banyak pula kaum muslim maupun non-muslim yang tidak tahu bahkan tidak mau mencari tahu dan peduli mengenai semua hal ini.

• Padahal, setiap saat kiranya ditekankan oleh ulama dan ilmuwan seantero dunia bahwa antara lain ada makna Manajemen Sumber Daya Manusia dan pembentukan karakter yang dalam serta luas dari setiap kaidah teknis ibadah agama; termasuk tentunya ibadah puasa dan ibadah makan serta minum ini sebagai bagian dari teknik penyambungan hidup guna melakukan ibadah-ibadah besar dan kecil lainnya; bagian proses kognitif maupun behavioral dan saling mempengaruhi secara dinamis dengan sistem eksternal dan internal duniawi.

• Nabi Muhammad SAW juga telah menegaskan bahwa yang terbaik di antara kita adalah yang paling bertakwa dan bermanfaat bagi sesamanya (dari berbagai Hadits).

• Dan dalam telaah tentang sistem secara sistemik, manusia adalah sistem terbuka yang dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungannya, maka tentunya penjagaan, pengendalian terhadap kinerja sistem itu sendiri menjadi sangat penting.

• Penghalangan terhadap maksud itu, adalah suatu hal yang sangat disayangkan.

Dan sangat penting dikemukakan pula berkaitan dengannya, bahwa masa depan manusia baik dimasa hidupnya maupun sesudah hidupnya, juga tergantung dari apa yang dilakukannya. Misalnya yang termaktub dalam dasar-dasar hukum berikut:

o ”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar Ra’d ayat 11)

o ”Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal salih dan menambah (pahala) kepada mereka dengan karuniaNya ...” (QS Asy Syuraa ayat 26)

o ”Setiap waktu Dia (Allah) dalam kesibukan (mengatur segala sesuatunya, secara dinamis mengatur segala ketentuan, tidak statis).” (QS Ar Rahmaan ayat 29)

o ”Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman serta bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu sehingga Kami menyiksa mereka disebabkan perbuatan mereka.” (QS Al A’raf ayat 96)

o ”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS At Thalaq ayat 2-3)

o ”Ingatlah juga, tatkala Tuhan kalian memaklumkan, ’Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat)-Ku, maka sesungguhnya azabKu sangat pedih.” (QS Ibrahim ayat 7)

o ”Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, yang rezekinya datang kepadanya melimpah-limpah dari segenap penjuru. Lalu (penduduk)-nya mengingkari nikmat-nikmat Allah. Oleh karena itu, Allah mengenakan kepada mereka ’pakaian’ kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS An Nahl ayat 112)

o ”Mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum (Nabi) Yunus (Jonah/Yonas, Jonas)? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami menghilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami memberi kesenangan kepada mereka hingga waktu yang tertentu.” (QS Yuunus ayat 98)

o ”(Ingatlah kisah) Nuh (Noah), sebelum itu dia berdoa kepada Tuhannya dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami menyelamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (QS Al Anbiyaa ayat 76)

o ”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, sementara Allah membalas tipuan mereka ...” (QS An Nisa ayat 142)

o ”Mereka melupakan Allah sehingga Allah pun melupakan mereka.” (QS Baraa’ah/At Taubah ayat 67)

o “Tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka ...” (Az Zukhruf ayat 55)


Maka, adalah sungguh amat penting untuk menjaga langkah-langkah kita semua. Termasuk menjaga konsumsi makanan dan minuman kita. Betapa ada kaitan luas dan rumit di balik suatu hal sederhana. Betapa ada pula konsekuensi luar biasa di balik pengkonsumsian makanan dan minuman kita.

PENUTUP

Kami kira akan sangat membantu pula bila surat E-mail atau tulisan ini diteruskan kepada para penanggungjawab masakan dan minuman di berbagai lingkungan pribadi maupun niaga seperti para pengelola warung, depot, Catering Service, Restoran, Kafe, dan sebagainya; dan untuk itu kami akan sangat berterimakasih karenanya, untuk kita bersama.

Pada dasarnya, kombinasi cuka (dari karbohidrat manapun misalnya Cuka Apel, Cuka Beras, Cuka Makan, Cuka Buah, dan sebagainya), juga sari buah, air, dan gula serta jika perlu sedikit rempah-rempah; dapat menggantikan cita rasa yang (disebut-sebut dan dipentingkan untuk tidak) hilang ini dari berbagai unsur haram itu (misalnya, citarasa dari Wine).

Semoga hal yang lebih baik dan benar dapat segera dilakukan, paling tidak berdasarkan tinjauan sekuler demokratis saja kiranya telah cukup dengan mempertimbangkan fakta bahwa agama mayoritas orang Indonesia adalah Islam dan bahwa muslim adalah juga harapan untuk kemajuan masa depan Indonesia dan dunia, dan penting untuk memberikan yang menjadi Hak Azasi Manusia mereka.

Seyogyanya pula, perbedaan rasa yang minimal antara tidak memakai dan memakai bahan-bahan yang diharamkan atau bahkan hanya dalam kategori syubhat (meragukan) itu (apalagi telah ada ramuan penggantinya yang mungkin untuk digunakan), tidak akan menjadi masalah besar.

Dan layaknya sebagai telaah win-win solution, semua pihak dapat bersedia saling meminta dan memberi (take and give), menyesuaikan diri mengalahkan ego masing-masing (jika saja ada), kecuali tentang hal-hal yang mutlak menjadi prinsip dasar (misalnya syari’ah agama tentang haram-halal), guna kemaslahatan bersama.

Dan bila kita ternyata telah terlanjur melakukan sesuatu yang ternyata diharamkan agama, perlu kiranya ditelaah pula:

o “ … Tidaklah (pula) Allah akan menyiksa mereka sementara mereka meminta ampun.” (QS Al Anfal ayat 33)

o ”Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.” (QS Al Anbiyaa ayat 88)

o ”Katakanlah, ”Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas (banyak berbuat dosa) terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesunguhnya Dia Maha Pengampun dan Penyayang.” (QS Az Zumar ayat 53)

o ”Atau jangan sampai ada orang yang berkata setelah dihadapinya siksa: ’Kalau sekiranya aku dapat kembali lagi ke dunia, sudah tentu aku masuk bilangan orang-orang yang berbuat kebajikan. Yang demikian itu tidak ada gunanya lagi. Sebenarnya dalil-dalilKu sudah disampaikan kepadamu, tetapi kamu mendustakannya, kamu merasa berat untuk menerimanya. Memang kamu termasuk orang yang kafir.” (QS Az Zumar ayat 58-59)

Dari Anas bin Malik rodhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, sepanjang engkau memohon kepada-Ku dan berharap kepada-Ku akan Aku ampuni apa yang telah kamu lakukan. Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, jika dosa-dosamu setinggi awan di langit kemudian engkau meminta ampunan kepada-Ku akan Aku ampuni. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang membawa kesalahan sebesar dunia, kemudian engkau datang kepada-Ku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sebesar itu pula.”

(HR. Tirmidzi, ia berkata, ”Hadits ini hasan shahih.”)

Maka kami yakin, kita semua akan dapat mengambil tindakan yang lebih baik dan benar, sebelum semuanya lebih terlambat.

Wassalaamu’alaikum warrahmatullahi wabarrakatuh.

Abu Taqi Mayestino (Alexander Machicky Mayestino Trio<<

Aroma Kasturi Keluar Dari Hidung Jenazah Wanita Saat Dimandikan

Ummu Ahmad ad-Du'aijy berkata ketika ia ditemui Majalah Yamamah tentang kematian seorang gadis berusia 20 tahun pada kecelakaan kendaraan. Beberapa saat sebelum meninggal, ia pernah ditanya oleh familinya "Bagaimana keadaanmu wahai fulanah.?" Ia menjawab, "Baik, alhamdulillah." Tetapi beberapa saat setelah itu ia meninggal dunia. Semoga Allah merahmatinya.

Mereka membawanya ke tempat memandikan mayat. Ketika kami meletakkan mayatnya di atas kayu pemandian untuk dimandikan, kami melihat wajahnya ceria dan tersimpul senyuman seakan-akan ia sedang tidur. Di tubuhnya tidak ada cacat, patah dan luka. Dan anehnya (sebagaimana yang dikatakan ummu Ahmad) ketika mereka hendak mengangkatnya untuk menyelesaikan mandinya, keluar benda berwarna putih yang memenuhi ruangan tersebut menjadi harum kasturi. Subhanallah! Benar ini adalah bau kasturi. Kami bertakbir dan berdzikir kepada Allah sehingga anakku yang merupakan sahabat si mayit menangis melihatnya.

Kemudian aku bertanya kepada bibi si mayit tentang keponakannya, bagaimana keadaannya semasa hidup? Ia menjawab, "Sejak mendekati usia baligh, ia tidak pernah meninggalkan sebuah kewajiban, tidak pernah melihat film, sinetron dan musik. Sejak usia tiga belas tahun, ia sudah mulai puasa senin-kamis dan ia pernah berniat secara sosial membantu memandikan mayat. Tetapi ia terlebih dahulu dimandikan sebelum ia memandikan orang lain. Para guru dan teman-temannya mengenang ketakwaannya, akhlaknya dan pergaulannya yang banyak berpengaruh terhadap teman-temannya baik ketika masih hidup maupun setelah meninggal."

Aku katakan, "Benarlah perkataan syair,
Detak jantung seseorang berkata kepadanya,
bahwa kehidupan hanya beberapa menit dan detik saja.
Camkanlah itu dalam dirimu sebelum engkau mati,
Seorang insan mengingat umurnya yang hanya sedetik."

Dan perkataan yang lebih baik dari itu adalah firman Allah SWT,
"Dan Allah telah menjadikanku selalu berbakti di manapun aku berada." (Maryam: 31).

Lalu ummu Ahmad melanjutkan ceritanya, Ada lagi jenazah seorang gadis yang berumur 17 tahun. Para wanita memandikannya dan kami melihat jasadnya berwarna putih lalu beberapa saat kemudian berubah menjadi hitam seperti kegelapan malam. Hanya Allah-lah yang mengetahui tentang keadaannya. Kami tidak sanggup bertanya kepada keluarganya, agar kami dapat menyembunyikan aib jenazah. Hanya Allah-lah yang Maha Tahu.

Kita bermohon kepada Allah keselamatan dan kesehatan.

Wahai saudariku apakah dua kisah ini dapat engkau jadikan sebagai pelajaran? Apakah engkau akan mengikuti jejak orang shalih ataukah engkau menjadikan wanita-wanita fasik dan durhaka sebagai tauladan? Kematian bagaimanakah yang engkau pilih?

Kisah ini dicantumkan dalam Majalah al-Yamamah edisi 1557 tanggal 14 Shafar 1320 H.

(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN karya Muhammad bin Shalih al-Qahthani)

BUTA CINTA : SESAT DI DUNIA, MERANA DIAKHERAT

Di Sebuah Taman Kota Kosmopolitan 2001…

Para pekerja yang sibuk membersihkan kawasan taman rekreasi gempar. Raungan bunyi ambulan begitu mengejutkan ketika pagi yang masih terlalu awal ini. Kelihatan beberapa petugas paramedik begitu sibuk memberi pertolongan kepada sepasang muda-mudi yang terperangkap di dalam sebuah kereta di taman tersebut. Nahas bagi pasangan merpati dua sejoli itu, malaikat maut telah mencabut nyawa mereka dalam keadaan yang sungguh tragik.

Apa yang terjadi sebenarnya?

Ternyata sepasang muda-mudi itu nekad bunuh diri dengan menutup saluran ekzos kereta dengan keadaan enjin kereta masih terpasang. Akibatnya mereka mati dalam keadaan berpelukan dan saling berciuman sehingga begitu sukar pihak bertanggung jawab memisahkan antara dua jasad tersebut. Begitu ‘mengharukan’!. Didalam kereta tersebut ditemui selembar kertas yang telah mereka tanda tangani. Antara kandungannya; tolong jangan pisahkan mayat kami dan terus dikebumikan bagi membuktikan cinta abadi kami sehidup semati. Dan di bahagian akhir surat tersebut tercatat bahawa mereka melakukan ini demi menyelamatkan cinta ‘sejati’ yang ‘suci’ ini kerana orang tua tidak merestui hubungan cinta mereka. Astaghfirullah…!

Di sebuah rumah di Jazirah Arab 1400 tahun yang lampau…

Abdullah bin Abu Bakar RA baru saja melangsungkan pernikahan dengan Atikah binti Zaid, seorang wanita cantik rupawan dan berbudi luhur. Dia seorang wanita berakhlak mulia, berfikiran cemerlang dan berkedudukan tinggi. Sudah tentu Abdullah amat mencintai isteri yang sebegitu sempurna menurut pandangan manusia.

Pada suatu hari, ayahnya Abu Bakar RA lalu di rumah Abdullah untuk pergi bersama-sama untuk shalat berjamaah di masjid. Namun apabila beliau dapati anaknya sedang berbual-bual dengan Atikah dengan lembut dan mesra, beliau membatalkan niatnya dan meneruskan perjalanan ke masjid.

Setelah selesai menunaikan shalat Abu Bakar RA sekali lagi melalui jalan di rumah anaknya. Alangkah kesalnya Abu Bakar RA apabila beliau dapati anaknya masih bersenda gurau dengan isterinya sebagaimana sebelum beliau menunaikan shalat di masjid. Lantas Abu Bakar RA segera memanggil Abdullah, lalu bertanya : “ Wahai Abdullah, adakah kamu shalat berjamaah ?” Tanpa berpikir panjang Abu Bakar berkata : ““Wahai Abdullah, Atikah telah melalaikan kamu dari kehidupan dan pandangan hidup malah dia juga telah melengahkan kamu dari shalat fardlu, ceraikanlah dia!” Demikianlah perintah Abu Bakar kepada Abdullah. Suatu perintah ketika Abu bakar dapati anaknya mula melalaikan hak Allah. Ketika beliau dapati Abdullah mula sibuk dengan isterinya yang cantik. Ketika beliau dapati Abdullah terpesona keindahan dunia sehingga menyebabkan semangat juangnya semakin luntur.

Lalu bagaimana tanggapan Abdullah? Tanpa berdolak dalih apatah lagi cuba membunuh diri, Abdullah terus menyahut perintah ayahandanya dan menceraikan isteri yang cantik dan amat dicintainya. Subhanallah!!!

Dari dua petikan kisah di atas, marilah kita sama-sama merenung tentang hakikat dan bagaimana cinta sejati , tulus dan suci itu sebenarnya. Sesungguhnya perjalanan hidup manusia akan sentiasa dipenuhi dengan warna-warna cinta. Malah boleh kita ungkapkan bahawa kehadiran manusia di muka bumi ini disebabkan Allah SWT mencampakkan suatu perasaan di dalam jiwa manusia, itulah CINTA.

Membicarakan tentang cinta ibarat menuras air lautan dalam yang kaya dengan pelbagai khazanah alam. Tak kan pernah habis dan kita akan sentiasa menemui berjuta macam benda. Dari sekecil-kecil ikan hingga ikan paus yang terbesar. Dari kerang sampai mutiara malah jika diizinkan Allah, kita mungkin menemui bangkai kapal dan bangkai manusia!!!

Usia sejarah cinta seumur dengan sejarah manusia itu sendiri. Jika di suatu tempat ada 1000 manusia maka di situ ada 1000 kisah cinta. Dan jika di muka bumi ini ada lebih 5 million manusia, maka sejumlah itu pulalah kisah cinta akan digelar.

Walau berapa banyak pun nuansa cinta yang menjelma menjadi sebuah syair, drama, filem, lagu dan berbagai bentuk hasil seni lain, namun pada hakikatnya cinta itu hanya ada dua buah versi sahaja. Versi cinta nafsu (syahwat) dan cinta Rabbani.

Yang menjadi persoalan sekarang adalah mampukah kita membedakan yang mana cinta syahwat dan mana cinta Rabbani?

Derasnya arus ghazwul fikr (serangan pemikiran) dalam kesenian terutamanya, telah mampu membungkus cinta syahwat sehingga ia tampil sebagai cinta “suci” yang mesti diperjuangkan, dimenangkan dan diraih seterusnya untuk dinikmati.

Manusia seakan lupa pada sejarah. Lupa pada kisah-kisah tragik yang berakhir di hujung pisau atau dalam segelas ‘penawar’ rumpai. Mereka semua rela diseret dan dijeremuskan ke dalam lubang ‘neraka’ hanya untuk mengejar salah satu rasa dari sekian banyak rasa yang ada disudut hati manusia, itulah cinta.

Cinta memiliki kekuatan luar biasa. Dan kekuatan cinta (the power of love) mampu menjadikan manusia peribadi yang sangat nekad atau sangat taat. Nekad dalam konteks sangat berani dalam melanggar peraturan-peraturan Allah seperti berkhalwat (berdua-duaan dengan bukan mahram), berkasih-kasihan lelaki dan perempuan, berpegangan tangan, mempertontonkan adegan berahi percuma di khalayak ramai apatah lagi dalam sembunyi. Atau jika cinta tak mendapat restu dari orang tua, pasangan akan nekad, terus lari dari rumah atau berzina (na’udzubillah min dzalik). Dan tidak sedikit pula yang begitu nekad sanggup melakukan perbuatan yang dilaknat Allah iaitu membunuh diri demi cinta.

Pribadi-pribadi nekad seperti ini menjadikan cinta sebagai tujuan bukan sebagai sarana mencapai tujuan. Oleh itu tidak hairanlah jika kita temui pelbagai kelakuan aneh para pencari cinta yang tak masuk akal. Sebab apa yang mereka tuju adalah suatu yang abstrak, tidak jelas dan bukan perkara yang pokok. Mereka sibuk mencari dan mengertikan makna cinta sementara lalai terhadap Dzat yang menganugerahkan cinta. Dzat yang menumbuh suburkan rasa cinta. Dzat yang memberikan kekuatan cinta. Dzat yang paling layak dicintai, kerana Dia juga Empunya nikmat cinta. Allah Rabbul ‘Alamin.

Kisah tragik di awal tulisan ini memberikan gambaran jelas sikap manusia yang rela mengorbankan diri demi sepotong cinta. Muda-mudi yang nekad bunuh diri dengan pelbagai cara ini pada dasarnya belum mengenali hakikat cinta. Cinta yang mereka kenal selama ini adalah cinta yang ditunggangi oleh nafsu syahwat. Dan joki penunggangnya adalah syaitan laknatulllah. Pada momen ini syaitan berteriak keriangan sambil mengibar-ngibarkan bendera kemenangan kerana berhasil menjerumuskan anak cucu Nabi Adam dalam neraka jahannan dengan dalih cinta yang begitu murah nilainya.

Sebuah kisah lain tentang tragedi cinta dan kebodohan manusia yang amat memalukan berlaku di Dhaka. Menurut laporan berita salah satu akhbar ibu kota di negeri tersebut, seorang ayah dan anaknya mati saling tikam menikam hanya kerana merebut cinta seorang gadis. Tragedi bermula apabila si gadis tidak tahu bahawa dua lelaki yang sering menjadi teman asmaranya pada waktu yang berbeza adalah ayah dan anak. Sampailah pada suatu saat mereka terserempak pada waktu yang sama. Maka tragedi pun bermula. Kedua-duanya sangat marah sehingga membawa kepada pertengkaran dan akhirnya pergelutan dan perkelahian yang berakhir dengan si ayah mati akibat tertusuk di perutnya. Namun sebelum rebah ia berjaya menancapkan belati di jantung anaknya. Matilah keduanya. Dan pastilah neraka tempat kembalinya.

Itulah tragedi cinta. Cinta memang tak kenal warna. Cinta tak kenal baik-buruk. Cinta tak kenal rupa dan pertalian darah. Memang begitulah adanya. Kerana yang mampu mengenal warna dan baik-buruk adalah pelaku-pelaku cinta yang menggunakan akal fikirannya.

Sebaliknya cinta juga mampu melahirkan peribadi-peribadi yang mengagumkan. Peribadi yang tak takut kehilangan suatu apa pun walau ia amat cinta pada sesuatu. Namun kerana cinta yang hadir dipenuhi dengan nuansa keimanan, maka mereka rela mengorbankan apa saja yang mereka amat cintai demi memperolehi keredhaan Dzat Pemberi cinta. Jiwa mereka tidak gundah gulana kerana kehilangan cinta duniawi kerana Allah sebagai Dzat pemberi ketenteraman Peribadi-peribadi taat ini amat menyedari bahawa cinta hanyalah sebagai sarana mencapai tujuan. Mereka yakin kenikmatan cinta tak ada ertinya tanpa ada restu Allah sebagai Pemberi cinta. Maka yang mereka cari adalah redha dan cinta Allah, bukan cinta yang bersifat sementara.

Kisah Abdullah putera Abu Bakar RA menjadi contoh kematangan pemuda yang mengenal erti cinta. Bayangkan!! Dia memiliki isteri yang amat cantik, berakhlak mulia, berkedudukan tinggi dan berharta. Namun apabila ayahandanya memerintahkan untuk menceraikan isterinya, dengan alasan isterinya telah melalaikan Abdullah dalam menunaikan hak Allah seterusnya akan melengahkan Abdullah berjihad di jalan Allah. Maka apa reaksi Abdullah? Tidak!! Abdullah tidak marah langsung pada ayahnya. Atau berusaha mengambil pedang dan ingin memenggal kepala si ayah yang berusaha memisahkan jalinan cinta yang memang sudah sah itu. Sekali lagi tidak!! Pemuda yang bernama Abdullah melihat perintah itu dengan kacamata cinta yang diberikan Allah. Ia rela menceraikan isteri yang dicintainya demi mempererat hubungan cinta dengan Allah. Subhanallah… Masih adakah pemuda-pemuda seperti peribadi Abdullah di zaman globalisasi kini?

Begitulah cinta. Ia mampu melambungkan manusia pada derajat kemuliaan yang tak terhingga. Manakala frekuensi atau gelombang cintanya juga sudah selari dengan frekuensi atau gelombang cinta yang Allah kehendaki. Semuanya akan senada seirama. Tak ada dengung sumbang, tak ada nada ternoda. Demikian indah dan asli irama cinta sejati.

Sumber : Mihwar

pesantrenonline.com

Jangan Menolak Kebenaran

Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

JANGAN MENOLAK KEBENARAN

Allah telah mengutus segenap rasulNya kepada umat manusia. Allah memerintahkan mereka agar menyeru manusia beribadah kepada Allah dan mengesakanNya. Tetapi sebagian besar umat-umat itu mendustakan dakwah para rasul. Mereka menentang dan menolak kebenaran yang kepadanya mereka diseru, yakni tauhid. Oleh karena itu kesudahan mereka adalah kehancuran dan kebinasaan.

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
"Tidak masuk Surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebe-rat atom rasa sombong."
Kemudian beliau bersabda,

"Sombong yaitu menolak kebenaran dan meremehkan manusia." (HR. Muslim)

Karenanya, setiap mukmin tidak boleh menolak kebenaran dan nasihat, sehingga menyerupai orang-orang kafir, juga agar tidak ter-jerumus ke dalam sifat sombong yang bisa menghalanginya masuk Surga. Maka hikmah (kebijaksanaan) adalah harta orang mukmin yang hilang. Di mana saja ditemukan, maka ia akan mengambil dan memungutnya.
Maka dari itu, kita wajib menerima kebenaran dari siapa saja, bahkan sampai dari setan sekalipun.

Tersebut dalam riwayat, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjadikan Abu Hurairah sebagai penjaga Baitul Maal.

Suatu hari, datang seseorang untuk mencuri, tetapi Abu Hurairah segera mengetahui, sehingga menangkap basah pencuri tersebut. Pencuri itu lalu mengharap, menghiba dan mengadu kepada Abu Hurairah, bahwa ia orang yang amat lemah dan miskin. Abu Hurairah tak tega, sehingga melepas pencuri tersebut.

Tetapi pencuri itu kembali lagi melakukan aksinya pada kali kedua dan ketiga. Abu Hurairah kemudian menangkapnya, seraya mengancam, "Sungguh, aku akan mengadukan halmu kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ."

Orang itu ketakutan dan berkata menghiba, "Biarkanlah aku, jangan adukan perkara ini kepada Rasulullah! Jika kau penuhi, sungguh aku akan mengajarimu suatu ayat dari Al-Qur'an, yang jika engkau membacanya, niscaya setan tak akan mendekatimu." Abu Hurairah bertanya,

"Ayat apakah itu?"

Ia menjawab, "Ia adalah ayat Kursi." Lalu Abu Hurairah melepas kembali pencuri tersebut. Selanjutnya Abu Hurairah menceritakan kepada Rasulullah apa yang ia saksikan. Lalu Rasulullah bertanya padanya, "Tahukah kamu, siapakah orang yang berbicara tersebut? Sesungguhnya ia adalah setan. Ia berkata benar padahal dia adalah pendusta." (HR. Al-Bukhari).

Pahala Menafkahi Keluarga

Kepada setiap kepala keluarga, perhatikanlah kabar-kabar gembira yang menunjukkan betapa besar nikmat Allah subhanahu wata'aala untukmu! Betapa sempurnanya karunia dan pemberian yang dikaruniakan-Nya atasmu! Dia telah mengaruniaimu keturunan yang dengannya dapat menghiasi kehidupanmu, melapangkan dadamu dan memperbanyak keturunanmu, serta menambah pahalamu kelak di akhirat.!

Kerasnya tantangan kehidupan dalam mencari rizki, beratnya beban tanggung jawab yang melelahkan dan debu-debu tanah yang menempel seakan begitu berat, tampak di wajahmu dalam perjuangan (jihad) terbesar dan ibadah paling mulia bagimu itu. Karenanya, janganlah bersedih! Itu adalah Sunnatul Hayah (tradisi kehidupan). Di situlah, kamu dicetak dan dengannya kamu diciptakan. Namun bagi orang yang memahami syariat Allah subhanahu wata'aala, maka hal itu menjadi demikian manis dan baik, sementara bagi orang yang menentang syariat-Nya, maka itu menjadi kesengsaraan dan kesia-siaan.

Keutamaan Memberi Nafkah Keluarga

Hanya orang yang jiwa kelelakiannya telah terpatri dalam hatinyalah yang dapat bersedih atas keluh-kesah keluarganya. Dan dalam hal ini, sama saja antara seorang budak dan orang merdeka, seorang Mukmin dan orang kafir. Hanya saja, seorang Mukmin yang tulus menjadikan jalan keluar atas keluh-kesah keluarganya itu sebagai bagian dari ibadah kepada Allah subhanahu wata'aala dan sebagai sarana mencari ganjaran dan pahala dariNya, karena ia mengetahui bahwa Allah subhanahu wata'aala telah menjadikannya pemimpin atas keluarganya dan telah memerinci mengenai hal itu dalam sebuah firman-Nya melalui lisan Nabi-Nya, Muhammad shallallahu 'alahi wasallam, "Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi keluarga di rumahnya, dan ia bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya itu…" (Muttafaqun 'alaih).

Allah subhanahu wata'aala juga menjanjikan pahala yang agung baginya dan keutamaan yang besar atas nafkah yang dikeluarkan dan perawatannya bagi anak-anaknya. Dari Sa'd radhiallahu `anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam berkata kepadanya,"Sesungguhnya, sebesar apapun nafkah yang engkau keluarkan atas keluargamu, maka engkau diberi pahala (atas hal itu), sekali pun sesuap yang engkau sodorkan ke mulut isterimu." (HR.al-Bukhari)

Dalam hadits yang lain, dari Ka'ab bin 'Ujrah radhiallahu `anhu, ia berkata, "Pernah suatu ketika, seorang laki-laki melintas di hadapan Nabi shallallahu 'alahi wasallam, lalu para shahabat beliau melihat betapa keuletan dan semangat orang itu, sehingga membuat mereka kagum, lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, andaikata hal ini termasuk di jalan Allah subhanahu wata'aala.?” Maka Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda, 'Jika ia keluar untuk berusaha menafkahi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu termasuk di jalan Allah subhanahu wata'aala. Dan jika ia keluar untuk berusaha dengan penuh riya` dan kesombongan, maka itu termasuk di jalan setan.” (Shahih al-Jami', 2/8)

Dalam salah satu peperangan, pernah Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah berkata kepada teman-temannya, "Tahukah kalian suatu amalan yang lebih utama dari apa yang kita lakukan saat ini (berperang).?" Mereka menjawab, "Kami tidak mengetahui hal itu." Ia berkata, "Aku tahu itu." Mereka mendesak, "Apa itu.?" Ia menjawab, "Laki-laki suci yang memiliki tanggungan keluarga, shalat di malam hari, lalu memandangi anak-anaknya yang sedang tidur dalam keadaan aurat tersingkap, lalu ia menyelimuti dan menutupi mereka dengan pakaiannya. Maka, amalannya itu adalah lebih utama dari kondisi kita ini."

Bagi yang menjadi tulang punggung keluarga! Hendaknya bergembira karena dijanjikan surga oleh Rasulullah subhanahu wata'aala, yakni selama kamu berada di dalam Jihad Tarbiyah, saat kamu menanggung bebannya, bersabar atas keletihan yang dirasakan dan berjuang melawan kesulitan-kesulitannya!

Bila kamu merasa permasalahanmu demikian pelik dan seakan membuat frustasi, maka lihatlah karunia yang diberikan Allah subhanahu wata'aala kepadamu. Ketika itu, pasti kamu akan merasakan kesabaran memenuhi seluruh relung-relung hatimu, menghapus kesedihanmu, dan memantapkan langkahmu untuk menempuh celah-celah Tarbiyah.

Ingatlah, terkadang para pesedekah mengeluarkan sedekahnya sekali dalam setahun, atau sekali dalam sebulan. Tapi kamu? Dengan mendidik keluarga dan mereka yang berada di bawah tanggunganmu, kamu adalah pesedekah abadi; dengan harta, jiwa, kasih sayang dan kebapakanmu!

Dalam hadits yang diriwayatkan dari al-Miqdam radhiallahu `anhu, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda, “Makanan yang kamu berikan kepada dirimu, maka itu sedekah untukmu; dan makanan yang kamu berikan kepada isterimu, maka itu sedekah untukmu; dan makanan yang kamu berikan untuk pelayanmu, maka itu sedekah untukmu.” (Shahih Ibn Majah, 1739)

Janganlah bersedih, lihatlah bagaimana Allah subhanahu wata'aala mengaruniaimu dua kali nikmat:

*

Pertama, Saat Dia menganugerahimu keluarga yang bisa jadi Dia tidak menganugerahkannya kepada orang lain. Dia telah berkenan mengaruniaimu keturunan, namun tidak memberikannya kepada orang lain. Dia berkenan memberikanmu anak, namun tidak memberikannya kepada orang lain. Renungkan apa yang diberikan-Nya kepada Rasul-Nya tentang hal itu, (artinya) "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan..." (QS.ar-Ra'd:38)

Nikmat mendapatkan anak merupakan nikmat yang besar, yang wajib disyukuri dan untuk melakukannya dituntut suatu perjuangan. Dan ini baru dalam satu nikmat yang faedahnya tidak terhingga banyaknya.
*

Kedua, saat Dia menjadikan tanggung jawabmu atas anak-anak dan jihadmu dalam mendidik dan menumbuhkembangkan mereka sebagai salah satu pintu kebaikan bagimu di akhirat kelak, saat dan tempat Dia mengampunimu dan menambahkan pahala bagimu karenanya.


Anak Perempuan dan Pahala Besar

Masih saja ada wajah-wajah yang kecewa, cemberut, dan murung manakala mengetahui anak yang barusan lahir dari perut isterinya berkelamin perempuan, padahal sejak awal, Islam telah mengharamkan kebiasaan mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan yang dilakukan pada masa Jahiliah, dan mewajibkan berbuat baik kepada mereka. Hal ini tampak jelas dalam firman Allah subhanahu wata'aala, (artinya) "Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah."(QS.an-Nahl:58),

Qatadah berkata, "Ini adalah perangai orang-orang Musyrikin Arab, dan Allah subhanahu wata'aala memberitahukan kepadamu kebusukannya. Adapun seorang Mukmin, maka ia sungguh rela dengan apa yang telah diberikan Allah subhanahu wata'aala kepadanya. Dan apa yang ditakdirkan baginya adalah lebih baik dari diri seseorang. Sungguh, aku tidak tahu, apa itu kebaikannya? Sungguh, betapa banyak bocah perempuan adalah lebih baik bagi keluarganya daripada bocah laki-laki. Bila Allah subhanahu wata'aala memberitakan kepadamu perangai mereka itu (orang-orang Musyrikin), maka hendaklah kamu jauhi dan berhenti darinya. Dulu, salah seorang dari mereka sudi memberi makan anjingnya namun tega mengubur hidup-hidup anak perempuannya."

Orang yang bersedih karena kelahiran bayi perempuannya adalah orang yang tidak memahami bahwa Sang Pemberi anak laki-laki dan perempuan itu adalah Allah subhanahu wata'aala. Dia berfirman, "Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." (QS.asy-Syuro:49-50) Para ulama berkata, "Allah subhanahu wata'aala mengedepankan penyebutan perempuan atas laki-laki untuk memberikan karunia kepadanya (Perempuan). Karenanya, Dia memulai penyebutan diri perempuan sebelum laki-laki."

Mengenai betapa besar pahala yang diberikan kepada orangtua yang dianugerahi anak-anak perempuan, simak hadits yang diriwayatkan dari 'Uqbah bin 'Amir al-Juhani radhiallahu `anhu, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda, “Siapa saja yang memiliki tiga orang puteri, lalu bersabar, memberi makan, memberi minum dan memberi pakaian mereka dari hartanya, maka mereka kelak akan menjadi penghalang (tameng) baginya dari sentuhan api neraka.” (Shahih al-Jami':534) Dalam hadits lain yang mirip dengan itu disebutkan, bahwa bukan hanya bagi yang memiliki tiga orang anak perempuan, bahkan seorang anak perempuan pun, bilamana ia memberikan tempat tinggal, mengasihi dan menanggung mereka, maka dipastikan ia masuk surga. (HR.Ahmad)

Berbahagialah karena mendapatkan rizki berupa anak-anak, yang merupakan kebaikan-kebaikan bagimu kelak setelah meninggalkan dunia yang fana ini. Bila kamu memberikan pendidikan yang baik kepada mereka, niscaya mereka akan menjadi anak-anak yang shalih lagi beriman. Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda, “Bila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal: Sedekah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa untuknya.” (HR. Muslim).

Semoga kita tidak menyia-nyiakan peluang yang teramat berharga ini.

(SUMBER: ”Ila Shahib al-'Iyal”, Divisi Ilmiah Pada Penerbit Dar Ibn Khuzaimah, Riyadh), Abu Shofiyyah